Stunting di Kota Tasikmalaya Naik
Angka Stunting di Kota Tasikmalaya Naik, Pengamat Anak Sebut Suami Perlu Dilibatkan Dalam Pencegahan
pada 2024, angka stunting di Kota Tasikmalaya justru kembali naik sebesar 1,03 persen, sehingga untuk menekan agar turun harus juga lewat pencegahan
Penulis: Aldi M Perdana | Editor: Machmud Mubarok
Laporan Jurnalis TribunPriangan.com, Aldi M Perdana
TRIBUNPRIANGAN.COM, KOTA TASIKMALAYA - Sistem elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) mencatat data stunting tertinggi di Kota Tasikmalaya terjadi pada 2020 lalu dengan angka sebesar 17,58 persen dan terus menurun sampai di angka 10,75 persen pada 2023.
Akan tetapi, pada 2024, angka stunting di Kota Tasikmalaya justru kembali naik sebesar 1,03 persen, sehingga saat ini angka stunting di Kota Tasikmalaya sebesar 11,78 persen.
Pemerhati anak, Ipa Zumrotul Falihah yang juga Direktur Taman Jingga mengatakan, untuk menekan angka stunting tidak hanya melalui penanganan, melainkan juga pencegahan.
"Kinerja Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya yang kurang menurut saya selama ini adalah lebih pencegahan secara teknis, karena persentasenya lebih banyak ke penanganan," ucapnya kepada TribunPriangan.com melalui sambungan telepon pada Senin (5/7/2024).
Menurut Ipa, terkait penanganan memang mau tidak mau harus dilakukan, lantaran kasus stunting ini sudah terjadi.
Akan tetapi, pencegahan secara teknis seperti membangun cara berpikir pada masyarakat juga menjadi faktor yang sangat penting untuk menekan angka stunting.
"Yang lebih mendesak sih menurut saya adalah mind set (red: cara berpikir), karena yang namanya stunting, tidak hanya pada ekonomi lemah saja, tetapi juga terdapat pada kebiasaan pola hidup yang mata rantainya secara turun-temurun pola hidupnya begitu," paparnya.
Baca juga: Pemprov Jabar Turut Waspada Stunting di Kota Tasikmalaya Naik, Akan Intervensi
Baca juga: Stunting di Kota Tasikmalaya Naik, Pemkot Intervensi Program Upaya Pencegahannya
Stunting itu, tambah Ipa, terjadi juga karena pola asuh dan pola gizi yang kurang baik, ditambah pola pikir ihwal persiapan menjadi orang tua.
Menurutnya, tugas-tugas orang tua ini tidak hanya dibebankan kepada pihak ibu, mengingat rata-rata terkait pengasuhan, kesehatan, gizi anak, dan sebagainya kerap dibebankan pda pihak perempuan.
"Itu karena budaya patriarki yang mengakar di masyarakat, semua itu jadi dibebankan kepada pihak perempuan, khususnya pada pihak ibu," tegasnya.
"Padahal, kalau pola pikirnya kesalingan dalam rumah tangga antara ayah dan ibu, karena anaknya anak bersama, bikinnya juga bikin bersama, jadi secara kesehatan pun adalah tanggung jawab bersama," lanjut Ipa.
Begitupun dengan pengetahuan wawasan keilmuan terkait bagaimana upaya untuk tumbuh kembang anak supaya sehat secara fisik dan mental.
"Ayah perlu dilibatkan juga. Suami harus paham. Ayah juga harus tahu perkembangan harga sembako di pasaran, bagaimana gizi yang layak untuk anak, seperti apa gizi buruk. Walaupun beda ya stunting dan gizi buruk itu, tapi itu 'kan berkaitan," ucapnya.
Ipa juga menyebut, stunting tidak serta-merta terjadi saat anak lahir.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.