Harga Bahan Baku Melejit hingga 50 Persen, Pengrajin Bordir Tasikmalaya Menjerit dan Berguguran

Harga Bahan Baku Melejit hingga 50 Persen, Pengrajin Bordir Tasikmalaya Menjerit dan Berguguran

Penulis: Aldi M Perdana | Editor: Gelar Aldi Sugiara
TribunPriangan.com/Aldi M Perdana
Mesin bordir para pengrajin bordir di Tasikmalaya 

Laporan Jurnalis TribunPriangan.com, Aldi M Perdana

TRIBUNPRIANGAN.COM, KABUPATEN TASIKMALAYA - Pengrajin Bordir di Tasikmalaya menjerit dan mulai berguguran akibat harga bahan baku bordir berupa benang dan kain organdi di Tasikmalaya melejit tinggi.

50 persen anggota Paguyuban Pengrajin Bordir di Kabupaten Tasikmalaya mengalami kebangkrutan, bahkan ada yang sampai gulung tikar.

Deden Daris, salah satu pengrajin bordir di Kabupaten Tasikmalaya mengungkapkan, bahwa di desanya sendiri, sebanyak 80 persen pengrajin bordir sudah gulung tikar.

Baca juga: 13 Destinasi Wisata Tasikmalaya Palig Hits yang Bisa Dikunjungi saat Libur Panjang

“Di kampung saya ini (Kampung Sindang) sebelumnya ada 100 unit mesin (red: total dari semua pengrajin bordir di Kampung Sindang). Sekarang tinggal ada 20 unit,” ungkap Deden saat ditemui TribunPriangan.com di Kampung Sindang, Desa Leuwibudah, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Tasikmalaya, Senin (2/1/2023) petang.

Menurut Deden Daris, hal tersebut diakibatkan oleh kenaikan harga bahan baku benang dan kain organdi.

Deden juga menjelaskan, bahwa saat harga bahan baku benang di angka Rp 2500 per cones (red: per gulung), harga beli bordiran kebaya di pasaran per buahnya itu sekira Rp 35.000.

Baca juga: Jalan Rusak Berat Ancam Potensi Wisata dan Ekonomi di Kabupaten Tasikmalaya Selatan

Sedang belakangan ini, harga bahan baku benang telah naik sampai Rp 10.550 dan kain organdi yang sebelumnya Rp 5000, juga telah naik sampai Rp 8000 per meter.

Kendati demikian, harga beli bordiran kebaya di pasaran per buahnya tetap bertahan di angka Rp 35.000, meski harga bahan baku benang telah naik lebih dari 300 persen dan kain organdi naik lebih dari 50 persen.

“Ya harga (bahan baku) benang sudah tidak sesuai lagi dengan biaya produksi dan ongkos (pekerja),” keluh Deden.

mesin bordir1
Mesin bordir untuk para pengrajin bordir di Tasikmalaya.

Oleh karena itu, lanjutnya, banyak pekerja di bengkel kerajinan bordir miliknya itu terpaksa diberhentikan.

Dia lantas menunjukan kondisi bengkel bordirnya kepada TribunPriangan.com.

“Mesin (di bengkel bordir saya) semuanya ada 12 unit, sedangkan pekerjanya saat ini hanya satu orang,” kata Deden meringis.

Menurutnya, 12 unit mesin bordir itu seharusnya dioperasikan oleh enam orang.

Baca juga: Wisata Tasikmalaya Rumah Batu, Destinasi Bangunan Unik di Tengah Hutan yang Wajib Dikunjungi

Berangkat dari permasalahan tersebut, diketahui Deden bersama Paguyuban Pengrajin Bordir Tasikmalaya menemui Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tasikmalaya pada Senin (26/12/2022) lalu.

Pertemuan tersebut membahas terkait solusi atas permasalahan kenaikan harga bahan baku bordir berupa benang dan kain organdi di wilayah Tasikmalaya.

Harga bahan baku bordir dinilai menjadi penyebab 50 persen anggota Paguyuban Pengrajin Bordir Tasikmalaya terpaksa gulung tikar.

Baca juga: Fenomena La Nina, 22 Kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya Berpotensi Banjir pada Januari 2023

“Justru itu saya heran, makanya saya nanya sama anggota Dewan di DPRD dan Dinas Perdagangan dan Industri (Disperindag), kenaikan harga bahan baku benang dan kain organdi ini kok sampai jauh banget,” terang Deden.

Pihaknya juga memohon supaya DPRD dan Disperindag Tasikmalaya untuk menelusuri penyebab kenaikan harga bahan baku benang dan kain organdi tersebut.

Pasalnya, sambung Deden, semua pengrajin bordir di Kabupaten Tasikmalaya mendapat bahan baku benang dan kain organdi itu dari toko supplier di Kota Tasikmalaya, yang menaikan harga tersebut.

mesin bordir2
Mesin bordir untuk pengrajin bordir di Tasikmalaya

Toko supplier itu, menurutnya, merupakan satu-satunya penyedia bahan baku benang dan kain organdi di Kabupaten-Kota Tasikmalaya.

Mendapati kenaikan harga bahan baku yang dinilai Deden tidak wajar, dirinya beserta para pengrajin bordir mencoba untuk membelinya langsung ke Bandung.

“Tapi, kami beli benang dan kain organdi langsung ke Bandung tidak bisa. Penjual bahan baku yang di Bandung tidak mau menjualnya ke kami tanpa alasan. Menolak untuk kami beli. Malah toko yang di Bandung, kami tetap disuruh membeli bahan baku di toko supplier yang di Kota Tasikmalaya itu,” ungkap Deden.

Baca juga: Ratusan Bencana Terjadi di Kabupaten Tasikmalaya Selama 2022, Kerugian Capai Rp11 Miliar Lebih

Maka dari itu, Deden berharap supaya pemerintah memperhatikan permasalahan ini.

Dia juga memohon supaya harga bahan baku benang dan kain organdi untuk kerajinan bordir ini kembali seperti semula, mengingat selain banyak pekerja yang kini kehilangan pekerjaannya.

Terlebih, pengrajin bordir yang kini sudah banyak berjatuhan dan gulung tikar.

“Bordir ini kan yang menjadi ikon Tasikmalaya. Bahkan, daerah saya ini (Kampung Sindang), mata pencahariannya dari bordir semua, ada tukang tempel, tukang solder, dan operator mesin, semua terpaksa berhenti bekerja dan jadi pada menganggur,” katanya.

Baca juga: 4 Kecamatan di Tasikmalaya yang Paling Banyak Terjadi Bencana Selama 2022

Sebelumnya diberitakan, para pengrajin bordir yang tergabung ke dalam Paguyuban Pengrajin Bordir Tasikmalaya telah menemui Komisi II DPRD Kabupaten Tasikmalaya pada Senin (26/12/2022) lalu.

Pertemuan tersebut membahas perihal keluhan mereka terkait dugaan adanya monopoli bahan baku bordir yang berimbas pada runtuhnya separuh pengusaha bordir di Kabupaten Tasikmalaya.

“Kalau di anggota Paguyuban Pengrajin Bordir Tasikmalaya sendiri, dari 100-an anggota, itu sudah hampir 50 persen yang gulung tikar,” ungkap Agus Husaeni selaku Ketua Paguyuban Pengrajin Bordir Tasikmalaya kepada TribunPriangan.com pada Selasa (27/12/2022) lalu.

Baca juga: Libur Akhir Tahun, Berikut 3 Rekomendasi Pusat Oleh-oleh saat Kamu Berlibur ke Tasikmalaya

Bahan baku tersebut, lanjut Agus, mengalami kenaikan harga yang berdampak pada kelangkaan bahan baku, sehingga para pengrajin bordir di Kabupaten Tasikmalaya mengalami kesulitan.

Hal senada juga diutarakan Penasehat Paguyuban Pengrajin Bordir Tasikmalaya, Alfie Akhmad Sa’adan Hariri.

“Biasanya, kenaikan harga (bahan baku) itu ada faktornya. Misal, karena kenaikan dollar atau kenaikan BBM. Sedang kenaikan harga (bahan baku) setahun belakangan ini tidak didorong oleh faktor apapun, tiba-tiba naik begitu saja. Bahkan dalam setahun, harga bahan baku bisa naik tiga kali lipat,” jelasnya.

Baca juga: Resep Mie Ayam Pelangi, Mie Warna-Warni Khas Tasikmalaya yang Sehat dengan Bahan Alami

Sehingga demikian, tambah Alfie, kenaikan harga bahan baku yang berbuntut pada fenomena gulung tikarnya separuh pengusaha bordir Tasikmalaya ini terbukti dengan banyaknya para pengusaha bordir yang menjual mesinnya sendiri.

Alfie juga menilai, bahwa hal tersebut merupakan kerugian tersendiri bagi Pemerintah Daerah Tasikmalaya, mengingat ini juga berdampak pada jumlah penyerapan tenaga kerja yang lumayan cukup banyak.

“Lumayan tinggi angkanya (penyerapan tenaga kerja yang terdampak), bisa ribuan. Itu karena satu perusahaan bordir itu kan ada operator, ada tukang solder, tukang jahit juga, macam-macamlah,” ujarnya.

mesin bordir3
Mesin bordir untuk pengrajin bordir di Tasikmalaya

Menurut Alfie, dugaan monopoli bahan baku bordir ini tentu saja menjadi salah satu tugas Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya untuk disoroti secara serius, mengingat kesejahteraan pengusaha bordir juga berhubungan dengan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Tasikmalaya.

“Mudah-mudahan pihak pemerintah dan pihak terkait yang notabene punya kewenangan, segera mengantisipasi runtuhnya para pengusaha bordir di Tasikmalaya. Mudah-mudahan bisa dilaksanakan dengan segera,” sambung Alfie.

Pasalnya, permasalahan dugaan adanya praktik monopoli bahan baku ini memiliki harga sosial yang cukup mahal jika para pengusaha bordir Tasikmalaya harus mengadu ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang langsung di bawah Presiden.

Baca juga: Fakta-fakta Seputar Kakek Bunuh Cucu di Tasikmalaya

Oleh karena itu, lanjut Alfie, pihaknya memohon kepada para pihak terkait, khususnya eksekutor di Kabupaten Tasikmalaya, agar bisa mengingatkan pihak yang diduga memonopoli bahan baku tersebut.

“Sebelum sampai kepada tahap yang akhirnya nanti jadi berbuntut putusan pidana, atau urusan yang mungkin juga ada denda yang cukup besar, kami mohon ini kita selesaikan dengan cara-cara yang hasanah, tanpa harus adanya benturan apapun,” lengkapnya.

Ditemui terpisah, Yane Sriwigantini selaku anggota Komisi II DPRD Kabupaten Tasikmalaya menanggapi aduan para pengusaha bordir ini.

Baca juga: Orange Steak Culture, Resto Bergaya Eropa yang Menyajikan Western Cuisine di Tasikmalaya

“Ini kan kondisinya teman-teman di Kabupaten Tasikmalaya tidak diberi ruang untuk membeli di tempat yang lainnya. Jadi solusinya sudah disampaikan, kalau ini akan difasilitasi dan dikoordinasikan bagaimana ke depannya supaya tidak ada hal-hal seperti ini,” kata Yanne.

Tambahnya, jika pihak Disperindag Kabupaten Tasikmalaya tidak bisa memberikan solusi terhadap kasus ini, maka Komisi II DPRD Tasikmalaya akan melakukan upaya nota komisi.

Baca juga: Curug Panetean, Destinasi Wisata Baru di Tasikmalaya yang Sedang Hits dengan Keindahan Alamnya

Perlu diketahui, nota komisi yang dimaksud Yane ialah melontarkan pertanyaan kepada pihak eksekutif, dalam hal ini merupakan Pimpinan Kabupaten Tasikmalaya.

“Solusi untuk permasalahan yang kita bahas panjang lebar tadi selama audiensi itu memang harus dicapai bersama-sama (pihak eksekutif dan DPRD), karena tidak bisa dilakukan secara masing-masing,” pungkas Yane. (*)

Sumber: Tribun Priangan
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved