UMP 2026

Mengenal Decent Living Standard, Patokan Kemenaker Batalkan Pengumuman UMP 2026 di 21 November 2025

Mengenal Decent Living Standard yang Jadi Patokan Kemenaker Batalkan Pengumuman UMP 2026 di 21 November 2025

|
Penulis: Lulu Aulia Lisaholith | Editor: ferri amiril
Kolase TribunPriangan.com
SKEMA UMP 2026 - Mengenal Decent Living Standard yang Jadi Patokan Kemenaker Batalkan Pengumuman UMP 2026 di 21 November 2025. (patikab.bps.go.id) 

Dalam data BPS, standar hidup layak yang digambarkan dengan pengeluaran riil per kapita Indonesia terus mengalami peningkatan sejak 2020. Pada 2020, rata-rata pengeluaran per kapita tercatat sebesar Rp11,01 juta per tahun atau Rp917,5 ribu per bulan.

Baca juga: Hanya Naik Sekitar Rp Rp 142.000, Segini UMP Masing-masing Daerah di Jabar Jika Kenaikan 6,5 Persen

Berdasarkan wilayah, Provinsi DKI Jakarta tercatat memiliki pengeluaran riil per kapita tertinggi yakni Rp19,95 juta per tahun atau sekitar Rp1,66 juta per bulan.

Sementara itu, Provinsi Papua Pegunungan berada di posisi terendah dengan pengeluaran riil per kapita sebesar Rp5,71 juta per tahun atau sekitar Rp475 ribu per bulan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia tahun 2024 mencapai 75,02, meningkat 0,63 poin atau 0,85 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 74,39.

BPS mengungkapkan pertumbuhan IPM 2024 mengalami percepatan dari tahun sebelumnya. Seluruh dimensi pembentuk IPM mengalami peningkatan. Salah satunya, Umur Harapan Hidup (UHH) tercatat sebesar 74,15 tahun pada tahun ini.

Dimana UHH tahun 2024 meningkat 0,22 tahun atau 0,30 persen dibandingkan tahun sebelumnya, lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan 2020-2023 yang sebesar 0,25 persen per tahun.

Sekilas terlihat sama, namun kenyataannya perbedaan pun juga terlihat jika disandingkan dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Dimana jika KHL sendiri sebagai metode pengupahan lama masih menerapkan fokus pada kebutuhan dasar upah minimun, jangkauan yang perhitungan yang lebih sempit, kecenderungan secara statis, serta biasanya berbasis fisikal.

Sedangkan DLS yang notabennya merupakan skema pengupahan baru, lebih fokus pada kelayakan hidup yang bermartabatm jangkauan perhitungan yang lebih luas serta adaptif, bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman, serta masuk dalam aspek sosial dan perkembangan peradaban manusia.

Baca juga: UMP Jabar 2026 Hanya Tambah Rp 180.000 Jika Resmi Naik di 8,5 Persen, Kotamu Berapa?

Dikabarkan sebelumnya, alasan utama yang paling mendasar dari batalnya proses pengupahan gaya lama yang telah digunakan beberapa tahun lalu, nyatanya berdasar pada pertimbangan kebutuhan hidup layak (KHL) yang semakin menonjol dari berbagai daerah.

Pasalnya, proses pengupahan versi ini hanya akan menambah kesenjangan disparitas upah antar wilayah yang kini menjadi perhatian pemerintah.

jika mengambil contah di tahun 2025, pengupahan selalu mendasar pada satu angka yang akan digunakan diseluruh daerah.

Sedangkan tidak semua daerah akan sama pertumbuhan ekonominya, yang akan berakhibatkan terjadinya kesenjangan atau disparitas terkait dengan upah minimum lintas kota, kabupaten dan lintas provinsi, dan masing-masing daerah memiliki pertumbuhan ekonomi yang beragam.

Sebab jika mengambil kebijakan yang sama ketika tahun 2025, di mana Presiden Prabowo Subianto yang memutuskan kenaikan upah nasional sebesar 6,5 persen. 

Sumber: Tribun Priangan
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved