Selain anjuran berpuasa di hari Senin, ada beberapa petunjuk yang dapat diambil di dalam Hadits tersebut.
Pertama, menunjukkan keagungan hari dan bulan kelahiran Rasulullah SAW.
Anjuran ibadah dengan mengaitkan sebuah peristiwa besar merupakan salah satu metode dakwah Rasulullah SAW. Anjuran memperbanyak ibadah di hari Jumat dikaitkan dengan peristiwa yang menimpa Nabi Adam As. Beliau diciptakan, dimasukkan dan dikeluarkan dari surga pada hari Jumat. Anjuran puasa hari Asyura' (tanggal 10 Muharram) dikaitkan dengan peristiwa Nabi Musa As beserta kaumnya. Begitu juga anjuran berpuasa hari Senin. Dikaitkan dengan sejarah besar berupa hari kelahiran Sang Manusia terbaik sepanjang masa, Rasulullah Muhammad SAW. Anjuran mengaitkan ibadah dengan sebuah peristiwa tersebut menunjukkan keagungan waktu dan hari terjadinya peristiwa itu.
Syaikh Yusuf Khattar Muhammad, seorang tokoh sufi, dalam kitab al-Mausu'ah al-Yusufiyah mengatakan:
Artinya: "Sesungguhnya Rasulullah SAW memperhatikan keterkaitan antara sejarah besar di masa lampau dengan persoalan-persoalan keagamaan. Jika telah datang masa itu, maka hal tersebut menjadi kesempatan untuk mengingatnya dan mengagungkan harinya. Rasulullah SAW sendiri yang mendasari prinsip ini. Sebagaimana disebutkan dalam Hadits shahih bahwa ketika Rasul sampai di Madinah dan melihat orang Yahudi berpuasa di hari Asyura', lalu beliau bertanya atas latar belakang ritual orang Yahudi tersebut. Maka disampaikan kepada Rasul bahwa mereka berpuasa sebab pada hari itu Allah SWT telah menyelamatkan nabi mereka dan menenggelamkan musuh mereka. Mereka berpuasa sebagai wujud syukur atas nikmat Allah SWT ini. Kemudian Rasulullah SAW bersabda kepada sekelompok Yahudi tersebut: "Kami lebih pantas mengikuti Musa dari pada kalian." Selanjutnya Rasul berpuasa dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa pada hari Asyura' tersebut".
Maka dari itu, hari kelahiran Rasulullah SAW merupakan peristiwa besar yang memiliki nilai lebih dibandingkan hari-hari yang lain. Begitu juga bulan Rabiul Awal, memiliki sisi kemuliaan dengan dilahirkannya Rasulullah SAW pada waktu itu.
Syekh Ibnu al-Haj, seorang ulama besar mazhab Maliki mengatakan:
أَشَارَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ إلَى فَضِيلَةِ هَذَا الشَّهْرِ الْعَظِيمِ بِقَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ لِلسَّائِلِ الَّذِي سَأَلَهُ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ فَقَالَ لَهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ ذَلِكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ فَتَشْرِيفُ هَذَا الْيَوْمِ مُتَضَمِّنٌ لِتَشْرِيفِ هَذَا الشَّهْرِ الَّذِي وُلِدَ فِيهِ .فَيَنْبَغِي أَنْ نَحْتَرِمَهُ حَقَّ الِاحْتِرَامِ وَنُفَضِّلَهُ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ الْأَشْهُرَ الْفَاضِلَةَ وَهَذَا مِنْهَا
Artinya: "Rasulullah SAW memberi isyarat atas keutamaan bulan Rabiul Awal ini dengan sabda beliau saat ditanya tentang puasa di hari Senin, beliau menjawab: "Itu adalah hari kelahiranku". Maka, memuliakan hari Senin tersebut secara tidak langsung juga memuliakan bulan Rabiul Awal ini, bulan di mana Rasulullah SAW dilahirkan. Sudah seharusnya bagi kita untuk memuliakannya dengan sebaik-baiknya memuliakan seperti kita memuliakan bulan-bulan utama lainnya. Dan bulan Rabiul Awal ini salah satu di antara bulan-bulan mulia itu".
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 13 September 2024, Kepemimpinan Nabi Muhammad Teladan bagi Pemimpin Negara
Kedua, Rasulullah SAW memperingati hari kelahirannya,
Memperingati hari kelahiran Rasul adalah sebuah ungkapan dari suka cita dan luapan kegembiraan atas kehadiran Rasulullah SAW di muka bumi. Dari situ dapat dipahami bahwa rutinitas puasa yang dilakukan Rasulullah SAW di hari Senin, hakikatnya merupakan wujud dari peringatan hari kelahiran beliau sendiri. Rasulullah SAW melakukannya sebagai wujud mengagungkan dan rasa syukur beliau telah dijadikan Allah SWT sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta. Seorang ulama besar ahli hadits kesohor, Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki mengatakan:
إِنَّ أَوَّلَ الْمُحْتَفِلِيْنَ بِالْمَوْلِدِ هُوَ صَاحِبُ الْمَوْلِدِ وَهُوَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا جَاءَ فِي الْحَدِيْثِ الصَّحِيْحِ الَّذِيْ رَوَاهُ مُسْلِمٌ لَمَّا سُئِلَ عَنْ صِيَامِ يَوْمِ الْإِثْنَيْنِ قَالَ صلى الله عليه وسلم ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ فَهَذَا أَصَحُّ وَأَصْرَحُ نَصًّ فِي مَشْرُوْعِيَّةِ الْإِحْتِفَالِ بِالْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ الشَّرِيْفِ وَلَا يُلْتَفَتُ اِلَى قَوْلِ مَنْ قَالَ إِنَّ أَوَّلَ مَنِ احْتَفَلَ بِهِ الْفَاطِمِيُّوْنَ لِأَنَّ هَذَا إِمَّا جَهْلٌ أَوْ تَعَامٍ عَنِ الْحَقِّ
Artinya: Sesungguhnya pertama kali yang merayakan maulid adalah sang empunya maulid itu sendiri, yaitu Rasulullah SAW. Sebagaimana diterangkan dalam hadits shahih riwayat imam Muslim ketika Rasul ditanya tentang anjuran puasa di hari Senin, beliau menjawab: "Itu adalah hari di mana aku dilahirkan". Ini adalah sekuat dan sejelas-jelasnya nash dalil yang menjelaskan anjuran maulid Nabi yang mulia. Tidak dapat dijadikan pijakan pendapat yang mengatakan bahwa pertama kali yang merayakan maulid adalah dari dinasti Fathimiyyah. Sebab pendapat tersebut tidak lepas dari ketidaktahuan atau berpura-pura tidak tahu akan fakta yang sebenarnya.
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 13 September 2024: Maulid Nabi jadi Momentum Pengingat Kebaikan dan Moral
Ketiga, Anjuran memperingati hari kelahiran Rasulullah SAW.