Panitia SPMB SMA Plus Informatika Ciamis Beberkan Dampak Program 50 Siswa Per Rombel di SMA Negeri

Menurutnya, program PAPS seharusnya menjadi solusi bagi anak-anak yang putus sekolah agar bisa kembali melanjutkan pendidikan. 

Penulis: Ai Sani Nuraini | Editor: Dedy Herdiana
Tribunpriangan.com/Ai Sani Nuraini
NASIB SMA SWASTA - SMA Plus Informatika Ciamis. Panitia SPMB SMA Plus Informatika Ciamis Beberkan Dampak Program 50 Siswa Per Rombel di SMA Negeri. 

Laporan Wartawan TribunPriangan.com, Ai Sani Nuraini

TRIBUNPRIANGAN.COM, CIAMIS – Program Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) yang diluncurkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendapat sorotan tajam dari kalangan sekolah swasta. 

Abdul Fatah, Panitia Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di SMA Plus Informatika Ciamis, menyampaikan bahwa pelaksanaan program tersebut dinilai kurang adil dan merugikan eksistensi sekolah swasta.

Menurutnya, program PAPS seharusnya menjadi solusi bagi anak-anak yang putus sekolah agar bisa kembali melanjutkan pendidikan. 

Namun pada praktiknya, program yang outputnya adalah penambahan kuota per rombel menjadi 50 siswa, justru hanya dilimpahkan ke sekolah negeri, sehingga berimbas pada lonjakan jumlah siswa dalam satu kelas.

“Sekarang satu kelas di sekolah negeri harus menampung hingga 50 siswa. Sebelumnya kan maksimal 32, lalu naik jadi 36, bahkan 40. Sekarang jadi 50. Ini jelas tidak akan kondusif untuk proses pembelajaran,” ungkap Abdul Fatah saat ditemui di SMA Plus Informatika Ciamis, Selasa (8/7/2025).

Baca juga: Forum Kepala Sekolah SMA Tolak Rencana Pemprov Jabar Tambah Jumlah Rombel di Sekolah Negeri

Ia menilai kebijakan tersebut turut mempengaruhi keberlangsungan sekolah swasta yang kini kesulitan mendapatkan siswa baru. 

Imbasnya, banyak guru bersertifikasi di sekolah swasta tidak bisa memenuhi beban jam mengajar yang menjadi syarat pencairan tunjangan profesi.

“Kalau jam mengajar tidak cukup karena muridnya sedikit, maka guru bersertifikasi tidak bisa menerima tunjangan. Bahkan ada potensi diberhentikan karena sekolah tidak mampu menanggung,” ujarnya prihatin.

Selain itu, Fatah menyoroti proses pengumuman kebijakan PAPS yang datang mendadak di tengah berlangsungnya tahap kedua SPMB. 

Menurutnya, keputusan sepihak tersebut menyulitkan sekolah swasta untuk melakukan penyesuaian.

“Kenapa kebijakan ini tidak disampaikan dari awal? Aturan datang di tengah jalan saat proses SPMB tahap dua sedang berjalan. Ini sangat membingungkan,” tambahnya.

Abdul Fatah menekankan bahwa sekolah swasta juga memiliki kontribusi besar dalam dunia pendidikan, termasuk dalam mencetak prestasi nasional hingga internasional.

“Banyak siswa dari SMA swasta yang justru mengharumkan nama Indonesia di ajang olimpiade internasional. Tapi kenapa ketika ada program seperti ini, sekolah swasta malah tidak dilibatkan?” tanyanya penuh ketegasan.

Ia berharap pemerintah lebih bijak dan merata dalam menyalurkan program pendidikan, termasuk dalam pelaksanaan PAPS. 

“Kalau tujuannya pemerataan pendidikan, semestinya sekolah swasta juga dilibatkan, jangan hanya diambil alih oleh sekolah negeri saja,” pungkasnya.(*)

 

Sumber: Tribun Priangan
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved