INI Resimen Tjakrabirawa, Pasukan Elite Benteng Presiden yang Terlibat G-30-S/PKI, Cuma Kuat 4 Tahun

Pasukan Tjakrabirawa (ejaan sekarang Cakrabirawa, Red) erat kaitannya dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 PKI

Editor: Machmud Mubarok
Istimewa
Pasukan Tjakrabirawa (ejaan sekarang Cakrabirawa, Red) erat kaitannya dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 PKI atau dikenal dengan sebutan G-30-S/PKI. Usianya hanya 4 tahun dan dibubarkan setelah peristiwa G-30-S/PKI. Inzet: Logo Resimen Tjakrabirawa. 

Kemudian dalam peristiwa 3 Juli 1946, pasukan PPP juga berperan dalam mengamankan Soekarno saat itu. Pimpinan kup, RP Soedarsono, menyerahkan senjatanya dengan sukarela kepada anggota  PPP. Hingga Agresi 19 Desember 1948 d imana Soekarno berhasil ditawan Belanda, PPP selalu setia menemani Soekarno di mana saja.

Pada saat Soekarno di pengasingan, sebagian dari anggota PPP yang dilepaskan dari tahanan Belanda, dipercaya menjaga keamanan para keluarga Soekarno dan Hatta yang tinggal di rumah Ibu Sukanto ( Ibu Kapolri saat itu).

Selain melibatkan PPP, di Istana Negara Yogyakarta juga dikawal oleh satuan dari Polisi Militer atau CPM hingga kedatangan pasukan Belanda pada 19 Desember 1948.  

Pada saat  itu yang berhadapan dengan pasukan Belanda dalam tembak menembak di Istana adalah Kompi II dari Batalyon Mobil II CPM. Kompi II dipimpin Letnan Soesatio berkekuatan 3 seksi senapan dengan persenjataan 100 pucuk Lee Enfield MK I No 1 kaliber 7,7mm, 1 Karabin Mitraliur 6,5mm , 1 Senapan mesin ringan 6,3 mm buatan Jepang, 1 senapan mesin Hotchkiss , beberapa pucuk submachine gun dan pistol berbagai kaliber.

Dalam tembak menembak tersebut, Presiden Soekarno memerintahkan Kompi II menghentikan perlawanan. Akibatnya banyak anggota Kompi II yang ditawan Belanda. Meski demikian akhirnya banyak anggota kompi II yang berhasil melarikan diri ketika proses penyerahan senjata milik Kompi II dilakukan.

Anggota Kompi II yang berhasil lolos dari tawanan melakukan regrouping dan melancarkan perang gerilya di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya hingga penyerahan Yogyakarta kembali pada 29 Juni 1949.  

Pada era 1950-1962 terjadi beberapa kali upaya pembunuhan dengan target presiden Soekarno. Sejarah mencatat pada pada 30 November 1957 terjadi upaya pembunuhan terhdap Soekarno di Perguruan Cikini yang sedang berulangtahun.

Soekarno hadir sebagai orangtua murid dari Guntur, Megawati, Rahmawati, Sukmawati dan Guruh. Kehadiran Soekarno membuat acara menjadi meriah dan padat dengan massa yang ingin hadir dan menyaksikan acara ulangtahun tersebut.

Tetapi di balik kemeriahan ada sekelompok orang dari gerakan anti Soekarno yang merencanakan teror dalam kesempatan tersebut. Mereka melemparkan granat untuk membunuh Soekarno.

Sudiyo dan Oding Suhendar dari kesatuan Pengawal Pribadi Presiden bergerak cepat mengamankan Soekarno dan rela menjadi tameng hidup dengana memeluk Soekarno agar tidak terkena ledakan atau pecahan granat.

Kemudian mereka segera membawa Soekarno ke tempat yang aman. Dalam peristiwa tersebut 9 orang tewas dan ratusan luka, termasuk yang menderita luka berat dan ringan  adalah Ajun Inspektur Polisi I (AIP I) Oding Suhendar,  AIP I Sumardi, AIP II Ngatijo dan  AIP I Tupon Waluyo.

Para pelaku dalam peristiwa Cikini yaitu Jusuf Ismail, Saadon bin Mohammad, Tasrif bin Husein, dan Moh Tasin bin Abubakar berhasil dibekuk dan dihadapkan ke pengadilan militer. Mereka di jatuhi hukuman mati pada 28 April 1958.

Pelaku dituduh sebagai antek teror gerakan DI/TII.  Pada 9 Maret 1960, percobaan pembunuhan lebih canggih lagi.

Pelaku bernama Maukar menggunakan pesawat tempur jenis MiG-17 untuk menyerang Istana Negara. Akibatnya timbul kerusakan dan melukai AIP II Mochmamad Anwar. 

Kejadian terakhir yang cukup menegangkan adalah pada Idul Adha 14 Mei 1962 ketika Seoakrno melaksanakan Shalat Id di lapangan rumput antara Istana Merdeka dan Istana Negara.

Halaman
1234
Sumber: Kompas
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved