INI Resimen Tjakrabirawa, Pasukan Elite Benteng Presiden yang Terlibat G-30-S/PKI, Cuma Kuat 4 Tahun

Pasukan Tjakrabirawa (ejaan sekarang Cakrabirawa, Red) erat kaitannya dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 PKI

Editor: Machmud Mubarok
Istimewa
Pasukan Tjakrabirawa (ejaan sekarang Cakrabirawa, Red) erat kaitannya dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 PKI atau dikenal dengan sebutan G-30-S/PKI. Usianya hanya 4 tahun dan dibubarkan setelah peristiwa G-30-S/PKI. Inzet: Logo Resimen Tjakrabirawa. 

Tujuan dibentuknya Resimen Tjakrabirawa ini sebagaimana disebutkan dalam amanat Presiden Soekarno pada upacara penganugerahan “Dhuaja” kepada Resimen Tjakrabirawa tanggal 9 September 1963.

Akan tetapi pada saat eksekusi mati tokoh Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), Kartosuwiryo di Pulau Ubi, terlihat juga beberapa personel Resimen Tjakrabirawa yang ikut terlibat dalam pengamanan eksekusi tersebut. 

Dalam masalah kesejahteraan, menurut hasil wawancara dengan sumber yang pernah berdinas di Tjakrabirawa, gaji anggota Tjakrabirawa sama dengan anggota TNI/Polri di luar Tjakrabirawa.

Akan tetapi anggota Tjakrabirawa memperoleh tambahan asupan gizi seperti susu, kacang hijau , telur dan lain-lain. Hal ini menepis dugaan sebelumnya bahwa ada anggapan bertugas di Resimen Tjakarbirawa memperoleh penghasilan lebih besar dari anggota di luar resimen.

Hal ini juga diperkuat pengakuan dari Maulwi Saelan, mantan wakil komandan Tjakrabirawa yang mengatakan hal serupa dalam buku berjudul Penjaga Terakhir Soekarno.

Anggota Tjakrabirawa dapat dikenali lewat atributnya seperti baret warna merah bata dengan lambang cakra dipakai miring ke kiri, pemakaian lambang resimen di lengan kanan dan seragam warna hijau botol. Lambang kesatuan asal dipakai di sebelah lengan kiri.

Sebagai ilustrasi, anggota Tjakrabirawa yang berasal dari Polisi Militer, yang bersangkutan menempatkan lambang Polisi Militer di sebelah kiri, sedang sebelah kanan terdapat lambang resimen.

Warna baret yang hampir menyerupai baret merah miik RPKAD inilah yang diduga menjadi penyebab bentrok antara RPKAD dan Batalyon II KK dari unsur Korps Komando Operasi ( KKO) di Jakarta pada tahun 1960-an.  

Dalam foto-foto bersejarah, juga sering ditemukan pemakaian sabuk warna hitam dan suspender warna hitam sebagai kelengkapan meski kadang dijumpai pula pemakaian sabuk dan suspender warna putih . Sedang senjata yang digunakan bervariasi sekali karena mengikuti standar masing angkatan.

Dalam buku yang memuat foto eksekusi tokoh Darul Islam, Kartosuwiryo, didapati anggota Tjakrabirawa yang menggunakan senjata Garand Kaliber 7,62 X 63 mm. Ada juga penampakan Tjakrabirawa bersenjata AR-15 buatan Amerika Serikat sedang mengawal  Presiden Sukarno dalam sebuah kegiatan keistanaan.

Yang jelas ketika oknum Tjakrabirawa mengeksekusi Letnan Jenderal Ahmad Yani mereka menggunakan Sub Machine Gun tipe Grease Gun. Senjata lainnya yang kedapatan digunakan oleh Resimen Tjakrabirawa antara lain jenis kopian SKS-46 buatan Tiongkok yaitu tipe Chung yang dipergunakan Batalyon II KK dari unsur Korps Komando Operasi (KKO).

 Sebenarnya masih banyak jenis senjata yang kemungkinan digunakan Tjakrabirawa, mengingat kesatuan ini pada masa tersebut merupakan salah satu kesatuan elit dan tentunya mendapat perhatian lebih bila dibanding pasukan  regular lainnya dalam tubuh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

. Adapun struktur organisasi Resimen Tjakarabirawa berdasar lampiran Surat Keputusan Presiden/Pangliam Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia No 01/PLT/TH.1963 mengenai organisasi dan tugas Resimen Tjakrabirawa adalah sebagai berikut :

  1. Komandan Resimen

Komandan Resimen dijabat oleh Brigadir Jenderal Moh. Sabur, NRP 12901.  Nama Sabur terpilih setelah menyingkirkan kandidat lainnya yaitu Kolonel CPM Sutradhio dan Mayor Infanteri Santoso dari RPKAD. Presiden Soekarno lebih menyukai  Sabur yang berasal dari Korps Polisi Militer atau CPM.

Pada masa pemberontakan Madiun 1948, Sabur pernah ditawan pasukan PKI tetapi berhasil lolos dan kemudian ikut melumpuhkan pasukan PKI. Tugas Komandan Resimen Tjakrabirawa adalah mengendalikan, memimpin, membina teknis dan taktis seluruh kesatuan resimen dan menyelenggarakan administrasi seluruh kegiatan resimen. Sebagai Komandan, Sabur bertanggung jawab kepada Presiden Soekarno.

2. Kepala Staf Resimen

Jabatan ini dipegang oleh Kolonel CPM Maulwi Saelan, NRP 12872. Seperti Sabur, Saelan berasal dari korps yang sama. Mengawali karirnya di CPM sebagai Letnan Satu pada satuan Polisi Militer TNI AD di  Yogyakarta dan sebelum menjadi Kepala Staf Resimen Tjakrabirawa pernah menjabat  sebagai Komandan POMAD TJADUAD ( Polisi Militer Angakatan Darat Cadangan Umum Angkatan Darat) di Makassar pada tahun 1962.  

Tugas Kepala Staf Resimen antara lain membantu dan memberikan nasehat kepada Komandan Resimen tentang tugas pokok Komandan. Selain itu berfungsi dalam menentukan , mengkoordinasikan tata kerja staf resimen,  mewakili komandan bila berhalangan, memelihara tata tertib di staf dan mengawasi keterampilan anggota staf.

3. Staf Khusus

Bertugas sebagai penasehat utama dari Komandan Resimen. Staf Khusus juga menjadi penghubung antara Komandan Resimen dengan masing-masing Angkatan dalam ABRI. Selain itu membantu dalam merumuskan dan mengolah peraturan dalam pelaksanaan tugas resimen. Perwira yang pernah bertugas dalam Staf Khusus ini antara lain Mayor Udara PGT Sudarjo, Kompol Sumarto dari Brigade Mobil.  

4. Staf Pribadi

Tugas pokok dari staf pribadi adalah menyelenggarakan tugas khusus yang diberikan komandan resimen. Sedang fungsinya adalah melaksanakan segala kegiatan yang tidak termasuk dalam bidang satuan bawahan yang ditinjau dari unsur komando dan staf. Perwira yang pernah bertugas di dalam Staf Pribadi ini adalah Mayor CPM Harun.

5. Ajudan

Ajudan bertugas membantu komandan resimen dalam penyelesaian tugas administrasi harian dan pekerjaan komandan resimen yang berhubungan dengan kedinasan. Ajudan bertanggungjawab kepada komandan resimen. Sebagai ajudan, tentunya mengurusi juga soal surat menyurat urusan dinas atau pribadi dari komandan resimen. Juga meneruskan pesan dan kehendak  dari komandan resimen, mengatur tamu komandan, mengatur persiapan dan keperluan dinas komandan, segala sesuatu yang bersangkutan dengan protokoler dimana komandan resimen merupakan salah satu unsurnya. Ajudan yang diketahui pernah bertugas adalah Pembantu Letnan Dua JB Suparno.

6. Bagian I

Bagian I ini bertugas mengurusi masalah intelijen, membuat perencanaan, koordinas dan menyuplai informasi penyelidikan ke Komandan Resimen. Sebagai unit dalam hal intelijen dan operasi maka bagian I melakukan pengumpulan informasi, pengolahan, penyusunan , pencatatan, penggunaan keterangan intelijen. Selain itu merencanakan, mengkoordinasikan dan mengawasi kegiatan dan staf intelijen. Kepala bagian I pernah dijabat Kompol Dodo SW Amiarsa dan Letkol Ali Ebram, mantan Danyon I KK . 

7. Bagian II

Bagian II merencanakan operasi dan membuat perintah operasi. Pemeliharaan kesiapsiagaan dan kewaspadaan resimen berada dalam tugas Bagian II. Bagian II juga menyusun satuan untuk pergerakan pasukan, bekerja sama dengan Bagian III dan IV menyangkut kebutuhan organisasi, personel dan materi logistic. Selain itu Bagian II juga merencanakan dan mengawasi kegiatan latihan pemeliharaan kemampuan resimen, menyiapkan dan membuat perintah operasi dan berkoordinasi dengan satuan lain dalam operasi.

8. Bagian III

Bagian ini mengurusi masalah perencanaan dan pembinaan personel baik sipil maupun militer di resimen. Hal yang dikerjakan seperti perekrutan anggota, laporan kekuatan dan dislokasi resimen, penggantian dan penambahan personel, mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan urusan dalam, melakukan upaya pemeliharaan moril baik kesejahteraan rohani, materil dan administrasi di resimen.

9. Bagian IV

Bagian IV bertugas mengurusi masalah logistik seperti perlengkapan, pengangkutan dan koordinasi dengan dinas teknik lainnya.

10. Detasemen Markas

Denma melakukan tugas pokok seperti menyelenggarakan sesuatu yang berhubungan dengan administrasi dan pelayanan perawatan resimen. Denma di bantu oleh kelompok komando dan kesatuan yang ditugaskan untuk membantu tugas Denma.

Dalam melaksanankan tugas didukung oleh :
1. Pemegang Kas Militer yang mengurusi masalah keuangan resimen 
2. Kompi Perhubungan
3. Kompi Angkutan
4. Kompi Peralatan
5. Kompi Kesehatan 
6. Sekretariat. 

11. Detasemen Kawal Pribadi

DKP merupakan pagar hidup bagi Presiden dan keluarganya. Dipimpin oleh AKBP Mangil, bertugas mengawal Presiden dan keluarganya pada ring I . Anggotanya berasal dari kepolisian. AKBP Mangil telah mengawal Bung Karno sejak tahun 1945.  Fungsinya antara lain sebagai pagar hidup dalam penyelamatan Presiden dan keluarga, menguasai wilayah dimana presiden dan keluarga berada.

12. Detasemen Pengamanan Chusus

Dipimpin Mayor CPM Djoko Sujatno, bertugas mengawal Presiden dan keluarganya pada ring II atau 20 meter dari jarak Presiden dimanapun berada.  Pedoman pengamanan oleh DPC ditentukan Bagian I dan II. Setelah Mayor CPM Djoko Sujatno, perwira yang pernah menjabat sebagai komandan DPC adalah Mayor CPM Gatot Amino

13. Batalyon Kawal Kehormatan

Kesatuan ini bertugas hanya pada lingkar ketiga atau jarak 30 meter dari Presiden . Batalyon KK ( Kawal Kehormatan) berasal dari empat angkatan saat itu. Masing-masing angkatan menyumbangkan pasukan terbaik mereka.
Batalyon I KK berasal dari TNI-AD dengan komandan pertama Mayor Ali Ebram ( mantan Komandan Yonif 454 Banteng Raiders). Batalyon ini bermarkas di Jalan Tanah Abang , Jakarta yang kini digunakan sebagai markas Paspampres.

Mayor Ali Ebram hanya setahun menjabat lalu digantikan Letnan Kolonel Untung dari batalyon yang sama. Kemudian Mayor Ali Ebram naik jabatan menjadi staf Asisten I Intelijen Resimen Cakrabirawa.  Nama Untung inilah yang  sering menjadi perbincangan dan perdebatan sejarah.

Untung sendiri telah kenyang mengalami asam garam berbagai medan pertempuran seperti perang gerilya yang sangat merepotkan Belanda di wilayah Wonogiri, penumpasan Darul Islam, PRRI di Sumatera Barat dan puncaknya ketika dalam rangka Operasi Trikora, pasukan yang dipimpinnya berhasil menyusup lewat udara sehingga memperoleh penghargaan tertinggi Bintang Sakti dari Presiden Soekarno.

Sebelum bergabung di Batalyon 454 Banteng Raiders, Untung berdinas lama di Batalyon infanteri-444, sebuah batalyon tangguh di Solo yang telah ada sejak masa revolusi 1945.

Batalyon ini pada 1953 mempunyai daya tempur tangguh diperkuat 1 kompi raiders. Padahal pada masa tersebut batalyon infanteri lainnya belum mendapat pelatihan raiders kecuali Batalyon 431 Banteng Raiders ( cikal bakal Batalyon 454).

Batalyon I KK diperkuat kurang lebih dua kompi raiders. Meski demikian didapati ada dari kesatuan lain yang bergabung seperti dari Batalyon Infanteri 450 dari Purwokerto.

Sebelumnya pihak RPKAD (Resimen Para Komando AD) pernah akan ditarik sebagai Batalyon I KK, tetapi ditolak oleh Mayor Benny Moerdani.

Dalam peristiwa G30S PKI menurut Komandan Resimen Tjakrabirawa, Brigjen Sabur yang dimuat di Kompas 21 Oktober 1965 disebutkan hanya 106 dari anggota Batalyon I KK yang terlibat di dalam peristiwa tersebut.  

Dari TNI-AL dimasukkan satu batalyon KKO (Korps Komando Operasi-sekarang Korps Marinir TNI AL) dari batalyon 4 KKO sebagai inti. Batalyon ini bernama Batalyon II KK dengan pimpinan Mayor KKO Saminu, marinir veteran perang kemerdekaan melawan Belanda.

Batalyon II bermarkas di asrama Kwini. Seperti Batalyon I,  batalyon ini juga menjaga Istana Negara di Jakarta. Batalyon 4 KKO diresmikan di Cilandak pada 9 April 1962 dengan modal 500 prajurit KKO. Bahkan untuk memperingati angka 9 sebagai tanggal lahir, Batalyon 4 KKO rutin mengadakan apel batalyon di tiap tanggal tersebut. 

AURI juga menyumbangkan satu batalyon PGT (Pasukan Gerak Tjepat-sekarang Paskhas TNI-AU) di bawah pimpinan Mayor Sutoro.  Batalyon ini mendapat nama Batalyon III KK dan berasal dari Batalyon I PGT di Bogor. Sebagian Batalyon IV KK diambilkan dari satuan Brigade Mobil Polri. Batalyon 1129 menjadi inti dari batalyon IV KK yang personelnya diambil dari seleksi seluruh Mobrig di Indonesia. Batalyon IV  dipimpin oleh AKBP Satoto.

Tugas Batalyon III dan IV adalah melakukan penjagaan di Istana Bogor, Cipanas, Yogyakarta dan Tampaksiring Bali.

Dengan demikian Resimen Tjakrabirawa boleh dikatakan mempunyai benteng dari empat pasukan elite yang terpilih.   

Setelah masuk jajaran resimen Tjakrabirawa, maka batalyon terpilih melakukan latihan untuk memantapkan tugas mereka.  Pada April sampai Juni 1963 diadakan latihan SATYAWIRA I di Cisarua. Latihan meliputi perang hutan, aksi partisan, aksi polisionil, pengendalian huru hara, latihan senjata tajam seperti kapak dan pisau lempar, intelijen dan kontra intelijen.

Bagi anggota yang belum berkualifikasi para, diadakan pendidikan para dasar di Margahayu Bandung. Dengan demikian lengkaplah kemampuan tempur Resimen Tjakrabirawa sebagai benteng yang melindungi institusi kepresidenan Indonesia.

14. Angkutan Udara 

Selain itu, resimen juga diperkuat sarana bantuan dalam rangka melakukan fungsi pengangkutan udara di dalam tugas pengamanan yang dibebankan kepada Resimen Tjakrabirawa. Unit ini diperkuat berbagai jenis helikopter.

Jenis helikopter yang digunakan antara lain Sikorsky S-61 buatan Amerika Serikat. Helikopter ini sangat istimewa karena pemberian dari Presiden Amerika Serikat John F Keneddy .

Selain itu masih ada satu buah S-58, dua Bell Jet Ranger, enam Bell-205. Penerbang yang bertugas antara lain Kolonel Udara Kardjono, Kapten Udara Suhardono, Letnan Satu Udara Steven Adam dan Letnan Satu Udara Achmad Ilham. Selain heli ada perkuatan satu buah pesawat kepresidenan jenis C-140 Jetstar dan Kapal KRI Varuna.  

15. Detasemen Bantuan

Merupakan kesatuan yang diperbantukan dalam rangka tugas pengamanan Resimen Tjakrabirawa. Berfungsi menyelanggarakan tugas khusus dalam rangka tugas pengamanan Resimen Tjakrabirawa.

Selain berdasar penelusuran data ditemukan fakta adanya perkuatan dari unsur kavaleri sebanyak 1 kompi panser. Meski sebenarnya kompi ini di bawah komando Komandan Batalyon Kavaleri-1 Kostrad,  tetapi bisa digerakkan oleh komandan resimen. Penempatan bersifat Bawah Perintah atau BP. Setiap saat disediakan 1 kompi yang siaga, meski dalam praktek hanya 1 peleton yang bertugas. Hal ini dikarenakan sarana dan prasarana yang belum memadai untuk menampung pasukan setingkat kompi. Jenis panser yang dipergunakan antara lain Ferret, Saladin dan Saracen. Tugas dari kompi ini dititikberatkan pada evakuasi VIP dan ditempatkan pada ring luar.  Kelak Kompi ini juga berperan besar dalam penerobosan kawasan Halim dalam rangka penumpasan G 30 S PKI.

Informasi Tambahan

Untuk menjadi anggota Resimen Tjakrabirawa diperlukan sejumlah persyaratan. Tidak semua anggota ABRI pada saat itu bisa direkrut menjadi anggota resimen. Adapun persyaratan tersebut antara lain :

Persyaratan Mental 
1. Warga negara Indonesia yang tidak disangsikan loyalitas dan kesadaran nasionalnya.
2. Bernilai Manipol-Usdek.
3. Tidak pernah absen dalam perjuangan Republik Indonesia dalam segala fase (untuk junior aktif dalam fase terakhir).
4. Melalui pendidikan khusus.
5. Konduite baik daripada kesatuan asalnya.

Persyaratan fisik dan kemampuan teknis.
1. Mahir menembak.
2. Mahir melepar pisau.
3. Bersedia mengorbankan jiwa untuk kepentingan tugasnya.
4. Berkondisi fisik untuk tujuan kerja.

Setelah 3 tahun bertugas, peran Tjakrabirawa sebagai Resimen Khusus yang bertugas melakukan pengawalan dan pengamanan terhadap diri Presiden Republik Indonesia beserta keluarganya berakhir pada tanggal 28 Maret 1966. Kesatuan ini dilikuidasi berdasarkan surat perintah Menteri Panglima Angkatan Darat nomor Sprint/75/III/1966 karena proses sejarah.

Keterlibatan Cakrabirawa dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965, banyak menuai anggapan negatif oleh masyarakat. 

Tidak semua dari anggota Pasukan Cakrabirawa terlibat peristiwa penculikan para Jenderal, hanya sekitar satu kompi dari Batalyon Kawal Kehormatan I yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung saja yang terlibat.

Pasukan Cakrabirawa di bawah komando Untung ditangkap kemudian diadili dalam sidang Mahmilub. Beberapa pasukan yang tidak terlibat secara langsung kemudian dibebastugaskan dan ditarik kembali ke kesatuan awal mereka berada, bersamaan dengan dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret.

Dilansir dari laman Provinsi Sumatera Barat, dalam peristiwa G-30-S bergerak atas satu komando yang dipimpin Komandan Batalyon I Cakrabirawa, Letnan Kolonel Untung Syamsuri.

Awal mula gerakan ini hanya bermaksud menculik dan membawa para Jendral dan perwira tinggi ke Lubang Buaya. Namun, ada beberapa pasukan Cakrabirawa yang memutuskan untuk membunuh Dewan Jendral dan perwira tinggi.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal Pasukan Cakrabirawa dalam Peristiwa G-30-S", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/edu/read/2022/09/30/065000471/mengenal-pasukan-cakrabirawa-dalam-peristiwa-g-30-s.

 

Sumber: Kompas
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

Beli LEGO One Piece Di Blibli

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved