Sistem Zonasi PPDB Bermasalah, Puluhan Masyarakat Geruduk Bale Kota Tasikmalaya

Puluhan masyarakat yang mengatasnamakan diri sebagai 'Forum Parlemen Jalanan Pemerhati Pendidikan' menggeruduk Bale Kota Tasikmalaya, Jawa Barat

Penulis: Aldi M Perdana | Editor: ferri amiril
tribunpriangan.com/aldi m perdana
Puluhan masyarakat yang mengatasnamakan diri sebagai 'Forum Parlemen Jalanan Pemerhati Pendidikan' menggeruduk Bale Kota Tasikmalaya, Jawa Barat pada Senin (5/8/2024). 

Tatang juga mempertanyakan hitungan 10 siswa per 9 meter dengan hasil 36 murid.

"Jadi, seharusnya aturan itu melihat kebutuhan, bukan masyarakat yang melihat aturan itu tetapi malah tidak bermanfaat," ujarnya.

Selanjutnya, Tatang mengaku bahwa pihaknya mencermati adanya pertentangan antara pemerintahan provinsi dengan kota dalam hal pendidikan tingkat SMA.

"Kami mencermati, bahwa Kota Tasikmalaya sudah dikotomi (red: pembagian atas dua kelompok yang saling bertentangan) oleh pemerintahan provinsi, dalam hal pendidikan SMA dan SMK. Harusnya 'kan mengacu kepada prinsip-prinsip PPDB," ucapnya.

Prinsip yang dimaksud Tatang, yakni yang pertama ialah non-diskriminatif.

"Tapi yang ada malah kami termajinalkan. Kedua, objektif. Tapi bagaimana objektif ketika ada dari wilayah lain di luar zonasi, radiusnya juga melebihi, itu ada yang sekolah. Bagaimana hitung-hitungannya? Melalui apa? Manual atau sistem ini yang perlu dipertanyakan?" ucap dia.

Ketiga, lanjut Tatang, adalah transparansi.

"Tapi saat ini yang ada adalah eksklusif semua. Masyarakat dengan siswa, dengan pihak-pihak di Kota Tasikmalaya, seolah-olah ini pengganggu. Mereka tidak akan menerima memberikan keterangan-keterangan itu," terangnya.

"Keempat adalah akuntabel, bagaimana mereka bisa mempertanggungjawabkan? Tanggungjawab itu bukan hanya provinsi saja, akan tetapi lebih mutlak tanggung jawab itu kepada masyarakat. Anak-anak ini harus ada jawabannya," lanjut Tatang.

"Kelima adalah prinsip berkeadilan. Bagaimana mau adil? Sekarang masyarakat sebetulnya tidak siap dengan PPDB sistem zonasi ini, karena kami pasti setiap tahunnya akan tersandung oleh persoalan itu, karena Bungursari dan Cibeureum itu belum memiliki SMA dan SMK (red: blankspot), sehingga kami tersisihkan terus dengan adanya masalah zonasi," paparnya.

Menurut Tatang, Kota Tasikmakaya perlu adanya pemerataan sekolah.

"Jadi ini kekurangan sekolah, terus juga bisa digunakan jam pagi atau jam siang. Dibikin dua kali 'kan nggak apa-apa. Kalau memang ini kota membutuhkan guru ya, berarti kan itu pemberdayaan, menyerap lapangan kerja. Di kita ini 'kan ada beribu-ribu honorer yang tidak jelas nasibnya. Kalau itu digunakan, maka semuanya juga efeknya positif," kata dia.

Kesimpulannya, tambah Tatang, latar belakang permasalahan tersebut, yakni kekurangan kelas, kekurangan bangku, serta kekurangan sekolah.

"Yang terdampak ada sekira 6000 siswa kurang lebih. Ini harus dikemanakan? Kalau dipaksakan untuk ke sekolah swasta, maka pembiayaannya berat. Maka, kesimpulan kami bahwa pemerintah ini harus bersikap," ucapnya.

"Permintaan kami, karena KCD Wilayah XII Tasikmalaya dianggap lebay, tidak efektiflah, makanya bubarkanlah KCD. Kembalikan SMK dan SMA itu kewenangannya ke Dinas Pendidikan Kota dan Kabupaten. Itu lebih efektif," pungkasnya.

Sementara itu, sampai berita ini ditulis, massa aksi masih belum berhasil bertemu dengan Pj Wali Kota Tasikmalaya.

Sedang massa aksi tengah berdiskusi dengan pihak Asda Pemkot Tasikmalaya.(*)

Sumber: Tribun Priangan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved