UMP 2026

Berapa Angka KHL yang Bakal Jadi Variabel Penentu UMP Jabar 2026?

KHL Bakal Jadi Variabel Penentu UMP Jabar 2026, Berapa Angka yang Paling Dekat?

Penulis: Lulu Aulia Lisaholith | Editor: ferri amiril
Kolase TribunPriangan.com
UMP JABAR 2026 - KHL Bakal Jadi Variabel Penentu UMP Jabar 2026, Berapa Angka yang Paling Dekat?. (Kolase TribunPriangan.com) 

"Jadi tidak dalam satu angka, karena kalau satu angka berarti disparitasnya tetap terjadi. Jadi kita sadar bahwa ada provinsi atau ada kota kabupaten yang memang pertumbuhan ekonominya tinggi, silakan, dia boleh lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi, kota atau kabupaten yang memang pertumbuhan ekonominya tidak tinggi," bebernya.

Dewan pengupahan daerah juga diberi kewenangan lebih dalam perhitungan upah minimum sesuai dengan amanat MK. Selanjutnya, UMP akan diumumkan oleh para kepala daerah masing-masing.

Baca juga: Pekerja di Sumedang Gigit Jari UMP 2026 Tak Jadi Tembus Rp 6 Juta, Kemnaker Usulkan Skema Ini

Dikabarkan sebelumnya, Alasan utama yang paling mendasar dari batalnya proses pengupahan gaya lama yang telah digunakan beberapa tahun lalu, nyatanya berdasar pada pertimbangan kebutuhan hidup layak (KHL) yang semakin menonjol dari berbagai daerah.

Pasalnya, proses pengupahan versi ini hanya akan menambah kesenjangan disparitas upah antar wilayah yang kini menjadi perhatian pemerintah.

jika mengambil contah di tahun 2025, pengupahan selalu mendasar pada satu angka yang akan digunakan diseluruh daerah.

Sedangkan tidak semua daerah akan sama pertumbuhan ekonominya, yang akan berakhibatkan terjadinya kesenjangan atau disparitas terkait dengan upah minimum lintas kota, kabupaten dan lintas provinsi, dan masing-masing daerah memiliki pertumbuhan ekonomi yang beragam.

Sebab jika mengambil kebijakan yang sama ketika tahun 2025, di mana Presiden Prabowo Subianto yang memutuskan kenaikan upah nasional sebesar 6,5 persen. 

Dimana saat itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli memberikan rekomendasi kenaikan 6 % , namun Prabowo memilih angka lebih tinggi setelah berdiskusi dengan pimpinan buruh, namun tetap dijalankan sesuai ketentuan yang ada.

"Jadi tidak dalam satu angka, karena kalau satu angka berarti disparitasnya tetap terjadi. Jadi kita sadar ada provinsi/kota/kabupaten yang memang pertumbuhan ekonominya tidak tinggi. Silakan dia boleh lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi/kota/kabupaten yang memang pertumbuhan ekonominya tinggi," jelasnya.

Ini menjadi kekhawatiran pemerintah yang berdampak pada daerah dengan nominal Upah terkecil perdaerah, kota, maupun provinsi nantinya.

Baca juga: Mengenal Decent Living Standard, Patokan Kemenaker Batalkan Pengumuman UMP 2026 di 21 November 2025

Perkenalan Skema Upah Baru 2026

Untuk itu, pihaknya akan mengusung konsep baru yang nanti dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP), bukan lagi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) seperti tahun lalu. 

Dengan bentuk PP yang baru ini, maka penetapan UMP tidak lagi terikat dengan PP 36/2021, yang mana ada tenggat penetapan kenaikan UMP di tanggal 21 November.

"Artinya kita tidak terikat dengan tanggal yang ada pada PP 36/2021. Jadi tidak ada terikat dengan tanggal-tanggal harus 21 November," ucap dia.

Selain itu, Yassierli juga menjelaskan mulai Senin hingga Rabu pekan depan, Kemnaker akan menggelar sarasehan dengan para kepala dinas tenaga kerja seluruh Indonesia untuk mematangkan konsep rentang kenaikan (range) yang akan menjadi acuan daerah.

"Sesuai amanat MK dia akan berupa range yang nanti kita berikan wewenang dari Dewan Pengupahan Provinsi/Kota/Kabupaten untuk menentukan dalam range itu sesuai dengan pertumbuhan ekonomi masing-masing wilayah," katanya.

Sumber: Tribun Priangan
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved