Kedatangan Listrik di Desa Pasirkiamis Garut Diabadikan dengan Nama Me'en

Bagi warga di Kampung Pasirkiamis, Desa Pasirkiamis, Kabupaten Garut, Jawa Barat datangnya listrik bukan sekadar kisah

Penulis: Sidqi Al Ghifari | Editor: ferri amiril
tribunpriangan.com/sidqi al ghifari
SEBUAH NAMA - Me'en atau Rahmat Abdul Hidayat sebuah nama untuk mengenang hadirnya listrik di Kampung Pasirkiamis, Desa Pasirkiamis, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Ia didampingi sang ibu (kanan) saat dikunjungi Tribun, Selasa (21/10/2025) 

Doa Ibu dan Saksi Kelahiran Me'en 

Seorang warga Kampung Pasirkiamis bernama Jajang Koswara (51) adalah saksi dari kelahiran Me'en, di tahun itu ia bekerja sebagai seorang teknisi pemasangan jaringan listrik di desanya.

Ia bercerita bahwa Me'en lahir bertepatan saat listrik mulai menerangi desa. Nama tersebut diberikan oleh masyarakat kampung untuk mengenang peristiwa tersebut.

Kedatangan listrik bagi masyarakat Sunda adalah peristiwa yang kerap dikenang, bahkan selalu jadi topik pembicaraan orangtua jaman dulu saat membahas awal mula suatu kampung mulai berkembang.

"Me'en atau Pe'en atau PLN, itu untuk mengenang dan bentuk rasa syukur masyarakat atas datangnya listrik ke kampung ini," ujar Jajang.

Ia menjelaskan, pada masa itu masyarakat begitu antusias menyambut kehadiran listrik. Warga berbondong-bondong keluar rumah hanya untuk menyaksikan lampu-lampu mulai menyala satu per satu.

Cahaya itu ungkapnya, merata ke seluruh penjuru desa, menerangi kegelapan malam yang selama ini hanya diterangi sumbu minyak.

"Setelah ada listrik di kampung ini, kehidupan berubah ekonomi pun berubah, perlahan berkembang sampai saat ini," ungkapnya.

Di balik lahirnya Me'en, sang ibu, Enyi (65) mengungkap bahwa anak bungsunya itu ternyata lahir tanpa bantuan dukun beranak atau paraji.

Bahkan saat lahir, ayah dari Me'en tengah sakit keras sehingga detik-detik kelahiran anak bungsunya itu tanpa sempat diawasi oleh suaminya.

"Ya lahir saja sendiri, di samping bapaknya yang lagi sakit, sudah itu baru diurus paraji," ungkapnya.

Tak lama dari itu ayah Me'en meninggal dunia karena sakit paru yang sudah dideritanya selama satu tahun, sang ibu kemudian harus berjuang sendirian mengurus tiga anak-anaknya.

Keluarga Me'en saat itu hidup dalam garis kemiskinan, bahkan saat listrik tiba, rumahnya masih gelap gulita dibandingkan para tetangganya.

"Makanya anak saya ini dulu dikasihani sama tetangga, karena lubang hidungnya sering hitam karena asap minyak, tetangga akhirnya memberikan listrik ikut nyolok," tuturnya.

Dengan berlinang air mata, Enyi menceritakan kisah hidupnya itu, ia berhasil membesarkan anak-anaknya dengan berjualan kerajinan alumunium khas kampungnya.

Sumber: Tribun Priangan
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved