Korupsi Pengadaan Lahan Tol Cisumdawu

Cara 5 Tersangka Korupsi Pengadaan Lahan Tol Cisumdawu, Diketahui Setelah Ada Gugatan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi korupsi. Cara 5 Tersangka Korupsi Pengadaan Lahan Tol Cisumdawu, Diketahui Setelah Ada Gugatan

Laporan Kontributor TribunJabar.id, Kiki Andriana

TRIBUNPRIANGAN.COM, SUMEDANG - Kejaksaan Negeri Sumedang menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengadan lahan Tol Cisumdawu. Peristiwa itu terjadi pada tahu 2019.

Kepala Kejaksaan Negeri Sumedang, Yenita Sari membeberkan tindakan para pelaku berinisial DSM, AR, AP, MI, dan U itu, yang dinilai sebagai korupsi yang merugikan negara.

"Pada 2019-2020, telah diaksanakan pembebasan lahan untuk jalan tol seksi 1 di Cilayung. Pada tahun itu, ada inventarisasi dan identifikasi hak tanah untuk mendapatkan ganti rugi, di mana AR ditunjuk sebagai Satgas, B dan P adalah anggotanya," kata Yenita saat jumpa pers, Senin (1/7/2024).

"Hasil itu dituangkan dalam daftar nominatif untuk mendapatkan penggantian wajar, yang selanjutnya akan dikirimkan ke pejabat PPK Kementerian PU," ungkap Yenita.

Baca juga: Breaking News - 5 Tersangka Kasus Korupsi Pengadaan Lahan Tol Cisumdawu Ditahan

"Dari inventarisasi itu ada 9 tanah berupa 7 leter C tanah adat dan 2 SHGB. Berdasarkan pembayaran dari lembaga aset negara, tahun 2021, untuk pembayaran hal itu ke rekening PN Sumedang telah dibayarkan atas nama PT Priwista Raya," katanya.

Namun, uang yang sudah masuk ke PN Sumedang itu tak bisa dicairkan karena ada gugatan dari Iyus Iskandar dkk. Gugatan sejatinya dilayangkan pada 2020.

"Maka uang tersebut dikonsinyasikan," katanya.

Baca juga: Fakta Baru di PT KPS yang Dikeluhkan Warga, Satpol PP Sumedang Temukan Sumur Artesis Tak Berizin

Setelah ditelusuri sesuai gugatan itu, ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan kelima tersangka.

"Dari hasil penyidikan, terhadap pengajuan kesembilan bidang tanah itu, ada perbuatan melawan hukum yakni pengalihan hak kepemilikan setelah ada penetapan lokasi, sebagaimana diatur oleh Peraturan Gubernur tahun 2005, juga ada manipulasi data dan ganti rugi yang tidak wajar," kata Yenita.

Dalam hal ini, negara mengalami kerugian senial Rp 329 miliar atau tepatnya Rp329.718.336.292. [*]