Liputan Khusus Sampah di Jabar

Jabar Belum Merdeka dari Sampah: Banyak TPA Penuh dan Ada Pemda yang Kena Sanksi

Kondisi ini diperparah dengan sanksi administratif dariKLHK pada Maret 2025, yang mewajibkan penghentian praktik open dumping

|
Editor: Dedy Herdiana
Grafis Tribun Jabar
LIPUTAN KHUSUS - Jabar Belum Merdeka dari Sampah: Banyak TPA Penuh dan Ada Pemda yang Kena Sanksi 

Sekda Jabar, Herman Suryatman mengungkapkan, Pemprov Jabar menggelontorkan dana hampir Rp15 Miliar untuk perbaikan sistem pengelolaan TPAS Sarimukti. Di bulan Desember 2025, Herman memastikan sistem pemproresan sampah di TPAS Sarimukti akan sesuai dengan standar, termasuk pada sistem Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL). 

Herman menegaskan, TPAS Sarimukti telah berstatus tempat pengelolaan sampah dengan sistem Sanitary Landfi ll, dimana sampah diletakkan di area yang cekung, dipadatakan, hingga ditutup dengan lapisan tanah secara berkala. Sanitary Landfi ll itu diklaim seiring dengan beroperasinya zona perluasan atau zona 5 dengan luas 6,3 hektar.

Saat ini ada pembatasan tonase sampah dari wilayah Bandung Raya. Kota Bandung mendapat jatah harian pembuangan sampah ke TPAS Sarimukti sebanyak 981,31 ton, Kabupaten Bandung 280,37 ton, Kota Cimahi dan KBB mendapat jatah sebesar 119,16 ton.Dengan skema yang digulirkan, zona 5 atau zona perluasan TPAS Sarimukti diprediksi mampu menampung sampah dari wilayah Bandung Raya hingga Juni 2028.

TPA Cikolotok Terancam Penuh

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cikolotok di Desa Margasari, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Purwakarta, kini hanya memiliki sisa kapasitas 40 persen. Dari total luas lahan 10 hektare, sebanyak 60 persen sudah terisi sampah.

Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Purwakarta, Kosasih, mengatakan produksi sampah di daerahnya mencapai 400 ton per hari, namun hanya 160 ton yang dapat diangkut ke TPA Cikolotok
karena keterbatasan armada.

“Jika tidak diantisipasi, TPA ini bisa penuh total dalam lima tahun ke depan,” ujarnya, Jumat (15/8).

Pengelolaan sampah di TPA Cikolotok masih menggunakan metode sanitary landfi ll manual. Selain itu, masih terdapat praktik open dumping, sehingga DLH menerima teguran dari Kementerian Lingkungan Hi-
dup (KLH). KLH meminta agar yang dibuang ke TPA hanya residu, sehingga perlu penguatan pengolahan sampah di hulu.

Saat ini, sekitar 50 persen lahan digunakan untuk open dumping, 10 persen untuk jalur instalasi pengolahan
air limbah (IPAL), sementara sebagian lahan belum bisa dimanfaatkan karena kondisi tanah labil. DLH tengah menyusun Detail Engineering Design (DED) untuk menutup area open dumping dan membuka lahan baru dengan sistem sanitary landfi ll yang lebih tertata. 

TPAS Mekarsari Menyisakan 50 persen

Kapasitas Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS) Mekarsari di Kecamatan Cikalongkulon, Kabupaten Cianjur, mulai menipis. Dari total lahan seluas 25 hektare, sebanyak 12 hektare telah terpakai untuk penampungan dan pengolahan sampah.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Cianjur, Komarudin, menjelaskan bahwa 7 hektare dari lahan yang sudah digunakan dialokasikan untuk sistem sanitary landfi ll, sementara 5 hektare sisanya menjadi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST).

“Idealnya, berdasarkan tata ruang, TPAS Mekarsari membutuhkan sekitar 100 hektare. Saat ini baru 25 hektare yang tersedia,” ujarnya, Jumat (15/8).

Sejak Februari 2024, TPAS Mekarsari sudah beralih dari sistem open dumping ke sanitary landfi ll. Perubahan ini dilakukan setelah sebelumnya Pemkab Cianjur menerima sanksi administratif dari Kementerian Lingkungan Hidup terkait pengelolaan sampah.

Komarudin menyebutkan, keterbatasan lahan menjadi tantangan utama. Tahun ini, Pemkab hanya mampu membebaskan 0,5 hektare dari usulan 5 hektare karena keterbatasan anggaran. “Akses jalan menuju TPAS juga belum memadai, dan akan dilakukan pemadatan pada perubahan anggaran,” katanya.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved