Pelajar Meninggal Tak Wajar

Guru BK SMAN 6 Garut Blak-blakan Soal Kondisi Psikologis dan Akademis Siswa yang Akhiri Hidup

siswa SMAN 6 Garut itu telah lama menjadi perhatian karena dinilai memiliki kerentanan dalam aspek akademik dan psikologis

Penulis: Sidqi Al Ghifari | Editor: Machmud Mubarok
TRIBUN JABAR / SIDQI AL GHIFARI 
RIWAYAT KONSELING - Koordinator Guru Bimbingan Konseling SMAN 6 Garut  Ranggi Puji Widiarestadi saat ditemui di kantornya, Selasa (15/7/2025). Beberkan riwayat bimbingan konseling siswa yang akhiri hidup yang diduga mengalami perundungan. 

Laporan Kontributor Tribunjabar.id Garut, Sidqi Al Ghifari 

TRIBUNPRIANGAN.COM, GARUT - Kasus meninggalnya seorang P (16) siswa SMA di Garut yang diduga mengalami perundungan hingga mengakhiri hidupnya sendiri, masih menyisakan duka dan tanya. 

Pihak SMA Negeri 6 Garut melalui guru Bimbingan Konseling (BK) mengungkapkan bahwa siswa tersebut, telah lama menjadi perhatian karena dinilai memiliki kerentanan dalam aspek akademik dan psikologis.

Koordinator Guru BK Ranggi Puji Widiarestadi menyampaikan bahwa pihaknya secara rutin melakukan sharing dan pemetaan terhadap siswa-siswa yang menunjukkan kerentanan, baik secara akademik maupun mental. 

Dalam proses itu, P termasuk salah satu siswa yang diidentifikasi sebagai anak dengan kerentanan akademik.

"Selama satu tahun kami menangani, ada beberapa catatan yang menjadi perhatian. Dari segi kehadiran, tidak ada masalah, dia tergolong rajin masuk sekolah. Namun gejala kerentanannya muncul dari respons terhadap tugas-tugas sekolah," ujar Ranggi saat ditemui Tribunjabar.id di kantornya, Selasa (15/7/2025).

Menurutnya, P kerap tidak mengerjakan tugas. Saat ditanya, ia hanya menjawab tidak bisa, atau memilih diam. Bahkan tak jarang, siswa tersebut benar-benar tidak memberikan respons apa pun.

Secara psikologis, komunikasi dengan P pun dinilai sulit. Ia dikenal sebagai anak yang sangat tertutup dan tidak mudah membuka diri.

Namun, Ranggi menyebutkan dari hasil assesmen kebutuhan penjurusan yang dilakukan pada P, hasil psikotes tersebut menunjukkan adanya indikasi masalah dalam aspek kepribadian, salah satunya daya juang yang rendah.

Baca juga: SMA 6 Garut Bantah Siswanya Alami Bullying di Sekolah Hingga Akhiri Hidup

"Ketika menghadapi tantangan, dia cenderung cepat menyerah. Misalnya, saat diberi tugas yang dianggap sulit, reaksinya seperti, ‘ah udah weh’, seolah langsung menyerah begitu saja. Tapi asesmen ini memang hanya untuk kebutuhan penjurusan, bukan diagnosis psikologis menyeluruh," jelasnya.

Ia menjelaskan kondisi tersebut berdampak pada motivasi belajar P yang disebut semakin menurun di semester dua. 

Pihak BK pun telah berupaya menjalin komunikasi dengan orang tua, termasuk melakukan pertemuan bersama guru mata pelajaran.

Bahkan sejumlah guru sudah diminta untuk meringankan tugas-tugasnya demi mencegah beban yang berlebihan.

"Kami melihat dia masih punya niat untuk sekolah, dan itu kami hargai. Kami ingin mencegah agar tidak ada beban yang membuatnya malah menarik diri," katanya.

Namun menjelang Ujian Akhir Semester (UAS), perkembangan akademik P tidak menunjukkan kemajuan. Pihak sekolah pun sudah memberi peringatan bahwa jika tidak ada progres, kemungkinan besar siswa tersebut tidak akan naik kelas.

"Ibunya sudah tahu soal kondisi ini. Kami memiliki bukti komunikasi lewat pesan singkat. Meski hanya dua kali kami undang secara langsung ke sekolah, komunikasi melalui wali kelas dan guru mapel cukup intens dilakukan," ungkap Ranggi.

Kemudian saat pembagian rapor, siswa-siswa yang dinyatakan tidak naik kelas memang dipisahkan.

Pihak sekolah menyebut bahwa mereka menghubungi orang tua P untuk menyampaikan hasil rapat pleno bahwa anaknya tidak naik kelas 

Dalam komunikasi tersebut, ibunya mengungkap adanya dugaan perundungan yang dialami anaknya, bahkan menyebutkan bahwa seluruh teman sekelas diduga terlibat.

"Kami cukup terkejut, karena selama satu tahun kami menangani P tidak ada satu pun indikator atau laporan soal itu. Baru satu hari sebelum pembagian rapor, hal itu disampaikan," pungkasnya.

Sebelumnya, P (16) seorang anak SMA kelas 10 di Kabupaten Garut, Jawa Barat ditemukan meninggal dunia di rumahnya sendiri dalam kondisi tak wajar.

Anak tersebut diduga mengakhiri hidup lantaran menerima perundungan di sekolahnya. Ia merupakan siswa SMA 6 Garut.

P diketahui ditemukan meninggal dunia dalam kondisi tak wajar di area luar lantai dua rumahnya pada Senin (14/7/2025) subuh.

Kasatreskrim Polres Garut AKP Joko Prihatin mengatakan pihaknya telah melakukan penyelidikan atas kasus tersebut.

Tim Inafis Polres Garut juga ungkapnya, kemarin pagi telah melakukan serangkaian tugas.

"Sampai hari ini kami sedang melakukan penyelidikan, untuk kematiannya benar karena akhiri hidup," ujarnya kepada awak media, Selasa (15/7/2025).

*Berita ini tidak dimaksudkan untuk menginspirasi siapapun untuk melakukan tindakan mengakhiri hidup. Jika pembaca mengalami gejala depresi dan berpikir untuk melakukan tindakan serupa, silahkan mekesehatan mental atau psikiater.

 

 

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved