Isra Miraj 1446 H

4 Kultum Singkat Tentang Isra Miraj 2025 Berbagai Tema, Kisahkan Hikmah akan Perjalanan Rasulullah

Berikut Ini 4 Kultum Singkat Tentang Isra Miraj 2025 Berbagai Tema, Kisahkan Hikmah akan Perjalanan Rasulullah

Freepik.com
4 Kultum Singkat Tentang Isra Miraj 2025 Berbagai Tema, Kisahkan Hikmah akan Perjalanan Rasulullah 

Maasiral Muslimin Rahimakumullah

Hari-hari ini kita sedang memperingati peristiwa yang bersejarah dalam kehidupan umat manusia, khususnya umat Islam yaitu peristiwa Isra’ dan Mi’raj nabiyullah Muhammad.

Dua peristiwa tapi dilakukan dalam satu paket perjalanan.

Isra’ dalam perjalanan dari masjidil Haram ke masjidil al-Aqsa. Mi’raj adalah perjalanan menuju ke Sidratul Muntaha.

Isra’ berdasarkan dalil yang sifatnya qha’iyyu ad-dilalah karena berdasarkan surah Isra’ ayat satu. Sedangkan mi’raj, para ulama berbeda pendapat terkait dengan landasan terjadinya mi’raj.

Di dalam al-Quran menyebutkan di dalam surah an-Najm, juga ada di dalam hadis ahad tapi tidak sampai kepada hadis mutawatir. Sehingga posisi dalilnya adalah dzonniyyu ad-dilalah. Tetapi dua peristiwa itu diyakini telah terjadi oleh para ulama.

Kejadian yang tentu diluar logika manusia. Oleh karena itu disebut dengan mukjizat.

Merupakan sesuatu yang khoriqatun li al-‘adah. Yang luar biasa, yang keluar dari kebiasaan. Dalam hidup ini Allah mempunyai hak untuk menciptakan segala sesuatu.

Terjadinya itu bisa karena sebab yang ‘adiyyah, bisa karena sebab yang ghoiru ‘adiyyah. Kehidupan yang normal seperti yang kita lakukan ini, segala sesuatu terjadi karena sebab yang ‘adiyyah.

Setiap kejadian yang sabab ‘adiyyah itulah hidup kita ini akan bisa menjadi tertib. Bisa memungkinkan kita untuk membuat sebuah perencanaan, agenda, yang harus kita lakukan dalam tahapan-tahapan kehidupan ini.

Sabab al-‘adiyyah ini, orang biasa menyebut sebagai apa yang didasarkan dari Allah dalam hukum-hukum alam atau sunnatullah. Kalau mau pintar, maka untuk menjadi pintar tentu sabab ‘adiyyah-nya adalah dengan belajar.

Belajar itu mendengarkan, membaca, merenungkan, mengkaji, itu namanya sababun ‘adiyyah.

Kalau orang mau sehat, tentu harus bisa menjaga keseimbangan dalam pola hidupnya. Baik dalam segi makanan, pola istirahat, dan lain-lain. Hal-hal seperti ini adalah sababun ‘adiyyah.

Kalau orang mau mendapat duit, maka harus bekerja. Sababun ‘adiyyah ini diberikan oleh Allah kepada siapapun.

Dalam hidup di dunia ini, siapapun berhak (dalam sababun ‘adiyyah). Selama dia mampu melewati dan menjalani sababun ‘adiyyah tersebut.

Mau mengikuti proses kejadian dalam alam semesta ini. Maka siapapun dia, baik muslim ataupun non-muslim, baik orang Indonesia maupun orang luar negeri, siapapun punya hak untuk mendapatkan sesuatu yang dia inginkan itu.

Orang Islam berhak untuk pintar kalau dia belajar dengan baik. Orang Islam berhak untuk kaya, kalau dia berkerja dengan baik.

Ukuran baik itu ada sunnatullah-nya, ada ukuran-ukuran yang tentu harus memenuhi standar pekerjaan, standar usaha yang mesti dilakukan di dalam proses kehidupan ini. Itu namanya sababun ‘adiyyah. Jika kanjeng Nabi mengatakan,

إِنَّ اللهَ يُعْطِي الدُّنْيَا مَنْ يُحِبُّهُ وَمَنْ لَا يُحِبُّهُ

Allah memberikan persoalan yang menyangkut dunia ini kepada siapapun, baik orang itu dicintai oleh Allah maupun orang yang tidak disukai oleh Allah.

Semua (orang) ini dikasih di dunia. Orang yang dibenci oleh Allah, dia bisa kaya dan sukses. Sebagai seorang pemimpin, dia bisa menjadi seorang pejabat.

Hal ini semua, ketika seseorang itu mampu melakukan sesuatu sesuai dengan hukum-hukum yang berlaku dalam memperoleh hal yang dia inginkan tersebut. Tetapi untuk di akhirat, wa yu’thi ad-din li man yuhibbuhu. Untuk urusan agama dan akhirat, Allah memberikan kepada orang yang dicintai oleh Allah.

Tentu yang dicintai oleh Allah adalah orang yang beriman dan senantiasa taat kepada-Nya. Itulah yang berhak mendapatkan kehidupan yang bahagia di akhirat nanti.

Di dunia ini berlaku hukum alam itu dan ia disebut sebagai sababun ‘adiyyah. Ada rumusan, kaidah, konsep, managemen, yang harus dilakukan di dalam setiap kita ingin mencapai sebuah apa yang kita inginkan.

Yang kedua, sesuatu itu bisa terjadi karena sababun ghoiru ‘adiyyah. Kedua hal ini jaizun fi haqqihi ta’ala. Sesuatu yang menjadi hak penuh dan kewenangan Allah untuk melakukan atau tidak melakukan itu. Mukjizat ini adalah sesuatu yang khoriqatun li al-‘adah. Isra’ dan mi’raj ini terjadi di luar jangkauan akal pikiran manusia.

Itu bisa terjadi karena asro bi ‘abdihi. Yang menghendaki terjadinya perjalanan itu adalah gusti Allah. Jangankan dua pertiga malam, lebih cepat dari itu pun Allah itu bisa ketika Dia menghendaki.

Karena hal itu masuk dalam wilayah jaizun. Tetapi tidak kemudian sesuatu yang ghoiru ‘adiyyah, aneh-aneh itu semua terjadi secara berulang-ulang. Itu tidak bisa terjadi terlalu sering apalagi terus-menerus, nanti namanya bukan lagi ghoiru ‘adiyyah.

Dan tentu jika terjadi maka akan mengacaukan terhadap sistem kehidupan itu sendiri. Tuhan ingin menunjukkan saja (melalui isra’ dan mi’raj) bahwa Dia itu Maha Kuasa.

Makanya ada Nabi Isa as. yang lahir tanpa seorang ayah. Ada Hawa yang lahir tanpa seorang ibu. Ada Nabi Adam as. yang lahir tanpa ayah dan ibu.

Itu semua menunjukkan bahwa “sebab” bagi Allah bukanlah sebuah keharusan. “Sebab” bagi Allah adalah jaizun fi haqqihi ta’ala. Merupakan sebuah pilihan, bisa sababun ‘adiyyah maupun ghoiru ‘adiyyah.

Tetapi untuk kenormalan hidup manusia, supaya manusia mempunyai planning yang jelas, supaya hidup ini menjadi jelas, maka hidup itu bertumpu kepada sababun ‘adiyyah yang disebut dengan hukum-hukum alam yang terjadi pada kehidupan kita ini.

 

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ الْعَظِيْمِ،  وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَةِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْم

 إنَّهُ تَعَالى جَوَّادٌ كَرِيْمٌ رَؤُوْفٌ الرَّحِيْمُ

 

Sumber: laman resmi Pondok Pesantren Tebuireng Jombang

Baca juga: 25 Ucapan Selamat Memperingati Isra Miraj 2025

3. Kultum Isra Miraj 2025: Peristiwa Agung Rasulullah SAW

Peristiwa Isra’ dan Mi’raj terjadi pada saat Rasulullah SAW mengalami masa-masa kecemasan. Karena beberapa waktu sebelumnya, Rasulullah SAW sangat terpukul dengan meninggalnya dua orang yang menjadi ujung tombak kekuatan beliau dalam mendakwahkan agama Islam, yakni Khadijah RA dan Abu Thalib RA.

Sementara tekanan fisik maupun psikis yang terus dilancarkan kafir Quraisy semakin menambahkan kegelisahan beliau. Seolah tiada celah dan harapan bagi masa depan agama Islam pada saat itu.

Kala itu, Rasulullah saw. ditinggal oleh pamannya, Abu Thalib, dan istri tercinta, Khadijah. Sepeninggal kedua orang istimewa ini, kehidupan Rasullah saw. kerap dilanda kesedihan dan dihujani berbagai duka yang amat perih.

Akan tetapi, yang paling membuat Nabi bersedih adalah tertutupnya pintu-puntu dakwah untuk menyebarkan Islam. Pasca meninggalnya kedua orang ini pula, di mana pun beliau menyerukan Islam, di situ pasti terdapat penolakan. Semua orang kini berani memusuhi Rasulullah saw. secara terang-terangan. (Lihat: Said Ramadhan al-Buthi, Fiqh As-Sirah An-Nabawiyah, hlm. 97)

Maka pada malam malam 27 Rajab, seakan menjadi penyejuk di tengah kegersangan yang selama ini menyelimuti beliau. Perjalanan Isra’ dari Masjidil Haram di Makkah menuju Masjidil Aqsha di Baitul Muqaddas menjadi langkah untuk menjelajahi napak tilas perjuangan nabi-nabi terdahulu.

Begitu pula dengan proses Mi’raj, beliau dapat melihat secara langsung seluruh alam dan singgasana kebesaran di jagad raya. Secara keseluruhan, semua yang beliau alami pada malam itu telah membantu meredakan kecemasan yang beliau alami selama ini dan meningkatkan kembali gairah dakwah dan tekad yang semakin kuat ke depannya.

Peristiwa Isra’ dan Mi’raj diartikan sebagai peristiwa perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjid Al-Haram di Mekah menuju Masjid Al-Aqsha di Baitul Muqaddas (Jerusalem). Lalu dilanjutkan dengan perjalanan dari Qubbah Ash-Shakhrah menuju Sidratul Muntaha (akhir penggapaian). (Lihat: Abu Ja’far Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, XVII/333)

Kronologi peristiwa Isra’ dan Mi’raj sebenarnya sudah digambarkan dalam Al-Qur’an, yaitu pada Surat Al-Isra’ ayat 1:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ .هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير

“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hambanya pada suatu (bagian) malam dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Isra’: 1)

Ayat ini menjadi bidikan paling fundamental dan yang paling berperan. Melalui perjalanan Isra’ dan Mi’raj, Allah memberi kesempatan kepada Rasulullah saw. untuk menyaksikan dan merasakan sendiri pengalaman-pengalaman yang maha luar biasa, yaitu melampaui teori-teori umum yang berlaku di bumi dan langit. Melihat ayat-ayat kebesaran Allah, menjelajahi tujuh lapis langit dan luasnya jagad raya, menyaksikan sendiri Baitul Makmur, Sidratul Muntaha, surga, neraka, al-Kursy, Mustawa, permadani agung (Rafraf), al-‘Arsy, dan yang lainnya.

Lebih lanjut, Fakhruddin Ar-Razi—seorang pakar tafsir terkemuka—memberikan kesimpulan, “Firman Allah swt. ‘Agar kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari ayat-ayat kekuasaan Kami,’ menunjukkan bahwa fungsional dari perjalanan Isra’ dan Mi’raj secara khusus adalah kembali kepada Nabi Muhammad SAW. ” (Lihat: Ar-Razi, Mafatih Al-Ghaib, X/122)

Mengenai waktu kapan terjadinya peristiwa Isra’ dan Mi’raj, para ulama masih berselisih pendapat. Sebagian dari mereka ada yang mengatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada tahun ke sepuluh terhitung sejak masa kenabian. (Lihat: Badruddin Al-‘Aini, ‘Umdah Al-Qori’ ‘Ala Shahih Al-Bukhari, XVII/20)

Dalam sejarah, Isra’ dan Mi’raj merupakan salah satu peristiwa paling bersejarah bagi perjalanan umat Islam. Peristiwa tersebut menunjukkan betapa Maha Kuasanya Allah SWT. Bagaimana seorang hamba bersama ruh dan jasadnya menempuh jarak jutaan kilometer hanya dalam waktu tempuh satu malam.

Sebuah hadis yang cukup panjang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim berkenaan dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini. Dalam riwayat itu disebutkan bahwa Rasulullah SAW mengendarai Buraq.

Dan juga disebutkan bahwa ketika di Masjidil Aqsha Palestina, Rasulullah SAW melakukan salat dua rakaat. Setelah itu, datanglah malaikat Jibril membawa sebuah bejana berisi arak dan bejana lain berisi susu, namun Rasulullah SAW memilih bejana yang berisi susu.

Dan dalam riwayat itu pula kronologi peristiwa Mi’raj Rasulullah SAW ke langit pertama, kedua, dan seterusnya hingga mencapai Sidratul Muntaha (akhir penggapaian), ‘Arsy, dan Mustawa. Di sanalah beliau mendapatkan wahyu dari Allah SWT.

Dan sejak saat itu pula salat lima waktu diwajibkan bagi seluruh umat Islam. Yang pada mulanya, sholat yang diwajibkan berjumlah lima puluh rakaat.

Keesokan paginya, Rasulullah SAW menuturkan peristiwa yang telah beliau alami kepada khalayak penduduk kota Mekah. Orang-orang kafir Mekah pun segera menyebarluaskan berita yang mereka anggap sebagai cerita palsu tersebut kepada teman-teman mereka sambil mengolok-olok Rasulullah SAW.

Karena Rasulullah SAW mengaku datang ke Baitul Muqaddas di Palestina, beberapa orang kafir menantang beliau untuk menjelaskan semua yang ada di sana.

Padahal, ketika mendatangi Baitul Muqaddas pada malam itu, tidak pernah terlintas dalam benak Rasulullah SAW untuk memperhatikan dengan seksama seluruh detail bangunan Baitul Muqaddas, apalagi menghafalkan jumlah pilarnya. Mendapatkan tantangan seperti itu, Allah SWT menampakkan Baitul Muqaddas di hadapan Rasulullah SAW.

Beliau pun dapat menjelaskan semua hal tentang Baitul Muqaddas dengan sangat rinci seperti yang diminta orang-orang kafir.

Berkenaan dengan hal itu, Imam Bukhari dan Imam Muslim juga meriwayatkan hadis bahwa Rasulullah SAW bersabda:

لَمَّا كَذَّبَتْنِيْ قُرَيْشٌ قُمْتُ فِي الْحِجْرِ فَجَلَّى اللّٰهُ لِيْ بَيْتَ الْمُقَدَّسِ فَطَفَقْتُ أُخْبِرُهُمْ عَنْ آيَاتِهِ وَأَنَا أَنْظُرُ اِلَيْهِ

“Ketika orang-orang Quraisy menganggap aku berdusta, aku pun berdiri di Hijr Ismail, dan Allah menampakkan Baitul Muqoddas padaku. Maka aku pun menceritakan kepada mereka semua tanda-tanda bangunan tersebut sembari aku melihat bangunan itu.” (Lihat: Shahih Al-Bukhari, V/52)

Sementara itu, beberapa orang kafir Quraisy telah mendatangi Abu Bakar As-Shidiq RA untuk menyampaikan hal yang baru dituturkan oleh Rasulullah SAW. Mereka mulanya menyangka bahwa sahabat terdekat Rasulullah SAW ini akan menganggap peristiwa tersebut merupakan sebuah kebohongan besar. Mereka juga berharap, Abu Bakar As-Shidiq RA tidak akan mempercayai Rasulullah SAW lagi.

 

Ternyata Abu Bakar As-Shidiq RA malah berkata, “Jika memang benar Dia (Muhammad SAW) mengatakan seperti itu, aku pasti percaya. Bahkan, jika beliau mengatakan yang lebih jauh (lebih ajaib) dari itu, akau pasti akan tetap mempercayainya. ” (Lihat: Said Ramadhan al-Buthi, Fiqh As-Sirah An-Nabawiyyah, h. 108-109)

Pada pagi hari setelah peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut malaikat Jibril datang memberitahu kepada Rasulullah SAW tentang tata cara salat beserta waktu pelaksanaannya. Sebelum syariat salat lima waktu ditetapkan, Rasulullah SAW biasa melaksanakan salat dua rakaat di pagi hari dan dua rakaat di sore hari, sebagaimana yang dilakukan nabi Ibrahim AS. (Lihat: Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, Fath Al-Bari, I/465)

Melihat konteks situasi dan kondisi peristiwa Isra’ dan Mi’raj telah memberi pelajaran berharga kepada umat manusia dalam menghadapi sebuah perjuangan. Segala rintangan dan penentangan yang ditemukan akan dapat diselesaikan dengan cara maupun metode yang sudah diketahui oleh Allah SWT. Karena yang terpenting bagi manusia adalah terus berjuang, memperkuat tekad, dan terus konsisten dalam semua keadaan. waAllahu a’lam.

 

Sumber: laman resmi Pondok Pesantren Lirboyo

Baca juga: 5 Naskah MC Peringatan Isra Miraj 2025 yang Simpel, Lengkap dengan Susunan Acara

Baca juga: Contoh Kata-kata Tulisan Pawai Isra Miraj 2025, Penuh Makna dan Menyentuh Hati

4. Kultum Isra Miraj 2025: Menghayati Perjalanan Isra’ Mi’raj

Dalam sebuah keterangan yang terdapat dalam kitab Tafsir At-Thobari, peristiwa Isra’ dan Mi’raj diartikan sebagai peristiwa perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjid Al-Haram di Mekah menuju Masjid Al-Aqsha di Baitul Muqaddas (Jerusalem), lalu dilanjutkan dengan perjalanan dari Qubbah As-Sakhrah menuju Sidratul Muntaha (akhir penggapaian).[1]  Kronologi tersebut sebenarnya sudah dideskripsikan secara jelas oleh Allah SWT dalam al-Qur’an:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير

“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hambanya pada suatu (potongan) malam dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. Al-Isro’: 1).

Mengenai waktu kapan peristiwa tersebut terjadi masih diperselisihkan para ulama. Sebagian dari mereka ada yang mengatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi di tahun kesepuluh dari masa kenabian.

Namun dalam kitab Al-Thobaqot Al-Kubro karya Ibnu Sa’d dikatakan, bahwa peristiwa ini terjadi di antara 18 bulan sebelum Rasulullah SAW mendapatkan perintah untuk melakukan hijrah ke kota Yatsrib (Madinah).

Dalam salah satycatatan sejarah, Isra’ dan Mi’raj adalah salah satu peristiwa paling bersejarah bagi umat Islam. Peristiwa tersebut menunjukkan betapa Maha Kuasanya Allah SWT.

Bagaimana seorang hamba yakni Nabi Muhammad SAW bersama ruh dan jasadnya menempuh jarak jutaan kilometer hanya dalam waktu tempuh satu malam.

 

Sebuah hadis yang cukup panjang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim berkenaan dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini. Dalam riwayat itu disebutkan bahwa Rasulullah SAW mengendarai Buraq.

Dan juga disebutkan bahwa ketika di Masjidil Aqsha Palestina, Rasulullah SAW melakukan salat dua rakaat. Setelah itu, datanglah malaikat Jibril membawa sebuah bejana berisi arak dan bejana lain berisi susu, namun Rasulullah SAW memilih bejana yang berisi susu. Dan dalam riwayat itu pula kronologi peristiwa Mi’raj Rasulullah SAW ke langit pertama, kedua, dan seterusnya hingga mencapai Sidratul Muntaha (akhir penggapaian), ‘Arsy, dan Mustawa. Di sanalah beliau mendapatkan wahyu dari Allah SWT, dan sejak saat itu pula salat lima waktu diwajibkan bagi seluruh umat Islam. Yang pada mulanya, sholat yang diwajibkan berjumlah 50 rakaat.

Keesokan paginya, ketika Rasulullah SAW menuturkan peristiwa yang telah beliau alami kepada khalayak penduduk kota Mekah. Orang-orang kafir Mekah pun segera menyebarluaskan berita yang dianggap sebagai cerita palsu tersebut kepada teman-teman mereka sambil mengolok-olok Rasulullah SAW.

Karena Rasulullah SAW mengaku datang ke Baitul Muqaddas di Palestina, beberapa orang kafir menantang beliau untuk menjelaskan semua yang ada di sana.

Padahal, ketika mendatangi Baitul Muqaddas pada malam itu, tidak pernak terlintas dalam benak Rasulullah SAW untuk memperhatikan dengan seksama seluruh detail bangunan Baitul Muqaddas, apalagi menghafalkan jumlah pilarnya. Mendapatkan tantangan seperti itu, Allah SWT menampakkan Baitul Muqaddas di hadapan Rasulullah SAW.

Beliau pun dapat menjelaskan semua hal tentang Baitul Muqaddas dengan sangat rinci seperti yang diminta orang-orang kafir. Berkenaa dengan hal itu, Imam Bukhari dan Imam Muslim juga meriwayatkan hadis bahwa Rasulullah SAW bersabda:

لَمَّا كَذَّبَتْنِيْ قُرَيْشٌ قُمْتُ فِي الْحِجْرِ فَجَلَّى اللهُ لِيْ بَيْتَ الْمُقَدَّسِ فَطَفَقْتُ أُخْبِرُهُمْ عَنْ آيَاتِهِ وَأَنَا أَنْظُرُ اِلَيْهِ

“Ketika orang-orang Quraisy menganggap aku berdusta, aku pun berdiri di Hijr Ismail, dan Allah menampakkan Baitul Muqoddas padaku, maka aku pun menceritakan kepada mereka semua tanda-tanda bangunan tersebut sembari aku melihat bangunan itu”.[3]

Sementara itu, beberapa orang kafir Quraisy telah mendatangi Abu Bakar As-Shidiq RA untuk menyampaikan hal yang baru dituturkan oleh Rasulullah SAW.

Mereka berharap sahabat terdekat Rasulullah SAW ini menganggap peristiwa tersebut merupakan sebuah kebohongan besar. Mereka juga berharap, Abu Bakar As-Shidiq RA tidak akan mempercayai Rasulullah SAW lagi. Ternyata Abu Bakar As-Shidiq RA malah berkata,

“Jika memang benar Dia (Muhammad SAW) mengatakan seperti itu, aku pasti percaya.

Bahkan, jika beliau mengatakan yang lebih jauh (lebih ajaib) dari itu, akau pasti akan tetap mempercayainya,”.

Pada pagi hari setelah peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut malaikat Jibril datang memberitahu kepada Rasulullah SAW tentang tata cara salat beserta waktu pelaksanaannya.

Sebelum syariat salat lima waktu ditetapkan, Rasulullah SAW biasa melaksanakan salat dua rakaat di pagi hari dan dua rakaat di sore hari, sebagaimana dilakukan nabi Ibrahim AS.

 

Peristiwa Isra’ dan Mi’raj itu terjadi pada saat Rasulullah SAW mengalami masa-masa kecemasan. Karena beberapa waktu sebelumnya, Rasulullah SAW sangat terpukul dengan meninggalnya dua orang yang menjadi ujung tombak kekuatan beliau dalam mendakwahkan agama Islam, yakni Khadijah RA dan Abu Thalib RA.

Sementara tekanan fisik maupun psikis yang terus dilancarkan kafir Quraisy semakin menambahkan kegelisahan beliau, seolah tiada celah dan harapan bagi masa depan agama Islam pada saat itu.

Maka pada malam malam 27 Rajab, seakan menjadi penyejuk di tengah kegersangan yang selama ini menyelimuti beliau. Perjalanan Isra’ dari Masjidil Haram di Makkah menuju Masjidil Aqsha di Baitul Muqaddas menjadi langkah untuk menjelajahi napak tilas perjuangan nabi-nabi terdahulu.

Begitu pula dengan proses Mi’raj, beliau dapat melihat secara langsung seluruh alam dan singgasana kebesaran di jagad raya. Secara keseluruhan, semua yang dialami pada malam itu telah membantu meredakan kecemasan yang beliau alami selama ini dan meningkatkan kembali gairah dakwah dan tekad yang semakin kuat ke depannya.

Melihat konteks situasi dan kondisi peristiwa Isra’ dan Mi’raj telah memberi pelajaran berharga kepada umat manusia dalam menghadapi sebuah perjuangan. Segala rintangan dan penentangan yang ditemukan akan dapat diselesaikan dengan cara maupun metode yang sudah diketahui oleh Allah SWT.

Karena yang terpenting bagi manusia adalah terus berjuang, memperkuat tekad, dan terus konsisten dalam semua keadaan. Firman Allah SWT dalam al-Qur’an:

يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لا يَيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ

“Hai anak-anakku, Pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir,” (QS. Yusuf: 87).  WaAllahu a’lam

 

Sumber: laman resmi Pondok Pesantren Lirboyo

 

Simak berita update TribunPriangan.com lainnya di: Google News

Sumber: TribunJatim.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved