Kisah Sukses UMKM

Kisah Epi Siti Mudrikah Merintis Usaha Bordir di Tasikmalaya, Kini Produknya Dipajang di Qatar

Epi Siti Mudrikah mempertahankan bordir manual dengan motif-motif khas Tasikmalaya yang membuat produknya lebih berharga dan bahkan dipajang di Qatar

|
Penulis: Jaenal Abidin | Editor: Machmud Mubarok
Tangkapan layar Video
Epi Siti Mudrikah (51), seniman bordir Tasikmalaya sekaligus pemilik usaha Rumah Kayu Bordir di Jalan Pesantren Al Misbah RT 04/07 Kelurahan Argasari, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya. 

Laporan wartawan TribunPriangan.com, Jaenal Abidin 

TRIBUNPRIANGAN.COM, KOTA TASIKMALAYA - Bordir Tasikmalaya salah satu warisan budaya yang berasal dari Kota Tasikmalaya. Bahkan, bordir bukan sekadar seni sulaman biasa melainkan perwujudan warisan budaya yang kaya dan bersejarah.

Tak hanya itu, cara pembuatannya pun cukup rumit meskipun saat ini sudah banyak perajin bordir Tasikmalaya menggunakan alat modern. 

Namun, berbeda dengan bordir Tasikmalaya yang dimiliki oleh Epi Siti Mudrikah (51), seniman bordir Tasikmalaya sekaligus pemilik usaha Rumah Kayu Bordir di Jalan Pesantren Al Misbah RT 04/07 Kelurahan Argasari, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya.

Rumah Kayu Bordir  ternyata masih mempertahankan teknik pembuatan manual dengan cara dijahit dan tak menggunakan komputer. Alasannya, untuk mempertahankan keahlian dan keaslian bordir dari generasi ke generasi. 

Bordir Tasikmalaya memiliki akar dalam tradisi lokal. Dari pola hingga warna, setiap detail merangkum cerita dari kehidupan sehari-hari, alam sekitar, dan mitos lokal. Motif-motifnya sering kali menggambarkan alam dan ciri khas wilayah Kota Tasikmalaya, seperti payung, bunga-bunga eksotis, dan banyak lagi.

"Rumah Kayu Bordir ini bisa disebut warisan karena dulu orang tua saya membuka bordir ini di Jakarta tepatnya di Condet Jakarta Timur waktu itu," ucap Epi Siti Mudrikah, seniman bordir Tasikmalaya sekaligus pemilik Rumah Kayu Bordir ketika ditemui wartawan TribunPriangan.com, Rabu (30/10/2024).

Baca juga: Jelang HUT RI yang Ke-79, Kampung Bordir di Tasikmalaya Buat Jalan Jadi Lorong Bendera Merah Putih

Baca juga: Bordir Tasikmalaya, Warisan Budaya Takbenda Indonesia yang Kini Alami Kenaikan Harga Bahan Baku

Selain itu, dirinya bersama orang tua memang sempat tinggal di Jakarta mengembangkan usaha bordir manual. Namun, seiring berjalannya waktu, Epi pulang ke Tasikmalaya karena ingin mengembangkan usaha ini di tanah kelahiran.

"Tahun 1997 pulang ke Tasikmalaya karena memang sudah lama dan ingin mengembalikan kearifan lokalnya di daerah sendiri dan membuka bordir, diteruskan di sini di Tasikmalaya," ucap Epi.

Awalnya. Epi mengaku tidak ada niat sama sekali untuk meneruskan bordir, karena sedang memiliki pekerjaan di sebuah apotek.

Namun melihat orang tua sudah lanjut usia, tenaga berkurang dan daya kreasinya menurun, Epi pun terpanggil untuk meneruskan usaha bordir manual dan memutuskan mengembangkan usaha keluarganya ini dengan tekun.

Merintis usaha ini tidaklah gampang, kata Epi, karena selama menggeluti usaha ini banyak sekali rintangan hingga jatuh bangun.

"Sebetulnya untuk bordir saya tidak belajar secara formal tapi belajar sendiri di rumah  dengan menggunakan sisa kain tapi karya awal bikinan saya memang berbeda dengan karya orang tua, dari situlah banyak desain baru hasil sendiri," imbuhnya.

Perempuan yang memiliki tiga anak tersebut setiap membuat desain-desain terbaru selalu dipatenkan, agar ada hak cipta sendiri.Tujuannya supaya kearifan lokal ini tidak disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

"Untuk belajar ya saya belajar sendirilah di rumah melihat desain-desain yang sudah ada tapi dimodifikasi lagi, dikembangkan lagi bikin inovasi-inovasi yang baru gitu," jelasnya.

Semakin hari usaha bordir Epi ini terus berkembang, tapi perjuangannya tidaklah gampang. Karena pada saat pengembangan usaha, dirinya harus berjuang merawat suami sedang sakit dengan anak yang masih kecil.

"Awalnya memang motivasi dan tidak kepikiran untuk jadi ini Sumber penghasilan, dan hanya ingin mengembangkan hobi saja," tuturnya.

Bordir wayang
Epi Siti Mudrikah, seniman bordir Tasikmalaya sekaligus pemilik Rumah Kayu Bordir, menunukkan produk bordir wayang ketika ditemui wartawan TribunPriangan.com, Senin (18/11/2024).

"Tapi kebetulan Allah memberikan sesuatu dengan keluarga khususnya suami saya waktu itu sakit dan sakitnya pendarahan di otak waktu itu di usia 35 tahun," ucap Epi dengan mata nada pelan.

Bahkan di waktu itu kondisi suaminya tidak bisa apapun kembali seperti bayi hingga tak berjalan maupun berbicara.

"Kebetulan waktu itu saya masih punya anak kecil dan satu lagi bayi, tapi saya berpikir hidup harus tetap berjalan suami pun harus tetap diobati dan harus sembuh," ungkap Epi.

Epi pun memutar otak, membagi waktu mengurus anak hingga suaminya dan usahanya harus tetap berjalan.

"Ada motivasi dari suami yang sakit punya anak kecil jadi akhirnya saya ngebangun usaha ini dengan total betul-betul saya ingin berkembang dan saya ingin mengembalikan semuanya gitu," ujarnya.

Baca juga: Harga Bahan Baku Melejit hingga 50 Persen, Pengrajin Bordir Tasikmalaya Menjerit dan Berguguran

Setiap seminggu sekali Epi pun harus mengantar suaminya untuk kontrol ke rumah sakit yang membutuhkan biaya besar.

"Kebetulan saya sudah resign (keluar, Red) bekerja dari Apotek, dan untuk hidup saya di situ bekerja sendiri hingga bisa menjahit karena waktu SMP itu sempat belajar di sekolah," kata Epi.

Lambat laun dengan kesabaran dan ketekunan seorang Epi mampu bangkit menghidupi keluarganya sendiri dan mengurus dua anaknya.

"Awalnya pada saat itu anak saya memang masih kecil dan sedang belajar ngomong, di waktu yang sama suami pun belajar ngomong bareng anaknya, karena setiap hari terapi dan itu bukan waktu yang sebentar," ucapnya.

Karena merasa ini ujian dan tantangan harus dihadapi seorang Epi terus dijalani hingga harus membayar biar pengobatan ke rumah sakit dengan nominal yang luar biasa.

"Pada waktu itu, ada pelanggan yang meminta hasil karyanya dikirimkan ke Bandung, tanpa pikir panjang saya berangkat, dan suami hingga anak dititipkan ke orang tua," katanya.

Perjalanan yang cukup panjang akhirnya berbuah manis, pada saat itu suami Epi bisa sembuh total dan anaknya sudah mulai besa hingga usaha yang dirintis pun terus berkembang.

"Sampai sekarang suami saya bisa sembuh lagi bisa beraktivitas lagi anak saya bisa sekolah bisa mempunyai kehidupan yang layak seperti yang lain keajaiban Allah yang diturunkan luar biasa," ujarnya.

Usahanya pun terus moncer dan di tahun 2014 Bank Indonesia membuka pelatihan untuk kewirausahaan dan Epi mendaftarkan diri sebagai peserta.

Hasil pelatihan tersebut ternyata Epi terpilih sampai 10 besar se-Priangan Timur dan dikirimkan ke Bandung untuk mengikuti rangkaian pelatihan.

"Alhamdulillah kita mendapatkan ilmu yang bukan hanya ilmu mencari uang saja mencari teori yang cuma teori saja tapi dengan segala hal yang harus kita pelajari gitu," kata Epi.

Di tahun 2015 itu Bank Indonesia mengadakan Tasik Kreatif Festival dan peserta yang masuk 10 besar diberi sarana prasarana untuk pameran.

"Saya diberi kesempatan oleh Bank Indonesia membuat karya dengan menjadi koordinator pembuatan selendang bordir terpanjang untuk Rekor MURI," kata Epi.

Epi Saat Kirim Bordir ke Qatar
Epi Siti Mudrikah saat peluncuran produk bordirnya dikirim ke Qatar.

 

Kisah sukses Epi ternyata berbuah manis seusai kolaborasi dengan desainer asal Jakarta dan Bandung hingga hasil karyanya dipajang di museum Qatar.

"Jadi ada kerja sama internasional desain dengan Museum Nasional Qatar dan kemudian menunjuk designer di Indonesia saya bersama salah satu designer di Jakarta tapi untuk teknisnya kita pilih desain ini kita buat di Bu Epi Nah itu pertama aku kenal beliau," ucap John Martono sebagai perupa internasional dan Akademisi ITB Bandung.

John pun memiliki alasan memilih Epi sebagai partner kerja samanya untuk mendesain karyanya dengan dipadukan sulaman bordir membuat karya yang memiliki nilai tinggi.

"Jadi saya mengerjakan dengan versi di sini, kemudian hasilnya baru digabungkan dan dibuatkan kolase dengan karya desain dari Jakarta dan gabungkan pakai lukisanku dengan cat kemudian digabung dengan sulaman, dan sekarang karyanya ada di Museum Nasional Qatar," jelasnya.

Hasil itu terus dikembangkan hingga membuat selendang bordir terpanjang 201,83 meter dan mendapatkan rekor Muri dan rekor dunia. 

"Alhamdulillah itu pencapaian yang yang saya tidak impi-impikan tidak sangka-sangka, ternyata ini menjadi pembuka jalan buat saya hingga saat ini," tuturnya.

"Alhamdulillah sampai sekarang sudah beberapa event yang bukan event beberapa lagi sudah banyak lah event yang saya ikuti pernah yang nasional dan internasional," jelas Epi.

Tak hanya itu, dirinya pun pernah mengikuti event namanya IDB Islamic Development Bank dan itu pameran bank-bank islam, sedunia IMF.

"Di dua tahun ke belakang ini saya jadi Mitra binaan Pertamina dan Bank Indonesia, tentu Allah memberikan kesempatan buat saya seperti itu hal luar biasa," ucapnya.

Pengembangan pola dan design milik Epi pun sudah tidak terhitung, karena meskipun masih menggunakan mesin jahit, tapi dirinya tetap meningkatkan potensi bordir jahit.

Pada tahun 2023 Epi bisa berkolaborasi dengan ITB dengan negara Qatar untuk membuat hasil karya yang bisa disimpan dan dipajang di Museum Qatar.

"Saya sudah sampai di titik seperti ini sangat terharu, karena perjuangan selama ini ada hasil buat keluarga dan anak," tambahnya.

Epi pun berpesan untuk para UMKM yang ada di Tasikmalaya atau seluruh Indonesia jangan putus asa dan terus kembangkan potensi daerah dengan tekun.

"Cintai produk dalam negeri kembangkan terus usahanya sukses dan berkah melimpah Insya Allah," ujarnya. 

Kolaborasi dengan Desainer Asal Jakarta dan Bandung 

Bordir di Museum Nasional Qatar
Bordir sulaman produk Epi Siti Mudrikah yang dipajang di Museum Nasional Qatar.

Tentunya kerja sama ini bukan semata-mata untuk hasil tapi memperlihatkan perpaduan karya dari tiga orang berbeda disatukan menjadi satu.

"Jadi kalau siapapun ke Qatar ya mampirlah ke museum Qatar ada karya rupa dan UKM milik Indonesia," ungkapnya.

Kini Epi merasakan kerja kerasnya selama bertahun-tahun. Ruma Kayu Bordir bisa memproduksi beragam variasi border, seperti mukena, baju border, outer blazer, baju muslim kemeja dan blouse.

Harga termurah produknya mulai Rp350 ribu sampai termahal seharga Rp 2.5 juta. Harga ini sebanding dengan cara pembuatan yang masih mempertahankan mesin jahit. 

Dalam sebulan, omzet Rumah Kayu Bordir mencapai sekitar Rp 90 juta sampai Rp130 juta.

"Konsep rumah kayu modern tapi tidak meninggalkan motif-motif khas Tasik yang sudah ada sejak dulu karena, kita tetep mengedepankan khas bordir manualnya dengan menambah kreasi dan inovasi yang kekinian," ujarnya. (*)

Rumah Kayu Bordir Jadi Lokomotif Penggerak Bordir Manual Tasikmalaya

Rumah Kayu Bordir milik Epi Siti Mudrikah (51) tidak hanya memiliki sejumlah produk dengan memadukan modernisasi, namun tetap mempertahankan ciri khas motif Tasikmalaya.

Rumah dengan ukuran keseluruhan 150 meter persegi ini ternyata tak hanya untuk workshop, namun digunakan sebagai showroom dan belakangnya dipakai untuk hunian keluarganya. 

Keseriusan dan ketekunan mempertahankan bordir manual dengan motif khas Tasikmalaya inilah yang jarang dimiliki perajin lainnya, sehingga Rumah Kayu Bordir bisa disebut sebagai lokomotif penggerak bordir manual Tasikmalaya.

Terlihat berbagai motif bordir terpajang di showroom milik Epi tersebut. Bahkan ornamen rumahnya pun sangat unik dipadukan dengan tampilkan valet berwarna cokelat membuat rumah tersebut seperti menyatu dengan alam.

Rumah Kayu Bordir
Rumah Kayu Bordir menjadi etalase bordir manual khas Tasikmalaya.

Karena dari luar sampai dalam, dihiasi dengan bahan kayu, sehingga konsep klasik dipadukan dengan modernisasi membuat rumah tersebut sangat elegan dan mempunyai nilai.

"Saat ini karyawan tetap Rumah Kayu Bordir ada 10 orang yang tidak tetap jumlahnya bisa berubah-berubah sesuai kebutuhan, jika memang ada pekerjaan yang dituntut harus selesai cepat dan banyak," kata Epi.

Tak hanya perjuangan saja yang diperlihatkan seorang Epi, namun berkat kerja kerasnya dia membuat semua pelanggan pun terharu dan menjadi inspirasi.

"Saya jadi pelanggan di sini bukan hanya pelanggan seni tapi pelanggan emosional karena perjuangannya naikin bordir oleh Bu Epi luar biasa," ucap Wini Nurasih Kurniasari,  pelanggan setia karya Epi ketika ditemui saat berkunjung ke Rumah Kayu Bordir, Rabu (30/11/2024).

Jadi sebenarnya ada sisi penjualan emosional di sini dan susah diceritakan, karena berkat perjuangannya keberadaan rumah kayu semakin berkembang.

"Terakhir saya juga lagi bikin seragam murah di sini di sini. Kenapa karena ya nyaman semau-maunya, karena permintaan desain pun ga harus ngasih gambar, tinggal ngomong pasti sudah tergambar dan hasilnya sangat bagus," ucap Wini.

Ia pun berharap Rumah Kayu tetap ada dan terus berkembang karena sudah memiliki ciri khas bordir Kota Tasikmalaya.

"Saya penginnya bordir Rumah Kayu ada generasi penerusnya dan tetap nice itu bordir manual yang memang jual seni dan emosional," ungkapnya.

Rumah Kayu Bordir_3
Rumah Kayu Bordir menjadi etalase bordir manual khas Tasikmalaya.

Di tempat terpisah,  Kepala Dinas KUMKM Perindag Kota Tasikmalaya Apep Yosa Firmansyah, mengatakan, potensi yang dikembangkan oleh Rumah Kayu Bordir ini menjadi daya tarik tak hanya Daerah tapi sudah merambah ke mancanegara.

"Kota Tasikmalaya dikenal sebagai perajin bordir malah itu sudah terkenal ke macan negara, Abu Dhabi, UEA, lalu di skala nasional pun para bordir lain sudah biasa berjualan di pasar Tanah Abang," ucap Apep kepada TribunPriangan.com, Kamis (14/11/2024).

Menurut Apep, Rumah Kayu Bordir juga membuat inovasi untuk lebih meningkatkan dari sisi kualitas dan kuantitas. Karena itu dinas pun melatih para perajin bordir di kota Tasikmalaya untuk juga memadukan batik dengan nuansa bordir.

"Keberadaan Rumah Kayu milik Bu Epi juga salah satu contoh yang bisa dikembangkan sekaligus menaikkan minat pangsa pasar," tuturnya.

Tak berhenti di produksi, Apep mengatakan, dinas membuka pelatihan desain dan branding produk bordir. Rumah Kayu Bordir pun sudah dikenal di masyarakat dan menjadi bagian dari Dekranasda Kota Tasikmalaya

"Para perajin berada di bawah naungan Dekranasda pun ikut serta mempromosikan dan menjual produk Rumah Kayu tersebut. Dan produk Bu Epi ini banyak permintaan pasarnya," ucapnya.

Pihaknya pun memfasilitasi bagaimana para perajin itu bisa berkreasi berinovasi juga membuka pasar yang lebih besar

Belum lama ini pihaknya sempat diundang Atase Kedutaan Besar Qatar untuk mempromosikan produk Tasikmalaya khususnya bordir.

"Artinya produk bordir ini bisa meningkat kualitas baik sisi volume dan sisi kualitas ke pangsa mancanagera. Meskipun banyak bordir di daerah lain, dan Kota Tasik menjadi kota sentra bordir yang pertama di Indonesia," ujar Apep. (*)

Sumber: Tribun Priangan
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved