Stunting di Kota Tasikmalaya Naik

Akademisi Sebut Angka Stunting di Kota Tasikmalaya Naik, Kemungkinan Kasus Baru

kenaikan angka stunting sebesar 1,03 persen diduga merupakan kasus baru mengingat intervensi Pemkot Tasikmalaya cukup tinggi dan gencar

Penulis: Aldi M Perdana | Editor: Machmud Mubarok
Tribun Priangan/Aldi M Perdana
Ilustrasi - Kapolda Jabar, Irjen Pol Akhmad Wiyagus (menggendong anak) saat menghadiri acara Percepatan Penurunan Stunting di Lapang Cigeureung, Kecamatan Cipedes, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat pada Jumat (24/5/2024). 

Laporan Jurnalis TribunPriangan.com, Aldi M Perdana

TRIBUNPRIANGAN.COM, KOTA TASIKMALAYA - Angka stunting di Kota Tasikmalaya kembali naik sebesar 1,03 persen pada 2024. Saat ini, angka stunting sebesar 11,78 persen.

Angka ini lebih besar dibanding angka pada 2023 sebesar 10,75 persen berdasar sistem elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM).

Dosen Prodi D3 Gizi Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya, Ima Karimah M.Si menduga, kenaikan angka stunting sebesar 1,03 persen tersebut merupakan kasus baru.

"Kemungkinan itu bisa jadi karena ada kasus baru barangkali, sehingga memang jadi meningkat lagi. Karena sebenarnya sih, alhamdulillah, Kota Tasikmalaya sudah mencapai angka yang bagus, karena kalau yang saya tahu juga, program Kota Tasikmalaya itu betul-betul gencar," terangnya kepada TribunPriangan.com pada Senin (5/7/2024).

Ima menilai, Pj Wali Kota Tasikmalaya Cheka Virgowansyah juga melakukan berbagai kegiatan dan program untuk mencapai angka tersebut.

"Memang stunting itu kompleks sih. Stunting itu disebut dengan kondisi yang kronis, karena penyebabnya itu tidak hanya dari asupan makanan, tetapi juga bisa jadi memang ada penyakit penyerta dan lain sebagainya," ucap dia.

Baca juga: Angka Stunting di Kota Tasikmalaya Naik, Pengamat Anak Sebut Suami Perlu Dilibatkan Dalam Pencegahan

Baca juga: Pemprov Jabar Turut Waspada Stunting di Kota Tasikmalaya Naik, Akan Intervensi

Menurut Ima, anak stunting yang memiliki penyakit penyerta status gizinya sulit dan membutuhkan waktu yang lama untuk ditingkatkan menjadi baik, dibanding dengan anak stunting yang tidak memiliki penyakit penyerta.

"Penyebab stunting itu memang banyak, tidak hanya asupan. Sebetulnya, yang menyebabkan langsung permasalahan gizi termasuk stunting itu adalah salah satunya asupan, berarti kalau asupan itu bisa diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan bergizi berimbang, atau makanan yang jumlah kualitas dan kuantitasnya tepat serta sesuai dengan kebutuhan," paparnya.

Lalu, tambah Ima, penyakit infeksi juga bisa menyebabkan terjadinya anak stunting.

"Misal, seperti penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang berulang, kemudian penyakit Tuberculosis (TB). Jadi, sebenarnya pengendalian atau upaya untuk melakukan perbaikan terhadap permasalahan stunting itu harus dari berbagai leading sector," ujarnya.

Jika mengukur dari sudut pandang gizi, kata Ima, maka yang diperbaiki ialah dari asupan makanannya.

"Kemarin 'kan di Kota Tasikmalaya, misalnya, waktu itu pernah gencar mendampingi keluarga stunting dengan men-support makanan, terutama protein dan lain sebagainya," ucap dia.

"Sisi lain, lingkungan juga, seperti lingkungan rumah yang perlu dikondisikan juga, harus dalam kondisi yang sehat. Jadi ada kontrol dari sisi lingkungan, supaya yang sudah stunting, jangan sampai (penyintas) sering terkena penyakit infeksi, yang pada akhirnya perbaikan berat badannya itu tidak akan cepat," lanjut Ima.

Ima juga mengambil contoh, seperti anak yang baru saja sembuh dari stunting, kembali sakit dan menyebabkan terhambatnya asupan makan karena selera makannya berkurang.

"Biasanya, makan jadi enggak enak. Jadi makannya sedikit lagi, sembuhnya lama lagi. Jadi memang sektornya harus banyak, dan sebenarnya Kota Tasikmalaya tuh sudah melakukan itu semua," terangnya.

Kembali kepada kenaikan angka stunting di Kota Tasikmalaya, Ima menyebut, intervensi terhadap kasus tersebut perlu dilakukan pada saat ibu hamil juga.

"Jadi, pada saat hamil pun harus diperhatikan. Jangan sampai misalnya ibu hamilnya kurang gizi. Nah, kalau ibunya kurang gizi, memungkinkan anak yang dilahirkannya pun bisa stunting atau bisa ada masalah gizi yang lain. Pencegahan memang harus dilakukan sejak kandungan," ucapnya.

Lantas, fenomena Kekurangan Energi Kronis (KEK) juga berisiko melahirkan anak dengan kondisi berat badam rendah atau tinggi badan pendek.

"KEK itu yang lingkar lengannya kurang dari 23,5 cm. Nah, itu yang berisiko. Makanya, 'kan di-booster tuh ibu-ibu hamil, terutama yang KEK. Makaya di Posyandu itu kan ada Pemberian Makanan Tambahan (PMT), terus habis itu dikontrol tablet tambah darah seperti suplementasi tablet tambah darah," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Priangan
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved