Keterwakilan Perempuan Bacaleg

Tantangan Struktural, Kultural dan Sosial Budaya bagi Perempuan Tasikmalaya untuk Maju ke Parlemen

Keterwakilan perempuan pada pengajuan Bakal Calon Anggota Legislatif (Bacaleg) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di 7 Daerah Pemilihan (Dapil)

|
Tribun Priangan.com/Aldi M Perdana
Antik Bintari selaku ahli kajian gender, pembangunan politik, dan manajemen konflik dari Departemen Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Padjadjaran 

Laporan Jurnalis TribunPriangan.com, Aldi M Perdana


TRIBUNPRIANGAN.COM, KABUPATEN TASIKMALAYA - Keterwakilan perempuan pada pengajuan Bakal Calon Anggota Legislatif (Bacaleg) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di 7 Daerah Pemilihan (Dapil) Kabupaten Tasikmalaya rata-rata berada di atas angka 30 persen pada masing-masing partai politik (parpol).

Diketahui, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Tasikmalaya merilis Hasil Pengawasan Pengajuan Bacalon Anggota DPRD Kabupaten Tasikmalaya mulai dari tanggal 1 sampai 14 Mei 2023 lalu.

Pada rilis tersebut terdapat 17 dari 18 total parpol yang mengajukan Bacaleg usungannya ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tasikmalaya.

Baca juga: UPDATE Daftar Lengkap Keterwakilan Perempuan Bacaleg di 7 Dapil Kabupaten Tasikmalaya

Antik Bintari selaku ahli kajian gender, pembangunan politik, dan manajemen konflik dari Departemen Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjadjaran mengungkap, bahwa angka 30 persen untuk keterwakilan perempuan di legislatif merupakan affirmative action.

“Bicara perempuan di parlemen untuk di Indonesia ini ‘kan sebetulnya sudah mengikuti komitmen global terkait dengan kuota yang 30 persen itu. Persoalannya, memaknai kuota 30 persen itu sebetulnya ‘kan itu affirmative action,” ungkapnya kepada TribunPriangan.com melalui sambungan telepon pada Selasa (13/6/2023) kemarin.

Antik menilai bahwa affirmative action yang berarti tindakan kekhususan itu, menjadi tanda bahwa ada masalah terkait keterwakilan perempuan di parlemen.

Baca juga: PPDB untuk SLB di Kota Tasikmalaya Minim Peminat, Kepala Sekolah: Kesiapan Orang Tua Sangat Penting

“Jadi, kalau misalnya ada situasi yang kemudian orang sudah punya kesadaran tinggi, (affirmative action) itu jadi tidak diperlukan gitu, namanya juga tindakan kekhususan, kembali pada definisinya begitu,” lengkapnya.

“Jadi kalau bicara bagaimana partisipasinya (red: partisipasi perempuan di parlemen), ya masih kurang gitu, ya karena banyak sekali tantangannya, baik struktural, kultural, maupun sosial-budaya,” lanjut Antik.

Perempuan yang berprofesi dosen ini juga mengungkapkan, bahwa dalam berpolitik, kaum perempuan justru lemah.

Baca juga: SEGERA CATAT, Lokasi SIM Keliling Polres Tasikmalaya Hari Ini, Ada di depan Masjid Agung Cikalong

“Dalam arti begini, kalaupun dia kuat (dalam berpolitik), biasanya karena istri siapa, atau anak siapa. Sementara permodalan politik ‘kan tidak gratis. Secara individu effort-nya (red: upayanya) lebih berat daripada laki-laki,” jelas Antik.

Tambahnya, kaum perempuan dalam berpolitik bahkan acapkali dipertanyakan ‘bisa atau tidak?’.

“Satu, itu ya yang paling mudah. Kedua, akan dipertanyakan kalau misalnya dia istri dari seseorang. ‘Emangnya nanti enggak ngurus rumah tangga?’ Coba bayangkan,” lanjut Antik.

Baca juga: UPDATE Daftar Lengkap Keterwakilan Perempuan Bacaleg di 7 Dapil Kabupaten Tasikmalaya

“Ketiga, ‘emangnya bisa rapat malam-malam?’ Itu paling yang paling subejktif pertanyaannya. Lalu berikutnya akan ditanya, ‘kamu punya duit dari mana?’” sambungnya.

Lain hal dengan kaum laki-laki, tutur Antik, yang mampu membangun jejaring politiknya sudah jauh lebih kuat.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved