Kasus Kekerasan Anak di Pangandaran Naik pada 2022, DKBP3A: Rata-rata Pelaku Adalah Kerabat Korban

Kasus Kekerasan Anak di Pangandaran Naik pada 2022, DKBP3A: Rata-rata Pelaku Adalah Kerabat Korban

Tribun Jabar/Wahyudi Utomo
Ilustrasi kekerasan dan pelecehan seksual pada anak. 

Laporan Kontributor TribunPriangan.com Pangandaran, Padna

TRIBUNPRIANGAN.COM, PANGANDARAN - Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKBP3A) Kabupaten Pangandaran, Dodi Soleh Hidayat mencatat, terdapat 15 kasus kekerasan anak di Pangandaran sepanjang 2022.

Jumlah itu lebih tinggi dibanding dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2021, jumlah kekerasan anak di bawah umur sebanyak 12 kasus.

"Tahun 2022, ada kenaikan tiga kasus. Memang ada juga beberapa kasus yang masuk ke Unit PPA, tapi laporannya tak masuk ke kita (DKBP3A)," ujar Kabid P3A DKBP3A Dodi Melalui WhatsApp, Selasa (3/1/2022) siang.

Baca juga: Laka Laut di Pangandaran Libur Nataru Kali Ini Tercatat Sedikit Dibandingkan Tahun Sebelumnya

Menurutnya, kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur ini terbagi menjadi beberapa bagian.

"Ada kekerasan seksual, persetubuhan anak dan pelecehan seksual. Korban yang paling kecil usianya empat tahun dan mengalami pelecehan seksual oleh kakek-kakek di wilayah Kalipucang," katanya.

Kata dia, pelaku kekerasan anak di bawah umur ini rata-rata kerabat dekat si korban.

Baca juga: Akibat Keram Perut, Seorang Wisatawan di Pangandaran Terkapar hingga Dibawa ke Rumah Sakit

Bukan hanya itu, pola asuh yang salah juga menjadi penyebab kekerasan anak.

"Ada juga dipengaruhi oleh orang tua yang bercerai, lalu si anak tidak diperhatikan dan akhirnya dilecehkan orang lain. Penyebab seperti itu, mungkin ada sekitar 40 persen," ucapnya.

Menurutnya, masih banyak masyarakat yang anaknya mengalami masalah kekerasan tapi tidak berani melakukan pelaporan.

Baca juga: Libur Akhir Tahun, Wisata Goa Reregan Pangandaran Bisa Jadi Pelengkap saat Liburan

"Kadang, mereka itu banyak yang menganggapnya sebagai aib. Padahal, pola pikir seperti itu salah," kata Dodi.

Untuk antisipasi, pencegahan-pencegahan hal seperti itu bisa dimulai dari sekolah dengan menerapkan sekolah ramah anak.

"Sebenarnya, pencegahan ini tugas semua lini atau semua pihak. Termasuk, di lingkungan masyarakat itu sendiri," ucapnya. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved