Hari Guru Nasional 2025
20 Puisi Hari Guru Nasional 2025, Singkat dan Mudah Dihafal Untuk Siswa
Berikut ini terdapat beberapa nasakh puisi yang bisa digunakan saat perayaan lomba peringatan Hari Guru Nasional 2025
Penulis: Lulu Aulia Lisaholith | Editor: ferri amiril
Kala kebodohan membelenggu diri
Akan aksara yang tak dapat dimengerti
Engkau datang memberi arti
Dengan baswara bagai indurasmi
Harsa datang menghampiri
Terbaluti kilauan lentera suci
Saat engkau basmi buta aksara kami
Persistensi membimbing diri ini
Menjadikan diri berbudi pekerti
Kau lakukan semua tanpa pamrih
Terimakasih atas jasamu, Guru
Puisi 10: Setiap Detik adalah Pengorbanan
Setiap detik yang engkau berikan
Adalah pengorbanan yang tak ternilai
Dari peluh yang tak terlihat
Dari waktu yang tak pernah engkau hitun
Guruku
Engkau tak meminta balasan
Engkau hanya ingin kami menjadi manusia
Hari ini, izinkan kami membalasnya
Dengan doa, cinta, dan hormat yang tulus
Baca juga: Naskah Doa Peringatan Hari Guru Nasional 2025
- Puisi 11: Kilauan Lentera (Karya: Zafirah Sawsan Mumtaz)
Kala kebodohan membelenggu diri
Akan aksara yang tak dapat dimengerti
Engkau datang memberi arti
Dengan baswara bagai indurasmi
Harsa datang menghampiri
Terbaluti kilauan lentera suci
Saat engkau basmi buta aksara kami
Persistensi membimbing diri ini
Menjadikan diri berbudi pekerti
Kau lakukan semua tanpa pamrih
Terimakasih atas jasamu, Guru
- Puisi 12: Pembimbing Insan Terhebat (Karya: Ari Wulandari)
Engkau pembimbing terhebat
Diamanatkan dengan kasih sayang
Ilmu yang engkau tuang
Tiada terkira nilai besarnya
Pengetahuan yang kau ajarkan Membukakanku pintu dunia
Berkarya dan berkembang
Mimpiku tak lagi sebatas angan
Dengan sabar kau membimbing
Tak pernah letih memberi
Penuh semangat dan inspirasi
Mendidikku menjadi lebih baik
Kau takkan tergantikan
Sebagai sosok teladan
Oh.. guruku yang hebat
Hati ini kan selalu terkesan
- Puisi 13: Guru (Karya: Kahlil Gibran)
Barangsiapa mau menjadi guru
Biarlah dia memulai mengajar dirinya sendiri
Sebelum mengajar orang lain
Dan biarkan pula dia mengajar dengan teladan
Sebelum mengajar dengan kata-kata
Sebab, mereka yang mengajar dirinya sendiri
Dengan membenarkan perbuatan-perbuatan sendiri
Lebih berhak atas penghormatan dan kemuliaan
Daripada mereka yang hanya mengajar orang lain
Dan membenarkan perbuatan-perbuatan orang lain
Puisi 14: Pahlawan Tanpa Tanda Jasa: Kepada Guru-Guruku (Karya: Marzuli Ridwan Al-bantany)
Kau pahlawan, pejuang ilmu pengetahuan
Tak menuntut riang
Kau pahlawan, tanpa tanda jasa
Tersemat di dada
Telah tak berbilang sudah
Manusia-manusia berilmu kau lahirkan
Di kota, di kampung dan ceruk-ceruk desa
Kau tabah, ikhlas melukis senyum paling indah
Pada setiap resah yang menjengah
Berpantang kau ucap kata lelah
Puisi 15: Perajut Asa, Penyambung Mimpi (Karya: Hang Irfan)
Setiap harimu berdiri
Memandangi jiwa penuh mimpi
Beralun kata penuh makna
Membuka jalan penuh asa
Segelas ilmu yang tersaji
Seteguk amal yang kunikmati
Sebuhul pesan berbalut kasih
Merajut harap menutup perih
Kadang bibirmu bergetar hebat
Meneriaki ketidaktahuanku yang lambat
Meski lelah ucapmu membimbing
Keputusasaanmu tak bergeming
Wahai insan perajut asa
Meski diri kadang tak kuasa
Memendam amarah mengumbar murka
Namun hati masih terbuka
Wahai insan penyambung mimpi
Berlutut kaki bersimpuh diri
Kebodohanku memohon ampunan
Kebijakanku karena tuntunan
Kini, asaku tegap berdiri
Mimpiku nyata di sisi
Sepuluh jari tangan kususun
Kalimah cintamu telah dihimpun
- Puisi 16
Bersamamu rekah yang berketayap di puncak malam
Tidak jua ranum di ujung pagi
Namun titis embun masih jua mampu hembuskan harap
Padamu yang masih igaukan fitri
Dalam dekap yang erat di buhul lelap
Langkah kakimu telah pecah di dalam leach
Berkubang segala lantang
Tentang suara yang tak jua pikirkan siang
Bertekak membentuk luka
Bertukak hingga kau tersiksa
Setelah riuh tengkujuh subuh
Kau masih hangat menyeduh tadah
Manis gula di ujung madah
Ada aku diselip dalam ratibmu
Senyummu tetap manis melati di ujung laman
Tingkahmu rentak zapin zaman berzaman
Segalamu adalah pedoman
- Puisi 17
Terima kasih guruku
Untuk bahtera ilmu yang telah engkau suguhkan
Kau Membuka tabir kebodohanku yang lugu dengan ketulusanmu
Dengan sikap keteladanmu yang membuatku mengagumimu
Aku mengagumimu seperti ayah dan ibuku
Kau menarik, tampil bagaikan sosok ibuku
Kau perkasa, mengajarkan pengorbanan sebagaimana ayahku
Kau hebat, laksana pahlawan yang tak pernah ragu
Kau pula bijaksana, mampu melahirkan para pencetus ilmu
Aku ingin seperti dirimu yang penuh teladan
Sebagai pahlawan yang tak tergantikan
Pahlawan yang tidak pernah terbayarkan
Kau berhasil membuka tabir dunia
Kau juga berhasil melukis kegemilangan
Dengan pengetahuan dan perhatian yang mengesankan
Wahai guruku pujangga kegemilangan
Namamu memang tidak terkenal
Namun jasamu telah banyak membuat orang terkenal
Kau berani korbankan waktu dan bakatmu
Untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anakmu
Sehingga kau mampu menggambarkan masa depan yang penuh harapan
Untuk kami yang ingin kau jadikan penerus perjuangan
Terima kasih pahlawan kegemilangan
- Puisi 18: Pelita Senja di Jembatan Asa
Tatapan keruh air mata
Sarat kalimat tersirat
Tercekat di kerongkongan tanpa kata
Melebur, cairan itu melesat
Lihat, tubuh ringkih itu mendekat
Dengan sentuhan akhir lengkung parabola
Senyum yang berpaut palung cacat
Tak pernah gagal mengusir lara
Satu setengah dekade berlalu
Kita bertemu di pangkal jembatan yang bernama asa
Irisku berbinar lugu
Berbekalkan kanvas kosong tanpa tinta
Jendela mimpiku menampakkan celah
Sebelumnya butaku menghambatku melihat cahaya
Tunjuk ajarmu tak membuatku lelah
Setelah kau bisikkan tentang sang surya
Bagaimana?
Bagaimana bisa kubayangkan senja?
Tanpa kukenal pelita dikala kelam datang
Satu-satunya yang memberiku terang
Hingar bingar dunia mengecohkan
Keberadaanmu makin sulit kutemukan
Melampirkan kasih dalam haru
Sosok bergelarkan guru
Aku masih berada di tengah
Di ujung sana lambaian itu melemah
Langit jingga pun kelabu
Beruntungnya lentera pemberianmu menerangi jalanku
- Puisi 19: Sebatang Rotan
Kalau bukanlah disebabkan sebatang rotan itu
Tak akan mungkin aku mengenal namamu
Saat sebatang rotan melecut di tubuhku
Disitulah aku memahami rasa sakit
Rasa sakit yang mengajar dan menuntunku pada kehidupan sesungguhnya
Dia adalah guru mengajiku
Di setiap malamnya, ia selalu melirihkan doa
Agar muridnya kelak menjadi manusia yang berakhlak mulia
Sebesar apapun namamu nanti
Jangan kau lupa dengan sebatang rotan itu
Biarpun kini rotan itu telah rapuh dan patah
Rotan itu juga yang telah membesarkan namamu
Biarkan rasa sakit itu mengalir di tubuhmu
Ianya tak akan sebanding dari rasa sakit dari dunia yang kejam ini
- Puisi 20: Perisai Langkah
Terima kasih guruku
Hadirmu bak perisai langkah
Mengubur gelap pada masa
Menebas kejahilan di dinding waktu
Mengejar terang
Membawa petuah
Terima kasih guruku
Tiada kata yang bisa menyetara jasamu
Setiap momen bersamamu adalah rindu
Senyummu lentera di ruang bisu
Buku dan pencil yang kubawa
Sebagai jalan untuk kita beriring dengan sapa dan canda
Tingkahku penyebab amarahmu kadang kala
Namun nasehatmu selalu menjadi penghujung dialog kita
Doamu pelurus semangat
Iklasmu jadikan ilmu bermanfaat
(*)
Baca artikel TribunPriangan.com lainnya di Google News
Puisi Hari Guru
Puisi Hari Guru Nasional 2025
Hari Guru Nasional
Hari Guru 2025
baca puisi
Naskah Teks Puisi
| Naskah Terbaru Pidato Pembina Upacara Hari Guru Nasional 2025 |
|
|---|
| Naskah Amanat Pembina Upacara Hari Guru Nasional 2025, Mudah Dihafal |
|
|---|
| 50 Quotes Menyentuh Hari Guru Nasional 2025, Rayakan dengan Momen yang Berkesan di Sosmed |
|
|---|
| Daftar 25 Link Download Poster Hari Guru Nasional 2025 dengan Desain Keren Tinggal Pakai |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/priangan/foto/bank/originals/Teks-Pidato-untuk-Lomba-Pidato-Hardiknas.jpg)