Hari Guru Nasional 2025

20 Puisi Hari Guru Nasional 2025, Singkat dan Mudah Dihafal Untuk Siswa

Berikut ini terdapat beberapa nasakh puisi yang bisa digunakan saat perayaan lomba peringatan Hari Guru Nasional 2025

Penulis: Lulu Aulia Lisaholith | Editor: ferri amiril
PosKupang.com
PUISI HARI GURU - 20 Puisi Hari Guru Nasional 2025, Singkat dan Mudah Dihafal untuk Siswa. ilustrasi lomba baca puisi (POS-KUPANG.COM/DIONISIUS REBON) 

TRIBUNPRIANGAN.COM - Hari Guru Nasional akan diperingati setiap tanggal 25 November, yang akan berlangsung 3 hari lagi.

Dimana pada peringatan tersebut, bertujuan untuk memberi penghargaan dan memorial terhadap jasa para guru yang telah memberikan ilmu sebagai penerang pendidikan bangsa.

Adapun, momen penuh haru untuk mengenang perjuangan para pendidik di seluruh Indonesia ini, tak jarang melibatkan para murid untuk menyampaikan pesan kasih dan mendalam pada para guru yang sebagai orang tua kedua di sekolah.

Pasalnya, di balik setiap pelajaran yang mereka berikan, ada pengorbanan besar, kesabaran tanpa batas, dan cinta tulus untuk masa depan murid-muridnya.

Dalam peringatan hari nasional ini, sering dilaksanakan berbagai kegiatan, seperti upacara bendera hingga lomba-lomba di sekolah maupun di instansi lainnya.

Salah satunya adalah lomba pembacaan puisi.

Baca juga: 50 Quotes Menyentuh Hari Guru Nasional 2025, Rayakan dengan Momen yang Berkesan di Sosmed

Puisi untuk guru yang menyentuh hati dan penuh makna menjadi salah satu cara sederhana untuk mengungkapkan rasa hormat dan terima kasih. 

Melalui rangkaian kata yang indah, penghargaan terhadap peran penting seorang guru dapat tersampaikan dengan tulus.

Tidak hanya sebagai ungkapan perasaan, puisi ini juga dapat menjadi bentuk apresiasi yang mampu mempererat hubungan antara guru dan siswa. 

Setiap bait dalam puisi tersebut dapat menggambarkan betapa besar pengaruh guru dalam perjalanan belajar siswa.

Berikut ini terdapat beberapa naskah puisi yang bisa digunakan saat perayaan lomba peringatan Hari Guru Nasional 2025 yang dirangkum dari berbagai sumber:

Baca juga: 5 Naskah Doa Terbaru Persiapan Upacara Hari Guru Nasioanl 2025, Lengkap Tajwid dan Artinya

20 Naskah Puisi Hari Guru Nasional 2025

  • Puisi 1: Guruku Nomor Satu (Karya: Chairil Anwar)

Dengan namamu yang pengasih dan penyayang.
Aku bahagia karena kamu adalah guruku
Aku menikmati setiap pelajaran yang kamu ajarkan
Sebagai seorang teladan, kamu menginspirasiku
Untuk bermimpi, untuk bekerja dan untuk menggapai

Dengan kebaikanmu, aku memperhatikanmu
Tiap hari kamu menanamkan benih-benih
Dengan motivasi dan pengalaman hidupmu
Agar kutahu, agar kutumbuh dan agar kusukses

Kamu menolongku mengembangkan potensiku
Aku berterima kasih untuk semua jasa-jasamu
Aku mendoakanmu tiap hari, dan aku ingin berkata
Sebagai seorang guru, kamu nomor satu!

  • Puisi 2: Terima Kasih Guru (Karya: Chairil Anwar)

Terima kasih, guru

Untuk teladan yang telah kau berikan
Aku selalu mempertimbangkan semua yang kau ajarkan
Dan merefleksikan itu semua pada karakter dan pribadiku

Aku mau menjadi sepertimu
Pintar, menarik, dan gemesin
Positif, percaya diri, protektif

Aku mau menjadi sepertimu
Berpengetahuan, pemahaman yang dalam
Berpikir dengan hati dan juga kepala
Memberikan kami yang terbaik
Dengan sensitif dan penuh perhatian

Aku mau menjadi sepertimu
Memberikan waktumu, energi, dan bakat
Untuk meyakinkan masa depan yang cerah pada kita semua

Terima kasih, guru
Yang telah membimbing kami
Aku mau menjadi sepertimu

  • Puisi 3: Ketika aku menatap langit

Tingginya takkan dapat kuraih berjinjit
Tapi tatkala aku menatapnya bersamamu, guruku
Aku dapat menggapai cita setinggi itu

Ketika aku memandang samudera
Hamparan luasnya takkan bisa kupeluk di dada
Tapi tatkala aku memandangnya bersamamu, guruku
Aku bisa merangkul mimpi seluas itu

Ketika aku melihat gunung
Beratnya takkan mampu kupikul di punggung
Tapi tatkala aku melihatnya bersamamu, guruku
Aku mampu mengangkat ilmu seberat itu

Itulah tinggi, luas dan besarnya jasa yang ku terima
Berkatmu
Ku Menatap, ku memandang, ku melihat sisi lain dunia
Tuk mengubahnya menjadi bekal kehidupan
Maka setinggi langit, seluas samudera dan seberat gunung
Terhatur terima kasih untukmu, guruku

  • Puisi 4: Bersamamu, Guruku (Karya: Yoga Permana Wijaya)

Ketika aku menatap langit
Tingginya takkan dapat kuraih berjinjit
Tapi tatkala aku menatapnya bersamamu, guruku
Aku dapat menggapai cita setinggi itu

Ketika aku memandang samudera
Hamparan luasnya takkan bisa kupeluk di dada
Tapi tatkala aku memandangnya bersamamu, guruku
Aku bisa merangkul mimpi seluas itu

Ketika aku melihat gunung
Beratnya takkan mampu kupikul di punggung
Tapi tatkala aku melihatnya bersamamu, guruku
Aku mampu mengangkat ilmu seberat itu

Itulah tinggi, luas dan besarnya jasa yang ku terima
Berkatmu
Ku Menatap, ku memandang, ku melihat sisi lain dunia
Tuk mengubahnya menjadi bekal kehidupan
Maka setinggi langit, seluas samudera dan seberat gunung
Terhatur terima kasih untukmu, guruku

  • Puisi 5: Sebatang Kapur (Karya: Iroh Rohmawati)

Deretan-deretan bangku tanpa kedua kaki tetap berdiri meski tidak mampu berdiri tegak

Suara lantang terus kau keluarkan sampai mengusir tikus tikus kemalasan di otak kami

Tanpa mengenal lelah kau terus mendidik kami

Meski keringat bercucuran dan gaji tak seberapa dibandingkan gaji para aparatur-aparatur negara yang tidak adil

Guru…

Nama yang akan selalu dikenang sepanjang masa

Dengan kelincahan menarikan sebatang kapur di atas papan tulis yang mulai mengantuk

Dan terus mendidik hingga kami mendapatkan arti pentingnya kehidupan

  • Puisi 6: Sang Idola Edukasi (Karya: Ari Wulandari)

Dia adalah sosok inspirasi
Menjadi idola dunia edukasi
Mengajar dengan penuh dedikasi
Membuat kita jadi termotivasi

Dengan ilmunya yang luas
Dan hatinya yang lugas
Dia terus berjuang
Membangun bangsa yang besar

Semua orang mengakui
Kehebatannya dalam mengajar
Memberikan dorongan dan semangat
Untuk mencapai cita-cita

Guru yang mencerahkan
Mendidik dengan kasih sayang
Menjadikan ilmu bermanfaat
Untuk kehidupan yang lebih baik

  • Puisi 7: Untukmu Guru (Karya: I Kadek Agus Sudiandika)

Marahlah jika kami salah
Tertawalah jika engkau gundah
Dan tetaplah tunjukkan senyum terindah

Engkau berjuang tanpa lelah
Membimbing kami di sekolah
Mengajarkan ilmu, akhlak, dan akidah

Suaramu bagai ombak yang memecah
Auramu yang senantiasa gagah
Menyadarkan kami akan fitrah

  • Puisi 8: Suara Lembut yang Menguatkan

Di tengah kebisingan dunia
Suaramu hadir sebagai ketenangan
Lembut, namun penuh keyakinan
Menguatkan kami ketika hampir menyerah

Guruku
Suaramu bukan sekadar suara
Melainkan doa yang menjelma kata
Pengingat bahwa kami berharga
Bahwa kami mampu meraih apa pun yang kami cita

  • Puisi 9: Kilauan Lentera (Karya: Zafirah Sawsan Mumtaz)

Kala kebodohan membelenggu diri
Akan aksara yang tak dapat dimengerti
Engkau datang memberi arti
Dengan baswara bagai indurasmi

Harsa datang menghampiri
Terbaluti kilauan lentera suci
Saat engkau basmi buta aksara kami
Persistensi membimbing diri ini

Menjadikan diri berbudi pekerti
Kau lakukan semua tanpa pamrih
Terimakasih atas jasamu, Guru

Puisi 10: Setiap Detik adalah Pengorbanan

Setiap detik yang engkau berikan
Adalah pengorbanan yang tak ternilai
Dari peluh yang tak terlihat
Dari waktu yang tak pernah engkau hitun

Guruku
Engkau tak meminta balasan
Engkau hanya ingin kami menjadi manusia
Hari ini, izinkan kami membalasnya
Dengan doa, cinta, dan hormat yang tulus

Baca juga: Naskah Doa Peringatan Hari Guru Nasional 2025

  • Puisi 11: Kilauan Lentera (Karya: Zafirah Sawsan Mumtaz)

Kala kebodohan membelenggu diri
Akan aksara yang tak dapat dimengerti
Engkau datang memberi arti
Dengan baswara bagai indurasmi

Harsa datang menghampiri
Terbaluti kilauan lentera suci
Saat engkau basmi buta aksara kami
Persistensi membimbing diri ini

Menjadikan diri berbudi pekerti
Kau lakukan semua tanpa pamrih
Terimakasih atas jasamu, Guru

  • Puisi 12: Pembimbing Insan Terhebat (Karya: Ari Wulandari)

Engkau pembimbing terhebat
Diamanatkan dengan kasih sayang
Ilmu yang engkau tuang
Tiada terkira nilai besarnya

Pengetahuan yang kau ajarkan Membukakanku pintu dunia
Berkarya dan berkembang
Mimpiku tak lagi sebatas angan

Dengan sabar kau membimbing
Tak pernah letih memberi
Penuh semangat dan inspirasi
Mendidikku menjadi lebih baik

Kau takkan tergantikan
Sebagai sosok teladan
Oh.. guruku yang hebat
Hati ini kan selalu terkesan

  • Puisi 13: Guru (Karya: Kahlil Gibran)

Barangsiapa mau menjadi guru
Biarlah dia memulai mengajar dirinya sendiri
Sebelum mengajar orang lain

Dan biarkan pula dia mengajar dengan teladan
Sebelum mengajar dengan kata-kata

Sebab, mereka yang mengajar dirinya sendiri
Dengan membenarkan perbuatan-perbuatan sendiri

Lebih berhak atas penghormatan dan kemuliaan
Daripada mereka yang hanya mengajar orang lain
Dan membenarkan perbuatan-perbuatan orang lain

Puisi 14: Pahlawan Tanpa Tanda Jasa: Kepada Guru-Guruku (Karya: Marzuli Ridwan Al-bantany)

Kau pahlawan, pejuang ilmu pengetahuan
Tak menuntut riang
Kau pahlawan, tanpa tanda jasa
Tersemat di dada

Telah tak berbilang sudah
Manusia-manusia berilmu kau lahirkan
Di kota, di kampung dan ceruk-ceruk desa
Kau tabah, ikhlas melukis senyum paling indah

Pada setiap resah yang menjengah
Berpantang kau ucap kata lelah

Puisi 15: Perajut Asa, Penyambung Mimpi (Karya: Hang Irfan)

Setiap harimu berdiri
Memandangi jiwa penuh mimpi
Beralun kata penuh makna
Membuka jalan penuh asa

Segelas ilmu yang tersaji
Seteguk amal yang kunikmati
Sebuhul pesan berbalut kasih
Merajut harap menutup perih

Kadang bibirmu bergetar hebat
Meneriaki ketidaktahuanku yang lambat
Meski lelah ucapmu membimbing
Keputusasaanmu tak bergeming

Wahai insan perajut asa
Meski diri kadang tak kuasa
Memendam amarah mengumbar murka
Namun hati masih terbuka

Wahai insan penyambung mimpi
Berlutut kaki bersimpuh diri
Kebodohanku memohon ampunan
Kebijakanku karena tuntunan

Kini, asaku tegap berdiri
Mimpiku nyata di sisi
Sepuluh jari tangan kususun
Kalimah cintamu telah dihimpun

  • Puisi 16

Bersamamu rekah yang berketayap di puncak malam
Tidak jua ranum di ujung pagi
Namun titis embun masih jua mampu hembuskan harap
Padamu yang masih igaukan fitri

Dalam dekap yang erat di buhul lelap
Langkah kakimu telah pecah di dalam leach
Berkubang segala lantang
Tentang suara yang tak jua pikirkan siang

Bertekak membentuk luka
Bertukak hingga kau tersiksa
Setelah riuh tengkujuh subuh
Kau masih hangat menyeduh tadah

Manis gula di ujung madah
Ada aku diselip dalam ratibmu
Senyummu tetap manis melati di ujung laman
Tingkahmu rentak zapin zaman berzaman
Segalamu adalah pedoman

  • Puisi 17

Terima kasih guruku
Untuk bahtera ilmu yang telah engkau suguhkan
Kau Membuka tabir kebodohanku yang lugu dengan ketulusanmu
Dengan sikap keteladanmu yang membuatku mengagumimu

Aku mengagumimu seperti ayah dan ibuku
Kau menarik, tampil bagaikan sosok ibuku
Kau perkasa, mengajarkan pengorbanan sebagaimana ayahku
Kau hebat, laksana pahlawan yang tak pernah ragu
Kau pula bijaksana, mampu melahirkan para pencetus ilmu

Aku ingin seperti dirimu yang penuh teladan
Sebagai pahlawan yang tak tergantikan
Pahlawan yang tidak pernah terbayarkan
Kau berhasil membuka tabir dunia
Kau juga berhasil melukis kegemilangan
Dengan pengetahuan dan perhatian yang mengesankan

Wahai guruku pujangga kegemilangan
Namamu memang tidak terkenal
Namun jasamu telah banyak membuat orang terkenal
Kau berani korbankan waktu dan bakatmu
Untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anakmu
Sehingga kau mampu menggambarkan masa depan yang penuh harapan
Untuk kami yang ingin kau jadikan penerus perjuangan
Terima kasih pahlawan kegemilangan

  • Puisi 18: Pelita Senja di Jembatan Asa

Tatapan keruh air mata
Sarat kalimat tersirat
Tercekat di kerongkongan tanpa kata
Melebur, cairan itu melesat

Lihat, tubuh ringkih itu mendekat
Dengan sentuhan akhir lengkung parabola
Senyum yang berpaut palung cacat
Tak pernah gagal mengusir lara

Satu setengah dekade berlalu
Kita bertemu di pangkal jembatan yang bernama asa
Irisku berbinar lugu
Berbekalkan kanvas kosong tanpa tinta

Jendela mimpiku menampakkan celah
Sebelumnya butaku menghambatku melihat cahaya
Tunjuk ajarmu tak membuatku lelah
Setelah kau bisikkan tentang sang surya

Bagaimana?
Bagaimana bisa kubayangkan senja?
Tanpa kukenal pelita dikala kelam datang
Satu-satunya yang memberiku terang

Hingar bingar dunia mengecohkan
Keberadaanmu makin sulit kutemukan
Melampirkan kasih dalam haru
Sosok bergelarkan guru

Aku masih berada di tengah
Di ujung sana lambaian itu melemah
Langit jingga pun kelabu
Beruntungnya lentera pemberianmu menerangi jalanku

  • Puisi 19: Sebatang Rotan

Kalau bukanlah disebabkan sebatang rotan itu
Tak akan mungkin aku mengenal namamu
Saat sebatang rotan melecut di tubuhku
Disitulah aku memahami rasa sakit

Rasa sakit yang mengajar dan menuntunku pada kehidupan sesungguhnya
Dia adalah guru mengajiku
Di setiap malamnya, ia selalu melirihkan doa
Agar muridnya kelak menjadi manusia yang berakhlak mulia

Sebesar apapun namamu nanti
Jangan kau lupa dengan sebatang rotan itu
Biarpun kini rotan itu telah rapuh dan patah
Rotan itu juga yang telah membesarkan namamu

Biarkan rasa sakit itu mengalir di tubuhmu
Ianya tak akan sebanding dari rasa sakit dari dunia yang kejam ini

  • Puisi 20: Perisai Langkah

Terima kasih guruku
Hadirmu bak perisai langkah
Mengubur gelap pada masa
Menebas kejahilan di dinding waktu

Mengejar terang
Membawa petuah
Terima kasih guruku
Tiada kata yang bisa menyetara jasamu

Setiap momen bersamamu adalah rindu
Senyummu lentera di ruang bisu
Buku dan pencil yang kubawa
Sebagai jalan untuk kita beriring dengan sapa dan canda

Tingkahku penyebab amarahmu kadang kala
Namun nasehatmu selalu menjadi penghujung dialog kita
Doamu pelurus semangat
Iklasmu jadikan ilmu bermanfaat

(*)

Baca artikel TribunPriangan.com lainnya di Google News

Sumber: Tribun Priangan
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved