UMP 2026

Kemnaker: UMP 2026 Tak Temukan Angka, Begini Nasib Pekerja di Tahun Depan dengan Skema Baru

Kemnaker: UMP 2026 Tidak Temukan Kesamaan Angka, Begini Nasib Pekerja di Tahun Depan dengan Skema Baru

Kompas.com
UPAH 2026 TERBARU - Kemenaker: UMP 2026 Tak Temukan Angka, Begini Nasib Pekerja di Tahun Depan dengan Skema Baru. Ilustrasi upah.(Thinkstockphotos.com) 

TRIBUNPRIANGAN.COM - Tribuners, penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) periode tahun 2026, kini menjadi dua perhatian masyarakat.

Pasalnya, dari penundaan yang berdasar pada tidak adanya penemuan hasil akhir Pemerinatah, masyarakat juga makin dibuat khawatir dengan proses dan skema baru yang akan mengandalkan kualitas dan biaya hidup dari masing-masing daerah.

Seperti dikabarkan sebelumnya, pemerintah Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), secara resmi menunda penentuan UMP 2026 yang harus telah diumumkan hari ini, Jumat, (21/11/2025).

Hal ini disampaikan langsung Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli dalam saat konferensi pers, di Kantor Kemnaker, Jakarta.

Ya, batalnya pengumuman angka baru dalam perincian gaji para pekerja di Indonesia tersebut, diketahui berdasar pada beberapa hal yang telah didalami.

Menteri Yassierli menegaskan, pemerintah tidak akan menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 dalam satu angka nasional.

Alasan utama yang paling mendasar dari batalnya proses pengupahan gaya lama yang telah digunakan beberapa tahun lalu, nyatanya berdasar pada pertimbangan kebutuhan hidup layak (KHL) yang semakin menonjol dari berbagai daerah.

Baca juga: UMP Baru 2026 Batal Diumumkan Besok, Kemenaker Usung Jalur dan Skema Lain!

Pasalnya, proses pengupahan versi ini hanya akan menambah kesenjangan disparitas upah antar wilayah yang kini menjadi perhatian pemerintah.

jika mengambil contah di tahun 2025, pengupahan selalu mendasar pada satu angka yang akan digunakan diseluruh daerah.

Sedangkan tidak semua daerah akan sama pertumbuhan ekonominya, yang akan berakhibatkan terjadinya kesenjangan atau disparitas terkait dengan upah minimum lintas kota, kabupaten dan lintas provinsi, dan masing-masing daerah memiliki pertumbuhan ekonomi yang beragam.

"Jadi tidak dalam satu angka, karena kalau satu angka berarti disparitasnya tetap terjadi. Jadi kita sadar ada provinsi/kota/kabupaten yang memang pertumbuhan ekonominya tidak tinggi. Silakan dia boleh lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi/kota/kabupaten yang memang pertumbuhan ekonominya tinggi," jelasnya.

Ini menjadi kekhawatiran pemerintah yang berdampak pada daerah dengan nominal Upah terkecil perdaerah, kota, maupun provinsi nantinya.

Untuk itu, pihaknya akan mengusung konsep baru yang nanti dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP), bukan lagi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) seperti tahun lalu. 

Baca juga: UMP 2026 Batal Diumumkan dengan Cara Lama, Kemenaker Resmi Bocorkan Pola dan Skema Barunya

Dengan bentuk PP yang baru ini, maka penetapan UMP tidak lagi terikat dengan PP 36/2021, yang mana ada tenggat penetapan kenaikan UMP di tanggal 21 November.

"Artinya kita tidak terikat dengan tanggal yang ada pada PP 36/2021. Jadi tidak ada terikat dengan tanggal-tanggal harus 21 November," ucap dia.

Selain itu, Yassierli juga menjelaskan mulai Senin hingga Rabu pekan depan, Kemnaker akan menggelar sarasehan dengan para kepala dinas tenaga kerja seluruh Indonesia untuk mematangkan konsep rentang kenaikan (range) yang akan menjadi acuan daerah.

Selain itu, skema ini diharapkan dapat mengurangi gap antardaerah, dan tetap berpegang pada amanat MK untuk menjamin kesejahteraan pekerja.

"Sesuai amanat MK dia akan berupa range yang nanti kita berikan wewenang dari Dewan Pengupahan Provinsi/Kota/Kabupaten untuk menentukan dalam range itu sesuai dengan pertumbuhan ekonomi masing-masing wilayah," katanya.

Menurut Yassierli, skema pengupahan nanti akan berbentuk angka kisaran yang ditetapkan berbeda setiap provinsi. 

Pasalnya, pemerintah ingin mengatasi ketimpangan upah yang terlalu besar antar daerah di Indonesia.

Dimana nantinya pemerintah akan memberikan kewenangan kepada kepala daerah untuk menentukan UMP nya sendiri, tapi tetap dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi masing-masing wilayah.

"Jadi kita sadar bahwa ada provinsi atau ada kota, kabupaten yang memang pertumbuhan ekonominya tinggi, silakan. Dia boleh lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi, kota, kabupaten yang memang pertumbuhan ekonominya tidak tinggi," terangnya.

Baca juga: Mengenal Decent Living Standard, Patokan Kemenaker Batalkan Pengumuman UMP 2026 di 21 November 2025

Hal ini berbeda dengan tahun sebelumnya di mana UMP diumumkan langsung oleh presiden maupun menteri. Untuk UMP tahun depan bakal diserahkan langsung kepada kepala daerah.

"Ini juga sesuai dengan amanat dari MK (Mahkamah Konstitusi) untuk memberikan kewenangan kepada Dewan Pengupahan Provinsi untuk mengkaji, Dewan Pengupahan Kota/Kabupaten untuk mengkaji, menyampaikan kepada Gubernur dan tentu ditetapkan oleh Gubernur," pungkasnya.

Selain menjadi perhatian pemerintah, hal ini nyatanya juga menimbulkan kekhawatiran ditengah masyarakat, terutama pekerja.

Pasalnya, dengan dinamikan baru ini, akan menimbulkan berbagai perubahan dan dampak ekonomi yang beragam ditengah pekerja tanah air.

Lantas apa saja dampak yang signifikan dan paling menonjol terjadi pada para pekerja?

Dampak Skema Baru UMP bagi Pekerja

Ya, setiap penerapan baru atau skema baru dari satu sektor, akan menimbulkan konsekuensi dan keuntungan.

Kekhawatiran masyarakat selalu bertumpu pada dampak negatif dari satu ketetapan yang dirancang pemerintah, termasuk dalam hal penetapan UMP.

Dimana jika skema ini diterapkan, dampak yang terlihat diantaranya:

- Kenaikan yang kecil di daerah minim alias perkembangan ekonomi masih sangat lemah, menyebabkan tambahan kenaikan sangat kecil, akibatnya tidak bisa mengimbangi dari segi inflasi maupun biaya hidup yang semakin naik setiap periode.

- Ketidakpastian UMP pun bisa mempengaruhi, sebab para pekerja pastiya akan sangat sulit dalam perencanaan keungan jangka panjang di tahun tersebut.

- Kesenjangan sosial antar daerah pun juga akan sangat mendominasi, sebab setiap daerah pastinya akan tetap bersaing guna menarik investor dengan cara penekanan dari sisi upah, yang tidak menutup kemungkinan dapat berujung pengekspliotasi tenaga kerja di negara sendiri.

- Selain itu, kenaikan UMP pun tidak bisa terbilang cukup untuk keungan dan kesejahteraan pekerja, sebab harus adanya pengawasan agar menghindari adanya penyalahgunaan kebijakan dengan penerapan berbagai trik yang bisa menguntungkan para pengusaha.

Itu dia sedikit dampak negatif yang kemungkinan akan berlangsung ketika skema baru diterapkan.

Namun apapun hasilnya, masyarakat selalu berharap kebijakan ini bisa merangkul dan mengsejahterahkan masyarakat terutama para pekerja, serta sebisa mungkin juga menjaga stabilisasi dari sisi perusahaan.

(*)

Baca artikel TribunPriangan.com lainnya di Google News

Sumber: Tribun Priangan
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved