Teks Khutbah Jumat
Teks Khutbah Jumat 24 Oktober 2025: Celakalah Pemegang Timbangan yang Tak Kenal Adil dan Curang
Berikut ini terdapat Naskah Khutbah Jumat 24 Oktober 2025, berjudul Celakalah Pemegang Timbangan yang Tak Kenal Adil dan Curang
Penulis: Lulu Aulia Lisaholith | Editor: Machmud Mubarok
Beliau dikenal sebagai pedagang yang paling jujur, yang terpercaya, bahkan sebelum diangkat menjadi Nabi. Maka tidak heran bila beliau sangat mengecam praktik kecurangan dalam perdagangan. Dalam salah satu hadits yang masyhur, diriwayatkan oleh Imam Muslim No. 147, Rasulullah SAW bersabda:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلاً فَقَالَ مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ أَفَلاَ جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَىْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّى
Artinya: Rasulullah SAW pernah melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya. Lalu jari-jarinya menyentuh sesuatu yang basah. Beliau pun bertanya, 'Apa ini wahai pemilik makanan?' Ia menjawab, 'Terkena hujan, wahai Rasulullah.' Beliau bersabda, 'Mengapa tidak engkau letakkan di bagian atas makanan, agar manusia melihatnya? Barangsiapa menipu kami, maka ia bukan dari golongan kami.”
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Hadits yang baru saja kita dengar adalah sebuah ancaman yang sangat dahsyat. Ungkapan "فَلَيْسَ مِنَّا", atau “maka bukan dari golongan kami”, bukanlah teguran biasa. Ini adalah pernyataan keras dari Rasulullah, bahwa orang yang menipu, termasuk para pengoplos dalam perdagangan, telah melepaskan dirinya dari barisan kaum muslimin yang jujur, yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, amanah, dan integritas dalam hidupnya.
Tindakan itu bukan hanya melukai kepercayaan pembeli, tapi juga mengkhianati ajaran Nabi kita tercinta. Ia telah mengingkari nilai ukhuwah dan merusak citra Islam yang luhur. Na’udzubillah.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Ancaman bagi para pelaku pengoplosan tidak sebatas celaan atau sanksi moral. Lebih dari itu, ada konsekuensi nyata baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, mereka akan kehilangan keberkahan rezeki, karena harta yang diperoleh dari hasil pengoplosan adalah harta haram. Dan harta haram itu, meskipun tampak banyak dan menggiurkan, tidak akan pernah membawa ketenangan, tidak akan menghadirkan kebahagiaan dalam rumah tangga, bahkan bisa jadi sumber malapetaka. Apa artinya kekayaan jika tidak diiringi dengan ketenteraman batin, keharmonisan keluarga, dan keberkahan hidup? Justru sebaliknya, harta haram akan mengundang penyakit hati, pertengkaran, dan keretakan dalam rumah tangga. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan kita dalam Surah Al-Baqarah ayat 276:
يَمْحَقُ اللّٰهُ الرِّبٰوا وَيُرْبِى الصَّدَقٰتِۗ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ اَثِيْمٍ
Artinya, “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekufuran dan bergelimang dosa.”
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 24 Oktober 2025: Kejamnya Fitnah Akhir Zaman Jelang Kiamat
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Dalam hukum Islam, pelaku pengoplosan bisa dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat kerugiannya. Namun sanksi yang paling nyata terasa adalah hilangnya kepercayaan masyarakat. Dan kita tahu bersama, bahwa bisnis atau usaha apa pun dibangun di atas pondasi kepercayaan. Sekali saja seorang pedagang dicap sebagai penipu atau pengoplos, maka runtuhlah reputasinya. Pelanggan akan menjauh, dan usahanya pun terancam bangkrut. Sulit baginya untuk kembali mendapatkan tempat yang terhormat di tengah masyarakat.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Lebih berat dari itu semua adalah ancaman azab di akhirat kelak. Para pengoplos, penipu, dan pelaku kezaliman dalam perdagangan akan menghadapi hisab yang berat di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Setiap sen harta yang diperoleh dengan cara zalim akan dimintai pertanggungjawaban. Setiap kesulitan dan kerugian yang ditanggung oleh orang lain akan dituntut secara adil di hadapan-Nya. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmizi No. 614:
يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لاَ يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلاَّ كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.