Pengabdian Kader TBC Ciamis

Kisah Pengabdian Elah Mudrikah, Kader TBC Ciamis Pernah Jaminkan KTP di RSUD Demi Pasien

Delapan tahun sudah Elah Mudrikah (40) menjadi kader TBC di Puskesmas Baregbeg, Ciamis, tanpa gaji tanpa asuransi tanpa jaminan sosial

Penulis: Ai Sani Nuraini | Editor: Machmud Mubarok
TribunPriangan.com/Ai Sani Nuraini
KADER TBC - Elah Mudrikah (40) sudah delapan tahun menjadi kader TBC di Puskesmas Baregbeg, Kabupaten Ciamis. Dia tak memiliki gaji, tetapi karena rasa kemanusiaan dan tekad untuk membantu sesama yang berjuang melawan penyakit menular yakni Tuberkulosis (TBC) yang membuatnya bertahan. Foto diambil saat Elah berada di Puskesmas Baregbeg, Kabupaten Ciamis, Kamis (30/10/2025). 

Laporan Wartawan TribunPriangan.com, Ai Sani Nuraini

TRIBUNPRIANGAN.COM, CIAMIS – Delapan tahun sudah Elah Mudrikah (40) menjadi kader TBC di Puskesmas Baregbeg, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.

Bukan karena gaji atau penghargaan yang membuat Elah bertahan, tetapi karena rasa kemanusiaan dan tekad untuk membantu sesama yang berjuang melawan penyakit menular, yakni Tuberkulosis (TBC).

Setiap kali ada warga terduga TBC, nama Elah selalu muncul dalam daftar kunjungan lapangan.

Ia akan berangkat menembus gang-gang desa, membawa botol sampel dahak, masker, dan keberanian. 

Kadang dengan motor butut milik suaminya, sering juga dengan uang bensin dari kantong sendiri.

“Kalau ada pasien baru, saya harus segera ke rumahnya untuk investigasi kontak. Kadang sampai malam, apalagi kalau keluarganya menolak diperiksa,” tuturnya, Kamis (30/10/2025).

Sejak 2017, Elah menjadi ujung tombak program TBC di wilayahnya.

Baca juga: Hari TBC Sedunia, Dokter RSUD Pandega Beri Sosialisasi Penyembuhan

Baca juga: Peringati HKN ke-59, Herdiat Menyoroti Kasus HIV/AIDS dan TBC di Ciamis yang Tinggi

Namun di balik tugas berat itu, tidak ada gaji tetap, tidak ada asuransi, dan tidak ada jaminan sosial.

Ia hanya mendapat reward dari lembaga nirlaba Penabulu, mitra Stop TB Partnership Indonesia (STPI), sebesar Rp 10 ribu untuk setiap suspek dan Rp 40 ribu jika hasilnya positif.

“Insentif dari desa atau puskesmas tidak ada, hanya reward itu saja. Tapi saya tetap jalani, karena kalau bukan kita, siapa lagi yang mau turun langsung?” ujarnya dengan nada pelan.

Suatu ketika, Elah harus menemani pasien TBC yang mengalami sesak napas parah ke RSUD Ciamis. 

Namun keluarga pasien tak memiliki BPJS atau Kartu Indonesia Sehat (KIS). Obat TBC memang gratis, namun biaya kamar, infus, dan oksigen tetap harus dibayar.

“Kasihan, keluarganya tidak punya uang. Akhirnya KTP saya yang ditahan di kasir rumah sakit, supaya pasien bisa dirawat,” kenangnya lirih.

Kejadian itu bukan satu-satunya bentuk pengorbanan Elah. Ia sering menanggung biaya bensin dan pulsa sendiri untuk memastikan pasien tidak putus obat. 

Sumber: Tribun Priangan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved