Laporan Wartawan Tribun Jabar, Hilman Kamaludin
TRIBUNPRIANGAN.COM, BANDUNG - Aksi blokade jalan yang dilakukan sopir bus pariwisata di Jalan Surapati menuju Pasteur, Kota Bandung dipicu akibat mereka kecewa tidak bisa bertemu dengan Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi saat melakukan unjuk rasa di Gedung Sate, Senin (21/7/2025).
Mereka berunjuk rasa menolak Surat Edaran (SE) Gubernur Jabar soal larangan study tour karena akibat kebijakan tersebut, pemasukan mereka jadi menurun.
Sopir bus itu sempat melakukan aksi blokade dengan cara memarkirkan kendaraannya di jalan sekitar satu jam.
Kemudian bus tersebut melaju menuju Jalan Pasteur hingga akhirnya arus lalu lintas macet parah karena bus yang sebelumnya mengikuti unjuk rasa itu cukup banyak.
"Kami lagi menutup jalan karena kecewa tidak bertemu dengan Dedi Mulyadi," ujar Rizkiana (47) seorang sopir bus saat ditemui di Jalan Pasteur, Senin (21/7/2025) sore.
Padahal mereka sudah berharap besar bisa bertemu dengan Dedi Mulyadi untuk menyampaikan tuntutannya karena akibat kebijakan tersebut, perekonomian mereka menjadi terpuruk.
"Hari ini ada ratusan bus se-Jawa Barat yang turun. Tapi akhirnya kecewa tidak bertemu karena katanya pak Gubernurnya lagi di Bogor," katanya.
Baca juga: Farhan Abaikan SE Dedi Mulyadi, Sekolah di Kota Bandung Dibolehkan Study Tour
Baca juga: Pemkot Tasikmalaya Akan Carikan Solusi Jangka Pendek dan Panjang Soal Larangan Study Tour
Kepala Bidang Pengendalian dan Operasi, Dinas Perhubungan Kota Bandung, Asep Kuswara mengatakan, aksi blokade jalan oleh sopir bus pariwisata tersebut dilakukan di Jalan Diponegoro, Surapati, dan Sentot Ali Basyah.
"Jadi memacetkan dari arah barat ke arah timur, jadi kami langsung turun dengan jajaran kepolisian," ujarnya.
Di tengah kemacetan dan kerumunan masa aksi, seorang pengendara motor sempat berusaha menerobos hingga akhirnya kondisi itu menyulut emosi peserta. Kemudian mereka langsung mengejar dan memukuli pengendara itu.
"Kalau itu mah pasti semuanya emosi, kan gitu. Emosi pengendara lain karena macet dan emosi juga dari para teman-teman dari kru bis itu, jadi kita harus bisa saling meredamkan," kata Asep.
Asep mengatakan, dengan adanya aksi blokade jalan itu pihaknya bersama aparat kepolisian langsung melakukan pengaturan arus lalu lintas karena mengalami kemacetan, baik ke arah barat maupun ke arah timur.
"Jadi ada pengalihan arus, semua kendaraan yang menuju barat ataupun kendaraan yang menuju timur ya diarahkan turun di flyover tidak terjadi penumpukan di sini," ucapnya.
Bawa Massa Lebih Besar
Sopir, kernet bus dan pelaku usaha pariwisata yang tergabung dalam Para Pekerja Pariwisata Jawa Barat, (P3JB) mengancam bakal menggelar aksi lebih besar, setelah gagal bertemu langsung Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi.
Sejak awal, massa aksi menolak jika hanya diajak audiensi oleh Kepala Dinas atau staf di Pemprov Jabar.
“Kami inginnya bertemu dengan Gubernur, atau teleconference,” ujar Koordinator aksi solidaritas para pekerja pariwisata Jawa Barat, Herdi Sudardja, Senin (21/7/2025).
Aksi tersebut dilakukan sejak pukul 10.00 WIB, namun hingga pukul 13.30 WIB, massa aksi yang meminta Surat Edaran (SE), nomor 45/PK.03.03.KESRA tentang larangan menggelar studi tour dicabut, tak juga bertemu dengan Dedi Mulyadi.
Salah satu staf dari Biro Kesejahteraan rakyat (Kesra) kemudian menemui massa aksi untuk diajak audiensi, namun ditolak mentah-mentah.
Massa aksi justru meminta agar staf Biro Kesra itu menghubungi asisten pribadi Dedi Mulyadi. Perdebatan antara massa aksi dengan staf Biro Kesra itu pun sempat berlangsung beberapa menit.
Sekitar pukul 16.00 WIB, massa aksi yang tidak juga bertemu dengan Dedi Mulyadi, akhirnya membubarkan diri dan menutup jalan Pasupati, Kota Bandung.
Berdasarkan informasi dari biro administrasi pimpinan, Dedi Mulyadi sendiri hari ini tengah mengikuti kegiatan di Bogor, menghadiri acara peluncuran koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
Herdi pun mengancam akan menggelar aksi lebih besar, jika hari ini Dedi Mulyadi tak menemui massa aksi.
"Kalau total yang bekerja di sektor ini di Jawa Barat sekitar 8.000. Itu yang formal. Yang informal itu sekitar 5.000. Yang berarti ada 13.000. Yang informal itu saya katakan, karena bekerja di sektor transportasi itu rata-rata informal," ucapnya. (*)