Hal itu selaras dengan Hukum Humaniter Internasional yang mengatur batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar dalam peperangan, yakni melarang keras menyerang warga sipil, paramedis, tidak boleh menargetkan sekolah, tempat ibadah, rumah sakit, ambulan dan kendaraan yang mengangkut alat-alat kesehatan serta bantuan kemanusiaan.
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 27 September 2024: Bijaklah dalam Menyebarkan Apa yang Kita Tahu
Sementara kita saksikan di berbagai media, dalam agresi militernya, Zionis Israel menyerang warga Gaza membabi buta. Mereka menyerang permukiman warga, sekolah, rumah sakit, gereja, masjid dan semua fasilitas umum tak luput dari sasaran keganasan mereka. Kini, hampir seluruh bangunan di Gaza hancur luluh oleh rudal-rudal dan bom mereka.
Zionis Israel tidak lagi menghiraukan seruan perdamaian dari dunia internasional, berbagai perjanjian mereka langgar, resolusi PPB mereka abaikan. Ajakan-ajakan perundingan damai dan gencatan senjata tidak dipedulikan.
Maka, kejahatan apa lagi yang lebih besar dari apa yang telah mereka lakukan. Pantas dan sangat layak jika Mahkamah internasional (ICJ) menyebut Zionis Israel telah melakukan aksi genosida (pembantaian massal) di Gaza.
Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk hidup berdampingan dengan umat-umat yang lain secara damai, dalam suasana harmoni, meski berbeda keyakinan, agama, suku dan bangsa.
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 27 September 2024, Penutup Bulan dengan Keutamaan Membaca Shalawat
Hal itu dipraktikkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersama para sahabatnya yang mulia di Madinah. Ketika itu, di kota Madina, selain kaum Muslimin, ada umat Yahudi, dan orang-orang dan kabilah yang belum menerima Islam. Mereka menyepakati sebuah perjanjian untuk hidup berdampingan, saling bekerja sama, dalam prinsip-prinsip toleransi dan harmoni.
Jika ada gangguan dan ancaman dari pihak luar, penduduk Madinah akan bekerja sama, saling menolong untuk mengamankan kota tersebut. Kesepakatan itulah yang dikenal dengan Piagam Madinah (Shahifah Al-Madinah).
Ketika menghadapi konflik, selama masih dapat diusahakan, Islam mengajarkan umatnya untuk mengutamakan dialog, negosiasi, musyawarah dan mufakat dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip perdamaian, persamaan hak dan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rasul-Nya sangat memuji seseorang yang mampu mewujudkan perdamaian. Bahkan, Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam menyebut, pahalanya melebihi shalat, zakat, dan sedekah.
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَفْضَلَ مِنْ دَرَجَةِ الصَّلَاةِ، وَالصِّيَامِ، وَالصَّدَقَةِ؟ ” قَالُوا: بَلَى. قَالَ: ” إِصْلَاحُ ذَاتِ الْبَيْنِ. وَفَسَادُ ذَاتِ الْبَيْنِ هِيَ الْحَالِقَةُ (رواه ابوداود)
“Maukah jika aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang lebih utama dari derajat puasa, shalat dan sedekah?’” Para sahabat menjawab: Tentu wahai Rasulullah. Beliau bersabda: ‘Mendamaikan orang-orang yang sedang berselisih. (Karena) rusaknya orang yang berselisih adalah mencukur (amal kebaikan yang telah mereka kerjakan).” (HR Abu Daud).
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 27 September 2024, Penutup Bulan dengan Keutamaan Membaca Shalawat
Maka, seorang Muslim sejati hendaknya senantiasa aktif sebagai penyeru perdamaian, penengah konflik, pemberi solusi (problem solver) dalam konflik, dan menjadi bagian dari unsur pemersatu umat.
Untuk mewujudkan perdamaian dan rahmat bagi seluruh alam, maka umat Islam hendaknya melaksanakan syariat Al-Jama’ah, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
الْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ (رواه أحمد)