Ledakan Amunisi di Garut Makan Korban

SOP dan Prosedur Peledakan Inventaris TNI AD, Apakah Boleh Melibatkan Masyarakat Sipil?

SOP dan Prosedur Peledakan Inventaris TNI AD, Apakah Boleh Melibatkan Masyarakat Sipil?

Penulis: Lulu Aulia Lisaholith | Editor: ferri amiril
Kolase TribunPriagan.com
LEDAKAN AMUNISI TNI - SOP dan Prosedur Peledakan Inventaris TNI AD, Apakah Boleh Melibatkan Masyarakat Sipil?. Ilustrasi bahan peledak (Editing Canva TribunPriangan.com/ Lulu Aulia Lisaholith) 

Adapun masih dari sumber yang sama, terdapat beberapa ketentuan tengtang radius aman peledakan yang harus diperkirakan oleh juru ledak.

Dimana KTT/PTL menetapkan dan bertanggung jawab terhadap radius aman peledakan berdasarkan teknis perhitungan dan kajian pengendalian risiko yang paling kurang terdiri atas:

1. Jarak aman manusia
2. Jarak aman peralatan
3. Jarak aman fasilias perlengkapan, dan 
4. Jarak aman lingkungan

Dimana jika sesuai SOP jarak aman peledak dengan fasilitas peledak juru ledak adalah 300 meter, sementara untuk manusia sejauh 500 meter dari batas terluar peledakan yang diukur pada jarak horizontal atau berdasarkan kajian teknis.

Dengan demikian, tidak ada aturan yang menegaskan adanya keikut sertaan masyarakat sipil dalam aktifitas peledakan baik secara perindustrian maupun inventaris negara, selain para juru ledak yang telah berlisensi resmi.

Kebiasaan warga mengumpulkan logam 

TNI mengungkap bahwa masyarakat sekitar sudah terbiasa mengumpulkan serpihan logam, tembaga, atau sisa material dari pemusnahan amunisi.

Namun, dalam kasus ini, kebiasaan tersebut justru berujung petaka karena diduga masih ada amunisi aktif yang belum meledak. 

"Memang biasanya apabila selesai peledakan, masyarakat datang untuk ambil sisa-sisa ledakan tadi, apakah serpihan-serpihan logamnya yang dikumpulkan, kemudian tembaga, atau besi, yang memang bekas dari granat, mortir, itu yang biasanya masyarakat ambil logam tersebut," ujar Kristomei, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen Kristomei Sianturi, dalam live Kompas TV.

Mayjen Kristomei menegaskan bahwa kondisi keamanan dari amunisi yang sudah kedaluwarsa atau expired seperti di Garut tidak bisa diperkirakan.

Penanganannya harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena bisa meledak sewaktu-waktu. "Ya namanya amunisi sudah kedaluwarsa, ini kan tidak bisa kita perkirakan. Artinya juga isiannya apakah masih sesuai dengan yang memang seharusnya ada, atau pemantiknya juga masih sesuai dengan yang memang sudah sesuai prosedurnya," ujar Kristomei.

TNI mengaku, sedang melakukan investigasi internal untuk mengetahui apakah seluruh prosedur standar operasi telah dijalankan dengan benar. 

Evaluasi menyeluruh disebut sangat penting agar peristiwa serupa tidak kembali terulang.

Kristomei berjanji akan memberi informasi detail perihal kronologi kejadian ledakan tersebut.

"Saat ini kita akan konsentrasi untuk melakukan investigasi kenapa hal tersebut bisa terjadi. Nanti ke depan kita akan detailkan apa penyebab terjadinya ledakan tersebut," ujar Kristomei.

Baca juga: Sosok Kolonel Cpl Antonius Hermawan, Jadi Korban Ledakan Amunisi di Garut, Teman Seangkatan Kapuspen

Identivikasi 13 Korban

Total korban jiwa dalam peristiwa ini mencapai 13 orang. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Priangan
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved