Idul Fitri 1446 H

5 Naskah Idul Fitri 2025 Penuh Makna Resmi Kemenag, MUI, Guru Besar, hingga Ulama Tersohor Tanah Air

5 Naskah Idul Fitri 2025 Penuh Makna Resmi Kemenag, MUI, Guru Besar, hingga Ulama Tersohor Tanah Air

SERAMBI/M Anshar
KHUTBAH IDUL FITRI - 5 Naskah Khutbah 2026. Ilustrasi sholat Idul Fitri. (Dok; Arsip TribunPriangan.com/ SERAMBI/M Anshar) 

Ma’asyiral Muslimin, Jamaah Sholat Idul Fitri yang Diberkahi Allah SWT

Kehidupan di dunia ini sejatinya adalah sebuah ujian dan tidak ada satu pun orang hidup kecuali diuji oleh Allah SWT, bahkan para nabi dan utusan Allah pun tak luput dari ujian. Sejak kita terlahir di dunia ini, dihadapkan dengan berbagai ujian, ketika akan memasuki sekolah ada ujian, di setiap kenaikan kelas ada ujian, dan bahkan mau lulus pun ada ujian. Ketika akan melamar kerja kita diuji dan saat promosi jabatan pun pasti ada seleksi ujian.

Demikian juga, kehidupan dunia ini, sejatinya adalah ujian, di mana tempat kelulusannya adalah kehidupan akhirat kelak yaitu surga atau neraka, bahagia atau sengsara selamanya. Allah berfirman di awal Surat al-Mulk:

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (1) الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ (2) 

Ujian yang diselenggarakan oleh manusia tentu sangat berbeda dengan ujian yang diselenggarakan Allah SWT. Ujian di sekolah maupun di dunia kerja sangat bersifat rahasia, jangankan jawabannya, soal-soalnya pun bersifat rahasia.

Sangat berbeda dengan ujian masuk surga, jangankan soal-soalnya, kunci jawaban pun sudah diberitahukan oleh Allah dan sudah menjadi rahasia umum. Maka sungguh bodohlah kita jika tidak lulus masuk surga. Dan kunci masuk surga itu adalah kalimah la ilaha illa Allah. Itu adalah kalimat Tauhid, yaitu kalimat pembeda antara muslim dan non-muslim, kalimat penentu kebahagiaan di surga atau kesengsaraan di neraka.

Nabi SAW bersabda:

 إن الله حرم على النار من قال لا إله إلا الله يبتغي بذلك وجه الله

“Sesungguhnya Allah mengharamkan seseorang yang mengucapkan la ilaha illa Allah dengan ikhlas karena Allah”.

Kalimat Tauhid di atas tentu bukan hanya sekedar diucapkan, tapi perlu diyakini dengan sepenuh hati bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah SWT dan keyakinan tersebut dibuktikan dengan pengabdian dan penghambaan diri kepada Allah dengan berbagai macam ibadah.

Hadirin yang dimuliakan Allah.

Di setiap Ramadan, kita selalu mendengar dan bahkan hafal hadis Rasulullah SAW yang artinya, “Ketika masuk bulan Ramadan maka syaitan-syaitan dibelenggu, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup” (HR Bukhari dan Muslim).

Memang begitulah keutamaan bulan Ramadan di mana setan-setan akan dibelenggu, pintu surga akan dibuka dan pintu neraka akan ditutup. Tetapi hadis di atas tidak tepat dimaknai secara tekstual. Untuk memahaminya perlu memahami makna majazi.

Setan dibelenggu di bulan Ramadan bukan berarti setan tidak akan menggoda manusia untuk melakukan perbuatan dosa. Buktinya saat puasa pun masih banyak yang tidak shalat dan batal puasa lantaran tidak kuat menahan lapar dan akhirnya pergi mencari makan. Secara majazi, setan dibelenggu berarti umat Muslim yang menjalankan ibadah puasa diberikan kemampuan lebih oleh Allah untuk tidak menuruti bisikan-bisikan setan.

Lantas bagaimana dengan adanya kata pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup?

Maksud pintu surga dibuka karena di bulan puasa amal shaleh akan dilipat gandakan pahalanya sehingga kesempatan masuk surga jadi lebih besar. Sedangkan pintu neraka ditutup berarti di bulan puasa kesempatan kita untuk melakukan perbuatan dosa lebih kecil dibandingkan dengan bulan-bulan biasa.

Hadirin yang dimuliakan Allah

Kalimat Tauhid yang sudah kita punyai dan kita simpan dalam hati, bisa jadi tidak dapat kita gunakan untuk membuka pintu-pintu surga. Hal itu dikarenakan pintu surga terkunci dari dalam. Maka oleh karena itu kita perlu mengetuk pintu-pintu tersebut. Ada satu hadis yang mencakup amalan-amalan yang dapat mengetuk pintu-pintu surga, yaitu hadis yang berbunyi:

«أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصِلُوا الْأَرْحَامَ، وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ»

Nasihat ini disampaikan oleh Nabi SAW saat memasuki kota Madinah. Dalam hadis tersebut ada empat amalan yang dapat membantu kita mengetuk dan membuka pintu surga:

Pertama, menebarkan salam. Salam secara bahasa dipahami sebagai ucapan, yaitu assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Dan ini adalah ucapan salam yang harus kita jadikan sebagai tradisi baik kita.

Salam juga dimaknai sebagai keselamatan dan perdamaian. Setiap muslim di manapun berada dituntut untut menebarkan keselamatan dan perdamaian, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan, sebagai wujud keimanan kepada Allah SWT. Dan tidak patut seorang muslim menimbulkan keresahan, kerusakan, dan kehancuran tatanan kehidupan, karena itu menjadi penghalang baginya untuk masuk surga.

Kedua, Memberi makan. Di antara hikmah diwajibkannya puasa Ramadan adalah agar kita dapat merasakan lapar dan dahaga. Sementara, banyak orang yang lapar bukan karena puasa, tetapi kelaparan karena ketiadaan. Dan lapar di sini tidak terbatas dengan kosongnya perut dari makanan dan minuman, tetapi kosongnya akal dari ilmu.

Maka, dalam konteks ini kita dituntut tidak hanya berbagi makanan sebagai nutrisi badan, tetapi juga berbagi donasi pendidikan sebagai nutrisi jiwa bagi yang membutuhkan.

Ketiga, menjalin silaturrahim atau kasih saying. Agama kita sangat menganjurkan untuk menjalin silaturrahim, karena silaturrahim mendatangkan manfaat yang luar biasa; 1) dapat memperpanjang umur dan melapangkan rezeki, 2) akan dijauhkan dari neraka, 3) menjadi salah satu sarana kita untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, 4) dapat menjaga kerukunan dan keharmonisan dengan sesame, dan 5) dapat menjadikan kita sebagai makhluk yang mulia.

Maka momentum Idul Fitri ini sangat tepat kita manfaatkan untuk bersilaturrahim kepada orang tua, keluarga, sanak saudara, tetangga, mitra kerja dan kepada semuanya, tetapi tentu harus tetap mejaga protokol kesehatan.

Keempat, shalat malam. Shalat sunnah yang paling besar pahalanya adalah qiyamul lail. Semoga ritual shalat tarawih, shalat witir, dan bangun malam untuk sahur yang kita lakukan sebulan kemarin mampu kita pertahankan selama sebelas bulan ke depan, sehingga tujuan diwajibkannya puasa dapat terwujud yaitu terwujudnya jiwa yang bertakwa dan hadirnya jiwa-jiwa yang shalih yang suka menebar kebajikan, keselamatan, dan perdamaian, serta jiwa yang peduli terhadap kemiskinan dan ramah terhadap lingkungan.

Hadirin yang dimuliakan Allah

Demikian khutbah singkat pada kesempatan ini, semoga bermanfaat bagi kita semuanya. Semoga Allah selalu membimbing kita di jalan yang lurus dan memberikan kekuatan kepada kita untuk beristiqamah di jalan tersebut. Amin ya rabbal ‘alamiin.

3. Naskah Khutbah Idul Fitri : "Ramadhan Menuju Keseimbangan

(Oleh Oleh: Drs. H. Mahfudh Shodar, M.Ag.)

Hadirin Shalat Idul Fitri rahimakumullah!!

Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dalam artian melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya atau dengan istilah lain “la ma’shiyyata qoth-thu” artinya tidak akan melakukan kemaksiyatan apa pun. Karena hanya dengan itulah kita dapat meningkatkan kualitas ketaqwaan kita dan terhindar dari nafsu angkara murka yang merugikan.

Allahu akbar 3x, wa lillahil hamd!!...

Puji syukur kita haturkan kehadirat Allah Yang Maha pemurah atas segala kemurahan rahmat dan karunia-Nya, bimbingan dan pertolongan-Nya, taubat
dan maghfirah-Nya selama dalam bulan Ramadhan yang mulia, sehingga kita dapat menyelesaikan ibadah puasa kita sebulan penuh dengan sebaikbaiknya. Segala macam pantangan dan larangan di siang Ramadhan telah berhasil kita hindarkan. Mental dan budi pekerti telah berusaha kita tingkatkan ke arah yang lebih mulia. Kemurahan hati dan kedermawanan kita teruji dengan mengeluarkan shodaqah, zakat fitrah, dan zakat yang lain kepada kaum yang memang membutuhkan dan berhak menerimanya.

Semua itu telah berhasil kita lalui, semua itu berkat kemurahan dan perkenan dari Allah semata. Oleh karena itu, sekali lagi, marilah kita panjatkan puji syukur dengan setulus-tulusnya kepada Allah SWT.

Allahu akbar 3x, wa lillahil hamd!!...

Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah !!

Bulan Ramadhan yang bertuah, penuh rahmat dan maghfirah, bulan ujian dan pembinaan, bulan pendidikan ke arah kebenaran, ketabahan, kerendahan hati untuk tidak berlaku sombong dan pongah, kekhusyu’an untuk selalu mengabdi
kepada Allah, ketaqwaan untuk tidak melakukan kemaaksiatan apa pun, keihlasan dalam setiap tindakan, kebaktian dalam setiap kebenaran dan kemaslahatan, dan rasa solidaritas terhadap sesama. Di mana bagi orang yang berpuasa, pahalanya akan dipenuhi dan dilipatgandakan dengan tidak ada hitungannya lagi. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Sajadah (32): 17, yaitu:

فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَّآ اُخْفِيَ لَهُمْ مِّنْ قُرَّةِ اَعْيُنٍۚ جَزَاۤءًۢ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ 

“Tidak seorang pun yang mengetahui apa yang dirahasiakan dan disediakan untuk orang-orang ituyakni ketenangan hati, sebagai balasan terhadap orang apa yang telah mereka perbuat.”

Para ulama mengatakan bahwa mereka itu adalah orang-orang yang melaksanakan puasa. Pendapat itu didasarkan pada QS. Az-Zumar (39): 10, yaitu:

قُلْ يٰعِبَادِ الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوْا رَبَّكُمْۗ لِلَّذِيْنَ اَحْسَنُوْا فِيْ هٰذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌۗ وَاَرْضُ اللّٰهِ وَاسِعَةٌۗ اِنَّمَا يُوَفَّى الصّٰبِرُوْنَ اَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Artinya:“Hanya orang-orang sabarlah yang dipenuhi pahalanya tanpa ada hitungannya”

Oleh karena itu, tidak lah dapat dibayangkan berapa besarnya pahala itu karena Allah sendiri yang akan memperhitungkannya. Ada dua alasan
mengapa demikian:

Pertama: bahwa ibadah puasa itu merupakan suatu pengekangan dan pengendalian diri sendiri. Rahasia untuk melaksanakannya tergantung pada dirinya sendiri pula. Ia bukan lah suatu amalan yang dapat dilihat. Puasa itu hanya dapat disaksikan oleh pelakunya sendiri dan Allah ‘Azza wa Jalla semata, sehingga nilai kesungguhannya bergantung pada kesabaran diri dan kejernihan kacamata iman yang dimiliki oleh orang yang berpuasa itu sendiri.

Kedua: bahwa ibadah puasa itu merupakan tantangan pada musuh-musuh Allah ‘Azza wa Jalla.

Perantara godaan syaithan adalah kesyahwatan-kesyahwatan. Kekokohan kesyahwatan itu adalah melalui makan, minum, dan seks. Jadi, jalan untuk menindas gerakan musuh Allah itu adalah dengan puasa, yang juga sebagai pertolongan untuk menegakkan agama Allah. Datangnya pertolongan Allah itu bergantung pada pertolongan manusia itu sendiri pada Allah. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Muhammad (47): 7, yaitu:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ تَنْصُرُوا اللّٰهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ اَقْدَامَكُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu semua menolong Allah, maka Allah akan menolong kamu semua, dan akan memantabkan langkah-langkahmu.”

Dari segi itulah, puasa adalah merupakan pintu peribadatan dan dapat dijadikan perisai dan pengendalian diri.

Allahu akbar 3x, wa lillahil hamd!!...

Kaum muslimin dan mukminin yang berbahagia!!

Kini bulan yang mulia itu telah meninggalkan kita. Namun hal yang perlu dicatat dan diperhatikan adalah bagaimana pengaruh puasa itu pada diri terhadap
sebelas bulanberikutnya. Indikator puasa kita mabrur adalah bertambahnya kualitas taqwa kita, yang berarti bertambahnya kemampuan kita untuk melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi laranganlarangan-Nya, bertambahnya kemampuan kita menjaga diri dari segala yang membawa kerusakan dan bencana, bertambahnya kemampuan kita untuk menjaga masyar akat dan bangsa ini dari kerusakan dan bencana yang menyebabkan mereka menderita lahir batin, dunia akhirat.

Mudah-mudahan dengan selesainya pelaksanaan ibadah shiyam itu, hilang hapus lah dosa-dosa dan kesalahan kita, tersingkir lah sifat-sifat tamak dan loba kita, lenyap lah dari hati kita sifat yang buruk, serta jauh lah kita dari rayuan syaithoniyyah, kemungkaran, kemaksiyatan, dan kekejian-kekejian lainnya. Sehingga, tumbuhlah kelembutan hati dan kejernihan pikir menuju ridlo Illahi Rabb. 

Sekarang kita telah memasuki hari ‘Idul Fitri, hari yang penuh kebahagiaan, kebahagiaan untuk kita dan untuk semua umat Islam yang telah memenuhi ibadah shiyam-nya pada bulan Ramadhan. 

Namun suasana hari ‘Idul Fitri yang penuh kebahagiaan itu jangan sampai memperdayakan kita untuk mengikuti keinginan-keinginan syahwat kita dengan berlombalomba membeli dan memakai pakaian atau pun barang lainnya yang indah-indah, yang kesemuanya itu seringkali di luar kemampuan kita.

“Bukan lah hari raya itu untuk orang yang memakai pakaian/ barang yang baru, tetapi hari raya itu adalah untuk orang yang ketaatannya
(kepada Alloh dan Rosulnya) bertambah dan semakin jauh dari kemaksiyatan”.

Kita harus menyadari bahwa hawa nafsu yang telah kita perangi dan kita kalahkan sebulan penuh di bulan Ramadhan, tentu tidak menyerah begitu saja. Di balik kekalahan yang diderita oleh hawa nafsu itu tentu masih ada reaksi dan dendam dari syaithon yang selalu memasang perangkap dan mencari
kelengahan kita.

Oleh karena itu, marilah kita jadikan ‘Iedul Fitri ini sebagai penggugah jiwa kita untuk senantiasa waspada dalam mengahadapi bujukan-bujukan syaithan. Tidak
kita nodai kemenangan puasa yang telah kita jalani sebulan penuh, dengan perbuatan-perbuatan mungkar dan menyimpang dari aturan agama Allah . Hikmah ‘Iedul Fitri adalah menghilangkan rasa iri hati, merendahkan yang lain, memfitnah di antara satu dengan yang lain.

Kesemuanya itu menuju perpecahan dan kehancuran. Mari lah kita bersatu padu dan saling menghormati dalam menegakkan agama Allah dan menuju reformasi hidup yang seimbang dan kehidupan yang hakiki. Allah SWT berfirman dalam QS. Ali Imran: 103,

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْاۖ

“Berpegang teguhlah kamu semua dengan tali agam Allah, dan janganlah bercerai berai.”

Kesimpulannya, Islam adalah agama yang benar sebagai dasar kemajuan, dan melaksanakan ajarannya adalah sebagai petunjuk karakter kemanusiaan. Karena
ajaran Islam menghendaki agar aktualisasi potensi fitrah dan perkembangan sejarah umat manusia di muka bumi berlangsung secara dinamis dan kreatif serta tidak menyimpang dari tujuan penciptaan manusia sebagai hamba dan khalifah-Nya di muka bumi menuju kebersihan jiwa dan keseimbangan hidup dan kehidupan.

Sebagai akhir khotbah ini, mari lah kita bersama memohon kepada Allah semoga seluruh amal ibadah kita, puasa kita, sholat kita, i’tikaf kita dan amalan lainnya di bulan ramadhan dan bulan-bulan sebelumnya diterima sisi Allah SWT dan semoga dosadosa kita, baik disengaja atau tidak diampuni-Nya. Serta semoga kita bersama-sama masyarakat, bangsa, dan negara diberi aman dan sentosa dengan mendapat ridla Allah SWT. Juga semoga dengan ridla dan rahmat Allah pula para pemimpin kita diberi kekuatan untuk dapat memimpin bangsa ini sehingga bangsa ini cepat keluar dari berbagai krisis yang berkepanjangan ini.

Amin...amin...amin...ya rabb al-‘alamin. Allahu

Akbar 3x wa lillahilhamd.

4. Naskah Khutbah Idul Fitri 1446 H: "Idul Fitri sebagai momen untuk saling memaafkan"

(Oleh: Buya Yahya Pengasuh LPD Al-Bahjah)

هللا أكرب هللا أكرب هللا أكرب و هلل احلمد

Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia. 

Hari raya Idul Fitri adalah hari raya bahagia untuk umat yang beriman. Hari bersilaturahmi untuk menguatkan kembali tali kasih dan cinta di antara keluarga, para saudara, sahabat, dan handai taulan.

Sudah menjadi tradisi yang sangat baik setiap dari orang yang beriman berusaha untuk menjadikan hari raya Idul Fitri sebagai momen untuk saling memaafkan, dalam upaya menghilangkan benci, dengki, dendam di hati agar bisa diganti dengan kasih sayang dan cinta. Sungguh keindahan yang sesungguhnya di saat kita berada di dunia adalah jika kita bisa menjadi orang yang begitu mudah memaafkan
orang-orang yang pernah berbuat salah kepada kita. Itulah muqaddimah keindahan kelak saat berada di dalam surga. 

Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia.

Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk berlapang dada. Jika kita harus marah kepada orang lain, kita tidak boleh mendendam. Inilah obat penyejuk hati, pengantar keindahan hidup dalam kebersamaan. Hati yang pendendam akan selalu tersiksa, selama ia masih hidup bersama dengan sesamanya. Ia akan selalu menemukan kesalahan karena manusia adalah makhluk yang bisa bersalah.

هللا أكرب هللا أكرب هللا أكرب و هلل احلمد

Sebuah gambaran kisah hidup manusia, ada seseorang yang mengeluhkan rasa sakit di setiap bagian tubuhnya apabila disentuh oleh jari telunjuknya, dan ia pun berusaha untuk mengobati rasa sakit tersebut. Namun, sakit itu pun tidak kunjung hilang. Sekujur tubuhnya masih saja terasa sakit jika disentuh oleh jari telunjuknya.

Sungguh orang tersebut tidak akan pernah menemukan obat, jika ternyata yang diperiksakan ke dokter hanyalah bagian tubuh yang disentuh oleh jari telunjuknya saja. Sementara itu, ia melupakan jari telunjuknya yang justru ternyata merupakan sumber rasa sakit yang ia rasakan saat menyentuh anggota tubuh yang lain. Karena jari telunjuknya adalah jari yang terinfeksi, yang jika disentuhkan kepada
apa pun akan terasa sakit.

Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia.

Perumpamaan di atas adalah sebuah gambaran tentang sikap hati yang penuh dendam dan kedengkian, ia akan sulit hidup dalam kebersamaan. Dalam pandangannya, semua orang seolah-olah memusuhinya dan tidak ada yang benar. Padahal yang menjadikan orang lain menjadi tidak baik dalam pandangannya adalah karena hatinya sendiri yang telah kotor.

Hati yang mudah tersinggung dan mendendam, jika ada yang berbuat salah kepadanya ia akan selalu mengingat dan menyimpannya. Bahkan, begitu juga terhadap seseorang yang secara tidak sengaja melakukan kesalahan kepadanya.
Menurutnya orang tersebut sudah harga mati untuk dicap sebagai seorang penjahat.

Ini adalah jari yang sakit, di saat bersentuhan dengan anggota tubuh yang sehat akan merasa sakit dan tidak akan bisa sembuh kecuali jari itu sendiri yang harus diobati.

Seorang pendendam dan pendengki akan terus menerus tersiksa hatinya karena dendam dan dengki tersebut. Melihat yang dibenci sukses akan semakin sakit, melihat rumah megahnya merasa sakit, melihat anak-anaknya yang terus naik karirnya juga sakit, dan melihat apa pun kebaikan pada orang yang dibenci dan didengki ia akan merasakan sakit. Sungguh alangkah bodohnya orang yang membiarkan hatinya terus sakit dan tersiksa.

Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia.

Menyadari penyakit dendam di dalam hati adalah langkah pertama menuju kesembuhan. Kemudian berlatih melihat orang lain dengan mata husnuzhan serta melihat sisi positifnya dan menghindari membicarakan serta mendengar kejelekan orang lain.

Ada cara yang amat penting untuk menghancurkan dendam, dengki, dan kebencian ini, yaitu dengan ‘memberi hadiah’. Seperti yang pernah diajarkan oleh Rasulullah. Jika kita marah atau dendam kepada seseorang, maka
berusahalah agar bisa memberi hadiah untuk mengurangi rasa sakit di dalam hati. Seberat apa pun cara ini kita harus bisa mencoba dan membiasakan.

“Jadilah engkau orang-orang yang saling memberi hadiah, niscaya engkau akan saling mencintai.” (HR. Bukhari dalam Adab Mufrad-nya)

Cara lain yang amat penting untuk mengobati hati yang sakit adalah mendoakan orang yang kita dendam kepadanya dengan doa-doa yang baik dan menghindari mendoakannya dengan doa-doa yang tidak baik. Sebab sungguh, berdoa yang tidak baik untuk orang yang kita dendam kepadanya tidaklah memberi arti positif bagi yang berdoa dan yang didoakan. Bahkan, penyakit dendam akan makin subur tumbuh di hati orang yang mudah mendoakan orang lain dengan doa-doa yang tidak baik. Jika doa itu dikabul, maka akan menjadikan orang yang didoakan semakin tidak baik. 

Dan sangat mungkin yang berdoa ini akan menuai kejahatan baru dari orang yang didoakannya dengan kejahatan yang lebih buruk lagi. Naudzubilah min dzalik.

Di samping akan menambah kebencian dan dendam di dalam hati, doa keburukan yang dipanjatkan bisa membahayakan orang yang berdoa itu sendiri, yaitu jika ternyata yang didoakan dengan doa jelek tersebut adalah orang yang tidak layak didoakan dengan doa jelek, maka panjatan doa tersebut adalah kezhaliman yang nyata. Dan hal itu yang akan menjadi sebab kejelekkan doa tersebut
dikembalikan kepada orang yang memanjatkan doa itu sendiri.

Akan tetapi, jika berdoa dengan doa kebaikan, di samping akan menjadikan hati bersih, ternyata ada janji dari Allah bahwa Allah akan terlebih dahulu memberi
kepada orang yang telah mendoakan sesuai dengan apa yang dipanjatkannya.
Setelah itu, untuk mengetahui apakah masih ada dendam di dalam hati atau tidak, tengoklah ke dalam hati kita masing-masing setelah berdoa.

Sudahkah kita bisa dengan penuh kelegaan mendoakan orang-orang yang bermasalah dengan kita dengan doa-doa kebaikan? Jika belum bisa merasakan hal tersebut, maka pasti hati kita masih menyimpan sisa-sisa kekotoran dendam. Jika demikian, tengoklah kembali hati kita masing-masing, apa yang kita mengerti dan rasa tentang mencintai Nabi Muhammad. Kalau memang kita mengaku cinta kepada Nabi, sadarilah bahwa orang yang kita benci tersebut adalah umat Nabi . 
Apakah sah rumus cinta kita kepada Nabi dipertemukan dengan rumus benci dan dendam kepada umat Nabi ? Sementara Baginda Nabi setiap malam mendoakan umatnya agar senantiasa dalam keadaan baik-baik dan selamat kelak di akhirat.

5. “IDUL FITRI MENEBAR MAAF DAN MEMBANGUN KEBERSAMAAN"

(Prof. Dr. K.H. Said Agil Husin Al Munawar, Lc, MA : Guru Besar Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh Fakultas Ushuluddin Pada Jurusan Tafsir dan Hadits UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia!

Setelah sebulan kita melaksanakan ibadah puasa, maka sejak fajar tadi pagi kita telah berpisah dengan bulan Ramadhan. Kita belum tahu apakah kita masih bertemu dengan Ramadhan tahun mendatang, Yang pasti hari ini kita berada di Hari Idul Fitri 1440 H/2019 M, yakni Hari yang suci, yang penuh barokah dan ampunan. Dikatakan suci karena hari ini kita telah berada dalam suasana ampunan Allah, suci dari noda dosa. 

Kendati itu semua sangat tergantung kepada tingkat keikhlasan amal perbuatan kita kepada Allah selama Ramadhan. Sebulan lamanya kaum muslimin menahan lapar dan dahaga, bukan sebab ketiadaan makanan dan minuman, akan tetapi memenuhi perintah Allah SWT. Melalui ibadah puasa kaum muslimin menjalani latihan mental, untuk menguasai, mampu dan mengenal diri, dan mampu mengendalikan dan menahan diri dari tipu daya syaithoniyah.  Kita melatih diri untuk mampu meninggalkan semua hal yang dapat merusak tatanan pergaulan masyarakat harmoni dan juga sebagai kesempatan untuk meningkatkan taqwa dan tafakkur kepada Dzat Yang Maha Besar. 

Tegasnya dalam bulan puasa itulah peluang yang sangat istimewa bagi kaum muslimin untuk berusaha meningkatkan dirinya menjadi insan muttaqien. Justru amat merugikan mereka yang tidak berkesempatan menjalankan ibadah puasa, meskipun secara fisik ia bisa melakukannya.

Di hari yang suci dan fitrah ini marilah kita saling menebar maaf, karena memberi dan meminta maaf adalah sikap yang dianjurkan oleh Allah SWT. Sebab dengan begitu, sikap dendam dan rasa marah dapat dinetralisir oleh masing-masing individu.  Memang diakui bahwa tidak semua dendam dan marah itu timbul akibat seseorang enggan memberi dan meminta maaf, tetapi yang jelas sifat enggan memberi dan meminta maaf dapat menimbulkan dendam dan marah seseorang. Selain itu sikap mudah memberi dan meminta maaf merupakan salah satu ciri orang yang bertaqwa. Karenanya orang yang suka memberi dan meminta maaf sebagai pertanda seseorang memiliki nilai kepribadian dan ketaqwaan sangat
luhur. 

Firman Allah SWT dalam Surat Ali Imran (3) ayat 133-134:

وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ

الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga
yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa (133). (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orangorang yang berbuat kebajikan (134)” (Q.S. Ali Imran (3): 133-134).

Itulah sebabnya, sikap seperti itu melekat pada diri para Nabi dan Rasul Allah, para sahabat utama Nabi Muhammad SAW, para ahli sufi dan orang-orang yang saleh. Sayyidina Ali RA pernah berkata: “bahwa meminta maaf adalah perbuatan yang paling mulia, sedangkan memberi maaf lebih
mulia dimata Allah”.

Sikap seperti itu ditunjukkan oleh Nabi Yusuf AS yang memaafkan saudara-saudaranya yang dulu membuang beliau, bahkan memasukkan ke dalam sumur, sikap tersebut juga ditunjukkan Nabi Muhammad SAW yang memberi maaf kepada penduduk Mekkah yang dulu memusuhi dakwahnya, menyiksa dan mengusirnya. 

Dengan sikap inilah satu persatu penduduk Mekkah berbondong-bondong masuk Islam. Demikian pula beliau senantiasa meminta maaf kepada para sahabat dan umatnya. Walaupun mereka mengakui bahwa beliau tidak pernah berbuat salah terhadap mereka. Menjelang akhir hayatnya beliau mengumumkan dihadapan para sahabatnya bahwa beliau meminta maaf kepada mereka, siapa-siapa yang disakiti atau merasa tersinggung selama dalam kepemimpinannya.

هللا أكرب هللا أكرب هللا أكرب و هلل احلمد

Sikap pemaaf Rasulullah SAW, juga diteladani oleh para sahabatnya dan orang-orang saleh dalam hal sikap pemaaf.

“Maaf” adalah kata yang terdiri dari empat huruf, namun memiliki makna yang luar biasa dalam kehidupan. Kata inilah yang bisa menghapus dendam, sakit hati, pertengkaran, dan semua hal yang berhubungan dengan hati. Dengan meminta maaf atau memaafkan, berarti kita telah menang. Menang disini dalam arti menang melawan hawa nafsu. Seperti yang kita tahu bahwa kemenangan tersebut bisa menghadirkan rasa damai atas diri kedua belah pihak yang berseteru. 

Bisa kita bayangkan, bagaimana kehidupan ini bisa berjalan baik jika semua orang berada dalam perselisihan, dendam, ataupun amarah yang tak berkesudahan? Tentu sangat tidak nyaman. Sudah saatnya kita berpikir jernih. Hidup ini sangatlah singkat, jadi tidak seharusnya kita mengisinya dengan dendam dan kebencian pada orang lain. Masih banyak hal-hal positif yang bisa kita lakukan selain memikirkan orang yang sudah menzalimi kita.

Sebagian orang mengatakan bahwa meminta maaf/memaafkan tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena butuh kesadaran dan keberanian yang tinggi untuk mengucapkannya. Namun, dengan kesungguhan dan ketulusan hati, Insya Allah kita bisa mengucapkannya dengan mudah.

Lalu, bagaimana caranya agar kita bisa dengan mudah memaafkan kesalahan orang lain? Pertama, pikirkan orang-orang yang menzalimi, menghina, melecehkan, menyakiti, bahkan menghancurkan masa depan kita. Kedua, tanamkan dalam hati kita, bahwa, “Aku sudah memaafkanmu karena Allah, semoga Allah juga mengampuni dosa-dosaku.” Ketiga, katakan berulang-ulang, kalau perlu katakan dengan penuh penghayatan hingga akhirnya dendam dan sakit hati akan menghilang dengan sendirinya.

Kenapa harus menempatkan Allah sebagai tujuan utama kita dalam memaafkan? Karena di dunia ini, tidak akan ada yang lebih berharga dari pengampunan-Nya. Selain itu, dengan memaafkan, kita berharap Allah menempatkan kita pada tempat yang terbaik di dunia maupun di akhirat.

Sudah saatnya kita menyadari bahwa hakikat memaafkan adalah untuk kebaikan diri kita sendiri, bukan untuk kebaikan mereka. Serahkan semuanya kepada Allah, jika memang mereka melakukan kezaliman tersebut, biarkan Allah yang akan membalasnya. Jangan biarkan hidup kita disibukkan dengan hal-hal yang penuh dengan kesia-siaan urusan dunia yang tidak ada manfaatnya, dan jangan lagi memberatkan hati kita dengan memikirkan cara-cara untuk membalas dendam. Oleh karena itu, lepaskanlah rasa marah, dendam, dan benci. Biarkan dada kita lega dan lapang tanpa beban. Mari kita tebar sikap memaafkan dan mengutamakan kebersamaan.

Pada dasarnya, manusia diciptakan tidak untuk saling bertikai, melainkan untuk mengabdi kepada Allah SWT dan menjalani hidup sesuai dengan petunjuk-Nya. Sudah semestinya kita menerapkan Al-Qur’an dan AS-Sunnah sebagai prinsip utama dalam menentukan sebuah kebijakandan sebagai petunjuk dalam menghadapi segala permasalahan di dunia.

Seperti yang kita tahu bahwa Al-Qur’an dan As-Sunnah sudah teruji mewujudkan peradaban manusia yang mulia dan memberikan teladan baik dalam menghadapi orang-orang yang berlaku zalim. Bahkan, Al-Qur’an sudah terbukti mengajarkan manusia agar memiliki sifat saling mencintai, memaafkan, dan selalu menciptakan perdamaian.

Sesungguhnya jika setiap tindak kejahatan dibalas dengan kejahatan yang lain, maka hal itu justru akan melahirkan dendam. Jika dendam itu tumbuh subur dalam hati seseorang, bersiaplah menerima risiko terburuk dalam kehidupan kita. Menyimpan dendam hanya akan membuat diri kita terbebani, hidup menjadi semakin berat karena kebencian dan sakit hati akan terus membayangi kehidupan kita. Setiap saat, kita sibuk memikirkan cara untuk melampiaskan dendam tersebut. Lalu, apakah setelah berhasil membalas dendam tersebut, semua akan selesai begitu saja? jawabannya tentu tidak.

Bayangkan jika orang tersebut mempunyai pikiran yang sama dengan kita. Dia akan kembali membalas apa yang kita lakukan. Bahkan bisa saja lebih kejam dari apa yang kita lakukan, dan begitu seterusnya. Lalu, apakah hidup kita yang hanya sementara ini akan kita habiskan untuk saling berbalas kejahatan?

Pikirkan dengan kelembutan hati, apa yang akan terjadi jika kita membalas kejahatan dengan kebaikan? Pasti dendam dan sakit hati itu akan berhenti atau bahkan menghilang dengan sendirinya. Jika kita mampu membalas kejahatan dengan kebaikan, maka sama saja kita sudah berhasil memadamkan api permusuhan dan menghapus noda dendam dalam kehidupan kita. Allah SWT berfirman dalam Surat Fushshilat (41) ayat 34:

وَلَا تَسْتَوِى الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُۗ اِدْفَعْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ فَاِذَا الَّذِيْ بَيْنَكَ وَبَيْنَهٗ عَدَاوَةٌ كَاَنَّهٗ وَلِيٌّ حَمِيْمٌ

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia” (Q.S. Fushshilat (41): 34).

Begitu pun dalam menghadapi perselisihan, Allah SWT sudah memberikan jalan keluar yang terbaik melalui kalam-Nya, yaitu Q.S. AsySyura (42) ayat 40:

وَلَا تَسْتَوِى الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُۗ اِدْفَعْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ فَاِذَا الَّذِيْ بَيْنَكَ وَبَيْنَهٗ عَدَاوَةٌ كَاَنَّهٗ وَلِيٌّ حَمِيْمٌ

“Dan Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik. Maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia (Allah) tidak menyukai orang-orang yang zalim” (Q.S. Asy-Syura (42): 40).

Islam justru menganjurkan setiap orang untuk memberi maaf atas kezaliman yang diperbuat orang lain. Karena kezaliman tidak akan berhenti dengan sendirinya tanpa ada usaha dari kita untuk menghentikannya. Bahkan dalam ayat tersebut Allah SWT, langsung menjamin pahala bagi kita yang mampu membalas kejahatan dengan perbuatan baik ataupun memaafkan.

Padahal sesama muslim adalah saudara. Jadi, sudah seharusnya kita
menghindari hal-hal yang dilarang agama.

Dari Abu Hurairah RA, berkata: “Rasulullah SAW., bersabda: yang artinya “Seorang muslim adalah saudara sesama muslim, tidak boleh menganiaya sesamanya, tidak boleh membiarkannya teraniaya, dan tidak boleh merendahkannya. Taqwa (kepatuhan kepada Allah) itu letaknya di sini...” dan beliau mengisyaratkan ke dadanya. Perkataan ini diulanginya sampai tiga kali. “Cukup besar kesalahan seseorang, apabila dia menghina (merendahkan) saudaranya sesama muslim. Setiap muslim terhadap sesama muslim, terlarang menumpahkan darahnya (membunuh atau melukai), merampas hartanya, dan merusak kehormatannya (nama baiknya).”

Adakalanya meminta maaf sangat tidak mudah, karena diperlukan kesadaran dan kerendahan hati untuk menyesali kesalahannya sendiri. Begitu pun dengan memaafkan, butuh hati yang lapang untuk bisa melupakan begitu saja kezaliman yang diterima. Namun, kita tetap harus mengutamakan keikhlasan hati, karena Allah SWT., diatas segalanya.

Bayangkan jika Allah SWT, tidak mengampuni dosa-dosa yang kita lakukan, betapa bertumpuknya dosa yang sudah kita lakukan. Jadi, memaafkan di sini karena kita meyakini bahwa segala sesuatu terjadi adalah menurut kehendak Allah SWT, dan berjalan sesuai takdir yang sudah ditentukan oleh-Nya. Oleh karena itu, dengan cara ikhlas dan berserah diri kepada Allah akan membebaskan kita dari belenggu amarah.

Dari sini, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa meminta maaf ataupun memaafkan itu sama mudahnya, asalkan didasari niat ikhlas karena Allah SWT. Meminta maaflah di setiap kesempatan, karena bisa jadi perkataan ataupun perbuatan kita membuat orang lain tersakiti. Begitu pun dengan memaafkan, sesungguhnya memaafkan tidak harus diucapkan, cukup dengan melupakan perbuatan zalim terhadap diri kita dan menganggap bahwa semua itu adalah jalan yang sudah ditentukan oleh Allah SWT. Dengan demikian, memaafkan telah menghapus segala pikiran negatif di hati sehingga hati menjadi bersih dan siap menyongsong lembaran baru dalam kehidupan.

Hakikatnya, memaafkan itu lahir dari hati yang paling dalam, memaafkan lahir dari dari ketulusan hati karena ingin menggapai surganya
Allah SWT.

Akibat dari sikap enggan memberi dan meminta maaf, maka sifatsifat dendam, marah, dan benci yang ada di masyarakat kita itu timbul akibat keengganan tersebut sulit dihilangkan, pada saatnya sifat tersebut merusak tali persaudaraan. Keengganan meminta dan memberi maaf itu terjadi karena akibat rasa dendam yang timbul dalam hati, rasa dendam itu akhirnya melahirkan kemarahan seseorang sulit untuk memberi maaf, bahkan lebih buruk lagi jika timbul tindakan balas dendam. Tindakan balas dendam inilah yang akhirnya timbul dan meresahkan masyarakat.

هللا أكرب هللا أكرب هللا أكرب و هلل احلمد

Mengukur perbuatan jika hanya dengan pendapatnya sendiri, maka yang bersangkutan akan merasa selalu benar, oleh sebab itu ukuran yang paling tepat untuk mengukur perbuatan seseorang ialah Al-Qur’an, sebab Al-Qur’an itulah seseorang akan melihat secara adil terhadap dirinya sendiri, sehingga bila terdapat kesalahan pada dirinya ia tidak segan-segan mengakuinya dan meminta maaf kepada yang dirugikan. 

Dengan kesadaran ini kita akan mudah mengakui kesalahan dan tidak perlu menyalahkan orang lain. Dalam koreksi kedalam, Allah berfirman dalam Surat Al-Hasyr (59) ayat 18:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S. Al-Hasyr (59): 18).

Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia !

Kebersamaan merupakan sumber rahmat dari Allah SWT, karena rahmatnya hanya terdapat pada mereka yang menyebarkan rahmat di muka bumi. Mereka dapat membangun hidup dengan kebersamaan jika tidak ada kebencian dan kecemburuan dalam dada mereka, yang ada hanyalah kasih sayang di antara mereka. 

Kebersamaan akan melahirkan kebaikan-kebaikan sebagai implikasi dari saling menghormati, saling membantu, saling merasakan dan saling menghargai di antara anggota masyarakat. Prinsip dan karakter seperti ini harus dimiliki oleh setiap orang agar tercipta sebuah kerukunan dalam berinteraksi secara
horizontal. 

Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Islam adalah
agama yang menganjurkan kepada Umatnya untuk selalu menebar maaf
dan membangun kebersamaan, sehingga kita semua pada hari Raya Idul Fitri ini berada dalam fitrah dan kesucian lahir bathin, dan sekaligus bisa
membangun ketenangan jiwa dan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.

Semoga Allah senantiasa memaafkan kesalahan-kesalahan kita dan
memberkahi kita semua. Aamiin.

اللهم أنت أحق من عبد وأحق من ذكر وأجود من أعطى وأكرم من سئل فنسألك، اللهم
أن تيسر أموران وتقضى حوائجنا وتبلغ آمالنا وتصلح ظواىران وبواطننا وحتفظنا من كل
سوء ومكروه وتصرف عنا شر ادلعتدين وال جتعل مشتبها علينا فنتبع اذلوى، اللهم وجهنا
إىل اخلري حيثما توجهنا واجعل وجهتنا إليك وكن لنا عوان ومعينا حيثما كنا برمحتك اي
أرحم الرامحني.
اللهم اي مسيع الدعاء، إان نسألك الفوز عند القضاء، وعيش السعداء، والنصر على
األعداء، وحنن عبادك الضعفاء، ال نعبد سواك، وال نطلب إذا مسو الضر إال إايك.
اللهم أعز اإلسالم وادلسلمني، واخذل الكفرة أعداء الدين.

اللهم أصلح الراعى والراعية، واجعل بلدتنا ىذه وسائر بلدان ادلسلمني رخية خممية من كل
فتنة ومرض وبلية واجعلنا من سعداء الدارين ىف عافية وسالمة، اي ذا العزة والرمحة.
اللهم اغفر للمسلمني وادلسلمات، وادلؤمنني وادلؤمنات األحياء منهم واألموات إنك مسيع
قريب رليب الدعوات واي قاضي احلاجات.
اللهم ربنا تقبل منا صالتنا وصيامنا وسائر عبادتنا وأعمالنا ومتم تقصريان برمحتك اي أرحم
الرامحني.
اللهم اغفر لنا وإلخواننا الذين سبقوان ابإلميان وال جتعل ىف قلوبنا غال للذين آمنوا ربنا إنك
رءوف رحيم.
ربنا آتنا ىف الدنيا حسنة وىف اآلخرة حسنة وقنا عذاب النار.
وصلى هللا وسلم على سيدان دمحم وعلى آلو وصحبو أعمعني، واحلمد هلل رب العادلني.

Khutbah II

هللا أكرب هللا أكرب هللا أكرب هللا أكرب هللا أكرب هللا أكرب هللا أكرب. ال إلو إال هللا وهللا أكرب،
هللا أكرب و هلل احلمد.
احلمد هلل بذكره تطمئن القلوب وبفضلو و رمحتو تغفر الذنوب.
أشهد أن ال إلو إال هللا وحده ال شريك لو و أشهد أن دمحما عبده ورسولو، اللهم صل وسلم
و ابرك على سيدان دمحم وعلى آلو وصحبو و اتبعيو إىل يوم ادلوعود.
أما بعد: فيا عباد هللا، اتقوا هللا وافعلوا اخلري لعلكم ترمحون.

(*)

Baca artikel TribunPriangan.com lainnya di Google News

Sumber: Tribun Priangan
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved