Ramadan 2025
3 Kultum Ramadhan 1446 H: Bertema Ramadhan dan Keistimewaannya Cocok Disampaikan di Malam ke 11-20
3 Naskah Kultum Ramadhan 1446 H: Bertemakan Ramadhan dan Keistimewaannya Cocok Disampaikan di Malam ke 11-20
Penulis: Lulu Aulia Lisaholith | Editor: Dedy Herdiana
TRIBUNPRIANGAN.COM - Kuliah tujuh menit atau kultum kerap identik dengan Ramadan.
Kultum biasa diberikan oleh ustadz, pendakwah, atau tokoh masyarakat pada waktu setelah subuh atau sesaat sebelum salat tarawih berjamaah selama Ramadan.
Pada momen ini, kultum menjadi satu di antara ciri khas bulan puasa yang bisa kita temui.
Selama bulan Ramadhan kita akan sering bertemu dengan sesi kultum di berbagai ranah, di masjid, mushola, suro, bahkan disiarkan sebagai tayangan TV, Youtube, dan lain-lain.
Berikut 3 Kultum Ramadhan singkat terbaik dikutip dari NU Online:
Baca juga: 30 Contoh Tema Kultum Beragam, Bisa Jadi Referensi di Bulan Suci Ramadhan 2025
3 Kultum Ramadhan 2025
1. Ramadhan Barometer Kesuksesan Setahun ke Depan
Ramadhan adalah bulan yang sangat di nanti-nanti umat Islam di seluruh dunia sejak zaman dahulu hingga saat ini. Semua itu tidak lain karena ingin mendapatkan keberkahan, rahmat, dan anugerah dari Allah di dalamnya. Karenanya, mari kita maksimalkan ibadah dan semua kebajikan sosial pada bulan ini. Dengan harapan agar mendapatkan semua keberkahan bulan Ramadhan.
Memaksimalkan ibadah di bulan Ramadhan tidak hanya dengan menjaga puasa, tadarus Al-Qur’an, dan tarawih, namun juga harus menjaga hubungan baik dengan sesama. Berbuat baik kepada sesama di bulan Ramadhan merupakan salah satu ibadah yang sangat agung di bulan Ramadhan. Misalnya dengan cara bersedekah, memberi makan kepada orang yang berpuasa, dan lainnya.
Imam Abu Hasan Al-Mawardi (wafat 450 H), dalam kitabnya mengatakan bahwa bahwa di bulan Ramadhan sangat dianjurkan untuk memperbanyak sedekah yang kita berikan kepada orang lain, melebihi ukuran sedekah yang kita berikan pada umumnya. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi saw pada setiap Ramadhan, sebagaimana disebutkan dalam salah satu riwayat Ibnu Abbas:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ أَجْوَدَ النَاسِ بِالْخَيْرِ، وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ
Artinya, “Dari Ibnu Abbas ra, dari Rasulullah saw, bahwa Nabi saw adalah orang yang paling dermawan memberikan kebaikan. Dan, Nabi paling dermawan ketika bulan Ramadhan.” (HR Al-Bukhari).
Berdasarkan hadits tersebut Imam Al-Mawardi menganjurkan kepada kita semua untuk menambah kadar sedekah yang biasa kita berikan kepada orang lain pada bulan Ramadhan, sebagai kepatuhan dan tindakan mengikuti jejak Nabi saw, serta karena kebutuhan umat Islam lebih banyak pada bulan ini, karena mereka yang biasa sibuk bekerja, justru sibuk dengan puasa dan beribadah. (Imam Al-Mawardi, Al-Hawi Al-Kabir, [Beirut, Darul Fikr], juz III, halaman 1040).
Secara umum, apa yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad saw menjadi bukti kepada kita, bahwa di bulan Ramadhan selain memaksimalkan ibadah dan ketaatan di dalamnya, juga tidak kalah penting untuk menjalin solidaritas sosial dengan sesama. Menjadi manusia yang dermawan adalah salah satu bukti bahwa kita sangat antusias dalam mengikuti teladan yang Nabi saw contohkan.
Sedekah yang dilakukan pada bulan Ramadhan merupakan sedekah paling utama. Artinya, pahala yang didapatkan dari sedekah tersebut lebih banyak daripada sedekah yang dilakukan pada bulan-bulan yang lainnya. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah saw dalam sebuah hadits:
سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: صَدَقَةٌ فِي رَمَضَانَ
Artinya, “Nabi saw pernah ditanya: “Sedekah apakah yang memiliki nilai paling utama?” Lalu Nabi menjawab: “Sedekah di dalam bulan Ramadhan.” (HR Anas bin Malik).
Semua yang dicontohkan oleh Nabi saw sangat penting untuk kita tiru bersama, mulai dari cara beribadah, cara berpuasa, dan cara dalam memperlakukan orang lain di bulan Ramadhan. Sebab, baik dan buruknya kita selama satu tahun kedepan, tergantung bagaimana kita di bulan Ramadhan ini.
Ramadhan Penentu dalam Satu Tahun Syekh Abdurrahman bin Abdussalam bin Utsman As-Shafuri Asy-Syafi’i (wafat 894 H) dalam salah satu kitabnya mengatakan bahwa memaksimalkan ibadah dan ketaatan, serta menjalin hubungan baik dengan sesama menjadi tolok-ukur dalam satu tahun ke depan.
Jika di bulan Ramadhan ini kita berhasil dalam melaksanakan segala kewajiban dan tanggung jawab dengan baik dan benar, maka hal itu menunjukkan bahwa satu tahun ke depan kita juga akan berhasil dalam menjalankan semuanya dengan baik. Dalam kitabnya disebutkan:
رَمَضَانُ قَلْبُ السَّنَةِ، إِذَا سَلِمَ سَلِمَتْ السَّنَةُ كُلُّهَا
Artinya, “Bulam Ramadhan adalah intisari dalam satu tahun. Jika (dalam Ramadhan ini) baik, maka sepanjang tahun tersebut juga akan baik.” (As-Shafuri, Nuzhatul Majalis wa Muntakhabun Nafais, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah], juz I, halaman 215).
Demikian pentingnya menjaga segala kewajiban selama bulan Ramadhan, mulai dari kewajiban terhadap Allah, maupun kewajiban secara sosial kepada sesama manusia. Kewajiban ibadah kepada Allah mari kita maksimalkan, dan kewajiban kepada sesama manusia mari kita laksanakan. Dengan harapan bisa meraih keberkahan bulan Ramadhan, dan menjadi jaminan perihal kebaikan kita semua selama satu tahun ke depan.
Semoga, di bulan ini kita termasuk orang-orang yang berhasil memanen pahala dari Allah dan ampunan-Nya, serta tidak termasuk orang-orang yang lalai di dalamnya. Wallahu a’lam.
Baca juga: Naskah Kultum Tarawih Hari ke-14 Ramadhan Bertema Puasa Mata dari Pandangan yang Tak Baik
2. Meraih Faidah Puasa dalam Aspek Agama, Sosial, dan Kesehatan
Salah satu faidah yang bisa diraih di bulan Ramadhan adalah melalui puasa. Dengan berpuasa, kita semua memiliki hubungan yang sangat privat dengan Allah swt, berbeda dengan ibadah-ibadah lain pada umumnya. Karena itu, puasa menjadi satu-satunya ritual ibadah yang mendapatkan balasan langsung dari-Nya secara sangat spesial.
Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah saw dalam hadits qudsi:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَهُوَ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ إِنَّمَا يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ مِنْ أَجْلِي
Artinya, “Semua amal ibadah manusia adalah untuknya kecuali puasa, karena puasa hanya untuk-Ku (Allah), dan Aku-lah yang akan langsung membalasnya. Ia meninggalkan makan dan minumnya semata untuk-Ku.” (HR Al-Bukhari dan Ahmad).
Berdasarkan hadits ini, Syekh Abul Hasan Al-Mubarakfuri mengatakan bahwa puasa merupakan ibadah privat yang hanya diketahui oleh Allah swt dan orang yang menjalaninya semata. Karena itu, puasa menjadi satu-satunya ibadah yang paling minim bercampur dengan sifat riya (ingin dipuji), sebab dimensi puasa adalah niat dalam hati, bukan gerakan anggota badan sebagaimana ibadah lainnya. (Syekh Abul Hasan, Mir’atul Mafatih Syarhu Misykatil Mashabih, [Beirut, DKI], juz VI, halaman 406).
Selain menjadi ibadah privat antara seorang hamba dengan Tuhannya, ibadah puasa juga memiliki faidah-faidah lain yang juga penting untuk kita ketahui bersama, guna mendalami segudang faidah puasa di bulan Ramadhan.
3 Faidah Puasa Ada 3 faidah puasa dilihat dari sisi aspek sosial, agama, dan kesehatan. Berkaitan hal ini Sayyid Muhammad bin Ahmad bin Umar As-Syatiri mengatakan bahwa puasa memiliki banyak faidah yang tidak terhitung jumlahnya. Setidaknya ia menjelaska dua faidah puasa, yaitu: faidah secara aspek sosial; dan faidah secara aspek agama.
Ia mengatakan dalam kitabnya:
وَلَهُ فَوَائِدُ مِنَ النَّاحِيَةَ الْاِجْتِمَاعِيَّةِ، وَمِنَ النَّاحِيَةَ الدِّيْنِيَّةِ
Artinya, “Dan puasa memiliki faidah-faidah dari aspek sosial, dan dari aspek agama.” (Muhammad As-Syatiri, Syarhul Yaqutun Nafis fi Mazhabi ibn Idris, [Darul Minhaj: 2011], halaman 295).
Pertama, faidah puasa dari aspek sosial. Dengan berpuasa, kita semua diajarkan arti sebuah persatuan dan kekompakan di bawah ajaran Islam. Buktinya, kita semua makan di waktu yang sama, dan puasa di waktu yang juga sama. Dengan berpuasa, kita bisa merasakan rasa lapar yang dirasakan oleh orang fakir-miskin, sehingga mendorong hati kita untuk membantu dan mengasihi mereka. Ini menunjukkan bahwa puasa mengajarkan kita arti sebuah persatuan dan kekompakan dalam asek sosial.
Kedua, faidah puasa dari aspek agama. Dengan berpuasa, kita bisa meningkatkan keimanan ketakwaan kepada Allah swt. Meningkatkan kesabaran. Berupaya untuk menahan diri agar tidak terjerumus pada sifat-sifat yang tercela, seperti iri, sombong, dengki, dan lainnya. Ini merupakan faidah puasa dari aspek keagamaan yang perlu untuk kita ketahui bersama, agar puasa yang kita jalani bisa lebih bermakna.
Ketiga, faidah dalam aspek kesehatan. Di antaranya adalah bisa memperbaiki sistem pencernaan, juga bisa membantu menurunkan berat badan dalam jumlah yang sedang. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam salah satu hadits Rasulullah dalam riwayat Abu Hurairah, Nabi saw bersabda:
صُومُوا تَصِحُّوا
Artinya, “Berpuasalah, maka kalian akan sehat.” (HR Abu Hurairah).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ibadah puasa tidak hanya bernilai pahala dan pengampunan dosa sebagaimana ibadah pada umumnya. Namun lebih dari itu, juga tersimpan banyak faidah yang perlu kita hayati dan ketahui bersama, kemudian kita diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengannya, kita bisa menjadi seorang hamba yang tidak hanya mengambil faidah puasa dari aspek agama saja, namun juga meraih faidah puasa dari aspek sosial dan kesehatan.
Demikian kultum Ramadhan dengan tema menelisik faidah puasa dari aspek agama, sosial, dan kesehatan. Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa mendapatkan faidah-faidah puasa tersebut di bulan Ramadhan ini, dan tidak termasuk orang-orang yang menyia-nyiakannya. Wallahu a’lam.
Baca juga: Naskah Kultum Tarawih Singkat 14 Ramadhan 1446 H/14 Maret 2025: Perbanyak Dzikir saat Ramadhan
3. Dosa yang Menghilangkan Pahala Puasa
Dalam menjalankan ibadah puasa selain harus memperhatikan keabsahannya secara fiqih, harus juga diperhatikan hal-hal yang dapat menghilangkan pahala puasa, agar puasa yang dikerjakan berkualitas. Berkaitan hal ini ada tiga hadits shahih tentang dosa yang menghilangkan pahala puasa.
Al-Imam Nawawi mengatakan dalam kitabnya Al-Majmu' Syarhul Muhaddzab bahwa kesempurnaan dan keutamaan puasa hanya akan diperoleh dengan menjaga dari perkataan yang tidak berfaidah dan perkataan yang buruk, bukan oleh sebabnya puasa menjadi batal. Berikut ini tiga hadits yang menjadi landasannya:
Pertama, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad saw bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Artinya, "Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan dusta, maka Allah tidak peduli dia telah meninggalkan makanan dan minumannya.”
Kedua, hadits yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasai dan Ibnu Majah dalam Sunannya, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak—ia berkata: “Hadits ini shahih sesuai syarat keshahihan hadits menurut standar Imam Al-Bukhari”—. Hadits ini diriwayatkan juga dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad saw bersabda:
رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إلَّا الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إلَّا السَّهَرُ
Artinya, "Berapa banyak orang yang berpuasa, tidak mendapat pahala puasa kecuali hanya lapar dan hausnya saja. Berapa banyak orang yang bangun malam, tidak mendapat pahala kecuali hanya bangun malamnya saja.”
Ketiga, hadits riwayat Al-Baihaqi dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak—ia berkata: “Hadits ini shahih sesuai standar keshahihan hadits menurut Imam Muslim”—. Hadits ini diriwayatkan juga dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad saw bersabda:
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنْ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ فَقَطْ الصِّيَامُ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ
Artinya, "Puasa bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum saja, puasa adalah menahan diri dari perkataan sia-sia dan keji".
Sebenarnya ada hadits lain, yaitu:
خَمْسٌ يُفْطِرْنَ الصَّائِمَ الْغِيبَةُ وَالنَّمِيمَةُ وَالْكَذِبُ وَالْقُبْلَةُ وَالْيَمِينُ الْفَاجِرَةُ
Artinya, “Lima hal yang menyebabkan batalnya puasa, yaitu: ghibah, mengadu domba, berdusta, ciuman, dan sumpah palsu.”
Namun Imam Anb-Nawawi menilai hadits ini adalah hadits yang batil dan tidak dapat dijadikan hujah. (Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab, [Beirut, Darul Fikr], juz VI, halaman 356).
Sederhannya, kesimpulan sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya Fathul Mu'in, bahwa orang berpuasa perlu ditekankan untuk menjaga lisannya dari segala yang haram, semisal berbohong, mengunjing dan mencaci maki. Karena hal tersebut dapat menghilangkan pahala puasanya. Pendapat ini berdasarkan hadits-hadits shahih di atas dan pendapat ini merupakan pendapat Ashabus Syafi'i. Berbeda dengan Ashab Syafi'i, Imam Al-Adzra'i mengatkan bahwa seseorang yang melakukan hal tersebut ia tetap mendapatkan pahala puasanya dan baginya dosa kemaksiatannya itu. Sedangkan menurut Imam Auza'i hal tersebut dapat membatalkan puasanya, pendapat beliau ini mengqiyaskan pendapat mazhab Imam Ahmad tentang tidak sahnya shalat di tempat ghasab.
Dari penjelasan di atas tidak bisa dipahami bahwa kewajiban menjaga lisan dari segala yang haram seperti berbohong, mengunjing dan mencaci maki hanya saat seseorang sedang berpuasa saja. Berikut penjelasan lengkapnya oleh As-Sayyid Al-Bakri Syatha dalam KitabI'anatut Thalibin:
(قوله: ومما يتأكد للصائم الخ) أي من حيث الصوم، فلا ينافي ذلك وجوب الكف عن ذلك من حيثية أخرى، فإذا كف لسانه عن ذلك يثاب عليه ثوابين: واجبا - من حيث وجوب صون اللسان عن المحرمات - ومندوبا - من حيث الصوم - وإذا لم يكف لسانه عن ذلك - بأن اغتاب مثلا - حصل الإثم المرتب على الغيبة في نفسها، للوعيد الشديد عليها، وحصل بمخالفته أمر الندب بتنزيه الصوم عن ذلك إحباط ثواب الصوم زيادة على ذلك الإثم
Artinya, "Perkataan Mushanif: "Dan sesuatu yang ditekankan bagi orang yang berpuasa," yakni dari segi puasa. Hal itu tidak menafikan kewajiban untuk menjaga lisan dari sisi yang lain. Maka jika seseorang menjaga lisannya dari sesuatu yang haram, ia mendapat dua pahala. Pertama, pahala wajib dari sisi kewajiban menjaga lisan dari hal yang diharamkan; dan kedua, adalah pahala sunah dari segi puasanya. Sebaliknya jika orang tidak menjaga lisannya dari yang hal diharamkan, dengan semisal mengumpat, maka ia mendapatkan dosa yang berlipat, yakni dosa ghibah itu sendiri karena adanya ancaman keras atas perbuatan itu; dan hilangnya pahala puasa yang melebihi dari dosanya ghibah karena menyelisihi kesunahan untuk membersihkan puasa dari ucapan-ucapan yang diharamkan." (Zainuddin Ahmad bin Abdul Aziz Al-Malibari dan Abu Bakar bin Ustman bin Muhammad Syatha Ad-Dimyati, Fathul Mu'in dan Hasyiyah I'anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr], juz II, halaman 282). Wallahu a'lam bisshawab.
(*)
Baca artikel TribunPriangan.com lainnya di Google News
Ramadan 2025
Contoh Naskah Kultum Subuh Ramadhan
Contoh Naskah Kultum Tarawih Ramadhan
Contoh Naskah Kultum
naskah kultum subuh 2025
Naskah Kultum Tarawih Terbaru
naskah Kultum Ramadha singkat
Ramadhan
Naskah Singkat Kultum Subuh 14 Ramadhan 1446 H/14 Maret 2025: Ghibah di Bulan Suci Ramadhan |
![]() |
---|
Naskah Kultum Tarawih Singkat 14 Ramadhan 1446 H/14 Maret 2025: Perbanyak Dzikir saat Ramadhan |
![]() |
---|
Naskah Kultum 14 Ramadhan 1446 H: Cara Beribadah Tanpa Riya, Menjaga Keikhlasan dalam Setiap Amalan |
![]() |
---|
Naskah Kultum Tarawih Hari ke-14 Ramadhan Bertema Puasa Mata dari Pandangan yang Tak Baik |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.