Program Pemerintah

Perokok Aktif Tak Dapat Tanggungan Biaya BPJS Kesehatan Tahun 2025

Bahaya Perokok Aktif dan Konsekuensi Tak Dapat Tanggungan Biaya BPJS Kesehatan Tahun 2025

Penulis: Lulu Aulia Lisaholith | Editor: ferri amiril
Kompas.com
ilustrasi rokok. Daftar harga rokok yang berlaku mulai 1 Januari 2023.(SHUTTERSTOCK/Maren Winter) 

TRIBUNPRIANGAN.COM - Belum lama ini, BPJS menaggapi isu kebijakan yang tidak akan menanggung biaya pengobatan pasien dengan diagnos Perokok yang viral di media sosial.

Hal ini pertama kali viral di aplikasi X dan mengejutkan warganet.

Pasalnya sebuah cuitan dari akun @ide*** pada Minggu (5/1/2025), mengatakan bahwa BPJS Kesehatan berencana untuk tidakmenanggung biaya penyakit akibat merokok.

"BREAKING: penyakit akibat rokok diajukan untuk tidak ditanggung bpjs per tahun 2025 ini?" tulis warganet dalam unggahan yang tayang mencapai seratus ribu kali hingga Sabtu (25/1/2025).

Lantas benarkah demikian?

Baca juga: BPJS Tak Tanggung Lagi Biaya Pengobatan Pasien dengan Diagnosis Perokok Mulai 2025

Penjelasan BPJS

Menanggapi hal tersebut, Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah mengatakan hingga saat ini tidak ada regulasi yang secara spesifik mengatur tentang tidak dijaminnya perokok dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 

Semua peserta JKN, kata dia, memiliki hak yang sama atas layanan kesehatan sesuai ketentuan tanpa diskriminasi.

"Sampai dengan saat ini, tidak ada ketentuan yang menyebutkan pembatasan layanan pada peserta yang merokok. Pada saat masyarakat mendaftarkan diri menjadi peserta JKN tidak terdapat flagging (penandaan) apakah peserta tersebut perokok atau bukan, sehingga semua dapat menjadi peserta dan mendapat layanan kesehatan dengan penjaminan JKN," kata Rizzky dalam keterangannya kepada detikcom, Senin (6/1/2025).

Namun dia menekankan penyakit yang disebabkan oleh tindakan gaya hidup tidak sehat seperti konsumsi rokok, pola makan tidak sehat, konsumsi minuman beralkohol dan sebagainya, berpotensi besar meningkatkan pembiayaan penyakit-penyakit berbiaya katastropik. 

Penyakit berbiaya katastropik merupakan kondisi yang membutuhkan biaya tinggi dalam pengobatannya serta memiliki komplikasi yang dapat mengancam jiwa.

Baca juga: Stop Merokok! BPJS Tak Tanggung Lagi Biaya Pengobatan Pasien dengan Diaognosis Perokok Mulai 2025

Penyakit yang termasuk dalam golongan berbiaya katastropik adalah golongan penyakit-penyakit tidak menular.

Penyakit-penyakit tersebut bersifat laten yang memerlukan waktu lama untuk bermanifestasi, sering tidak disadari, dan membutuhkan waktu yang lama pula untuk penyembuhan atau mengendalikannya.

"Beban jaminan kesehatan hingga 30 November 2024 sebesar Rp160 triliun dan terdapat 615,8 juta kunjungan sakit dan sehat ke fasilitas kesehatan atau 1,7 juta kunjungan per hari kalender. Dari beban jaminan kesehatan tersebut, BPJS Kesehatan mencatat 8 penyakit yang berbiaya katastropik menempati urutan teratas dalam klaim biaya pelayanan kesehatan Program JKN dan menggerus sebesar Rp33,99 triliun atau 21,23 persen dari total beban jaminan kesehatan hingga November di tahun 2024," jelasnya.

Di posisi pertama sekitar Rp17,5 triliun dikeluarkan BPJS Kesehatan untuk membayar pelayanan kesehatan peserta JKN yang mengidap jantung dengan jumlah kasus 20,5 juta. 

Kanker di posisi kedua dengan biaya sebesar Rp5,9 triliun untuk 3,9 juta kasus. Di posisi ketiga ada penyakit stroke dengan jumlah kasus 3,6 juta dan menghabiskan anggaran Rp5,3 triliun.

Baca juga: Benarkah Perokok Pasif Beresiko Alami Penyakit Paru Obstruktif Kronik? Simak Begini Faktanya

Perokok Aktif Vs Perokok Pasif, Siapa yang Lebih Rentan Kanker Paru?

Rokok lagi-lagi dianggap sebagai pembunuh berdarah dingin. 

Bagaimana tidak, orang yang tidak merokok bisa terkena kanker paru, hanya karena terpapar asap rokok dari lingkungannya.

Hal ini tentunya menegaskan bahwa perokok pasif yang kerap terpapar asap rokok pun berisiko sama dengan perokok aktif. 

Pasalnya, semakin banyak terpapar asap rokok, maka seorang perokok pasif memiliki kemungkinan yang tinggi juga terkena kanker paru.

Kanker paru, termasuk penyakit mematikan. 

Peluang sembuh tentu ada, tetapi pasien yang berada pada stadium lanjut berisiko mengalami perburukan yang tak jarang berujung pada kematian.

Dimana pada stadium dini kemungkinan ada peluang untuk sembuh dengan operasi dan kemoterapi. Untuk stadium lanjut kemungkinannya kecil sekali bahkan tidak ada.

Jelas para perokok pasif pun gelisah dengan risiko ini. Beberapa orang mengaku merasa sedih walaupun sudah cukup gencar gaung setop rokok dan kebanyakan sudah memahami bahayanya asap rokok, namun tetap saja masih banyak perokok yang merokok sembarangan.

Namun, para perokok aktif pun merasa kerap dijadikan kambing hitam atas dampak menyeramkan dari asap rokok meskipun sudah merokok pada tempat yang seharusnya. Beberapa perokok aktif pun merasa bersalah jika asap rokok lah yang menyebabkan kanker paru yang menyerang perokok pasif.

Tidak jarang pula para perokok aktif ini ingin berhenti merokok, namun mereka mengaku itu bukanlah hal yang mudah dilakukan.

Kanker paru jelas penyakit yang harus diwaspadai semua orang. Selain kanker payudara dan kolorektal (usus besar), kanker paru jadi yang paling mematikan, dengan 1,8 juta kematian pada tahun 2018.

Kanker paru terbanyak diidap oleh pria. Menurut data dari GLOBOCAN 2018, ada sekitar 22.440 pria (14 persen) yang mengidap kanker paru. Kanker paru di Indonesia juga merupakan kanker ketiga terbanyak yang diidap baik wanita maupun pria, tercatat pada 30.023 kasus atau 8,6 persen dari keseluruhan kasus kanker.

Sayangnya, hanya 16 persen kasus kanker paru yang terdiagnosis pada stadium awal, menurut American Lung Association. Jika telah bermetastase atau menyebar ke organ lainnya, harapan hidup mereka hanya mencapai 5 persen. Rata-rata separuh orang dengan kanker paru meninggal dalam kurun waktu setahun usai terdiagnosis.

Yang perlu diketahui, WHO menyebut rokok menjadi faktor risiko utama dari kanker dan bertanggungjawab atas perkiraan 22 persen dari kematian akibat kanker, termasuk kanker paru yang terbesar. Pria yang merokok 23 kali lebih mungkin terkena kanker paru, sementara wanita 13 kali lebih tinggi daripada mereka yang tak pernah merokok. Sementara, prokok pasif memiliki 20-30 persen lebih tinggi terkena kanker paru apabila mereka terpapar sebagai secondhand smoker di rumah atau kantor.


(*)

Baca berita update TribunPriangan.com lainnya di Google News

Sumber: Tribun Priangan
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved