Dulu Sering Banjir dan Banyak Sampah, Kini Desa Jatihurip jadi Tempat Edukasi Budidaya Ikan

Di pelataran beberapa rumah Desa Jatihurip, terdapat kolam-kolam ikan. Akan tetapi, hal tersebut kerap menjadi masalah tiap kali banjir datang.

Penulis: Aldi M Perdana | Editor: Gelar Aldi Sugiara
Tribun Jabar/Aldi M Perdana
Kolam-kolam ikan di Desa Jatihurip, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. 

Laporan Jurnalis TribunJabar.id, Aldi M Perdana

TRIBUNPRIANGAN.COM, TASIKMALAYA - Aroma khas bekas hujan tercium kuat sekali di jalanan Desa Jatihurip, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Sejuk, seperti keindahan desa-desa di dalam dongeng.

Namun itu berbeda dengan apa yang terjadi pada lima tahun lalu. Desa yang berada di ketinggian paling rendah kaki Gunung Galunggung itu sempat dikenal sebagai desa langganan banjir.

Arus deras kerap datang setiap kali hujan turun dengan intensitas tinggi. Air dari Sungai Cidadap yang membelah desa tersebut pun meluap hingga menggerus sampai menghancurkan tanggul-tanggul di sana.

Hal tersebut diutarakan mantan RT setempat, Yeti Nurhayati (59). Dirinya kerap bergidik jika mengingat banjir di desanya.

Baca juga: Berawal dari Hobi, 5 Warga Tasikmalaya Bakal Ekspedisi ke Everest Base Camp pada Desember 2024

Bahkan, banjir itu pernah merendam hampir setengah bangunan semi-permanen warung miliknya.

"Dulu sering banjir di sini. Rumah-rumah yang di sana sampai jebol. Kolam-kolam ikan juga terendam air sampai mudal (red: meluap), ikan-ikannya juga sampai kebawa banjir," terang Yeti saat ditemui pada Rabu (20/11/2024).

Warga di desa tersebut rata-rata memiliki mata pencarian budidaya ikan nila.

Di pelataran beberapa rumah Desa Jatihurip, terdapat kolam-kolam ikan. Akan tetapi, hal tersebut kerap menjadi masalah tiap kali banjir datang.

Tak sampai di situ, Yeti mengungkap bahwa beberapa rumah yang berada di pinggir sungai sudah dua kali terbawa hanyut oleh banjir.

"Mobilnya juga kebawa air. Pokoknya, dulu banjir di (desa) sini parah banget," jelasnya.

Baca juga: Ketua FKPAT Tasikmalaya Angkat Bicara Terkait 3 Pendaki Hilang Kontak di Gunung Balease Sulsel

Namun, saat ini Desa Jatihurip tidak lagi diteror banjir. Menurut Yeti, irigasi serta tanggul-tanggul yang berada di Sungai Cidadap sudah kokoh dan mampu mengalirkan air hujan secara baik.

"(Setiap turun hujan) enggak was-was sekarang mah. Malahan, sekarang rumah-rumah dibangun di dekat bantaran sungai (Cidadap). Harga tanah juga mulai pada naik," ujarnya.

Hal tersebut lantaran Desa Jatihurip didaftarkan sebagai Desa BRILian oleh Kepala Desa (Kades) yang pada saat itu tengah menjabat, yakni Dadang Mursyid (47).

"Sebetulnya memang di desa ini, warga-warga itu penghasilannya didominasi oleh budidaya ikan. Saya mulai budidaya ikan sejak 2009, lalu jadi nasabah BRI dan mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada 2010 untuk usaha," terang Dadang.

Mantan Kades Jatihurip, Dadang Mursyid
Mantan Kades Jatihurip, Dadang Mursyid yang kini menjadi BRILianpreneur untuk budidaya ikan nila.

Sejak saat itu, Dadang mencoba mengembangkan usaha budidaya ikan, meski dirinya bersama warga lain di sana tidak berminat untuk menata dan mengelola budidaya ikan secara baik dan benar.

"Awal mulanya hanya sekadar mengadakan kolam konvesional yang ditanam (bibit ikan) lalu panen tanpa ada penanganan khusus untuk penjualannya," jelas dia.

Kendati demikian, dirinya bersama warga di sana terus mencoba untuk melakukan pengembangan hingga mempelajari cara-cara budidaya ikan ke beberapa tempat, salah satunya di Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Semula, mereka mengembangkan budidaya ikan air deras, mulai dari satu kolam menjadi enam kolam, lalu terus berkembang hingga menjadi kolam bioflok sampai saat ini.

Namun, upaya tersebut selalu terkendala oleh permasalahan banjir serta air sungai yang tidak baik untuk ikan-ikan.

"Nah, kebetulan pada 2017 lalu, saya dilantik menjadi Kades Jatihurip. Saat itu, saya berupaya membuka komunikasi dengan pihak BRI Unit Cisayong, karena pernah mendengar ada program Desa BRILian," papar dia.

Barulah pada 2020, Dadang secara resmi mendaftarkan Desa Jatihurip sebagai Desa BRILian. Mengingat saat itu banyak sekali desa yang mendaftarkan diri untuk bergabung dengan program Desa BRILian.

Desa yang dikepalainya masuk peringkat 10 besar.

"Waktu itu, kami berdialog dengan pimpinan BRI untuk berkolaborasi, sambil menyambut program Presiden waktu itu Perpres tentang Ketahanan Pangan (red: Perpres Nomor 104 Tahun 2021)," ujarnya.

Kemudian, lanjut Dadang, dialog antara dirinya bersama pimpinan BRI saat itu juga membahas terkait kebersihan lingkungan di Desa Jatihurip

Dengan demikian, desa yang bergabung dengan program Desa BRILian mulai dibangun dengan dana Corporate Social Responsibility (CSR) BRI.

Berbagai sarana dan prasarana pun dibangun untuk mendukung kemajuan budidaya ikan di sana, salah satunya perbaikan irigasi supaya banjir tidak lagi mengganggu kolam-kolam milik pembudidaya ikan.

"Di samping manfaatnya untuk perairan (red: banjir), karena budidaya ikan di sini 'kan airnya dari sungai itu dan harus bersih, masyarakat juga akan malu untuk membuang sampah ke sungai, karena saluran airnya sudah diperbaiki dengan sangat baik," ucap Dadang.

BRI juga diketahui membangun Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di sana untuk pemilahan sampah. Bahkan, sampah dapur dari warga Desa Jatihurip pun diangkut setiap harinya.

Sejak saat itu, tak hanya lepas dari teror banjir, desa tersebut juga bersih dari masalah pengelolaan sampah, termasuk juga sampah-sampah di Sungai Cidadap yang menjadi jantung mereka sebagai pembudidaya ikan.

"Kami juga diberi bantuan mesin pembuat pakan ikan melalui program Desa BRILian ini. Dengan mesin itu, kami bisa memangkas biaya untuk belanja pakan ikan," tuturnya.

Selain sarana dan prasarana, pembudidaya ikan juga didorong untuk terus berkembang dengan KUR dan Ultra Mikro (UMi).

"Sampai saat ini, termasuk saya juga, pembudidaya ikan di sini dapat bantuan modal KUR, bahkan ada yang sampai Rp 500 juta. Ada juga yang dapat bantuan modal UMi yang dibayar per panen," jelas Dadang.

Dengan program Desa BRILian, KUR, serta UMi, pengembangan ikan di Desa Jatihurip terus maju. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tasikmalaya sendiri telah membangun Pasar Ikan Jatihurip tepat di samping jalan utama untuk mendorong penjualan ikan tersebut.

"Pasar itu buka 24 jam. Selalu ramai kalau subuh, karena yang beli untuk kebutuhan pasar, seperti Pasar Cikurubuk, lalu dari Manonjaya juga ada," terang Dadang.

Untuk saat ini, suplai ikan nila dari Desa Jatihurip sudah habis hanya untuk kebutuhan pasar-pasar di wilayah Tasikmalaya. Bahkan, permintaannya masih cukup besar dibanding suplai yang ada.

"Dalam satu hari, kebutuhan ikan nila di pasar-pasar besar wilayah Tasikmalaya itu mencapai 14 ton. Sementara desa kami, paling dalam satu hari hanya mencapai 2 ton. Masih jauh kekurangannya, makanya penjualannya belum kami dorong ke luar wilayah Tasikmalaya," ucapnya.

Dadang sendiri sampai saat ini dipercaya sebagai pembicara di beberapa seminar ihwal budidaya ikan nila secara bioflok. 

Bisa dikatakan, Dadang kini merupakan BRILianpreneur yang telah diundang ke beberapa lokasi untuk berbagi pengetahuannya.

"Sampai saat ini, saya sudah memiliki sertifikat dari Badan Nasional Sertifikasi Kompetensi (BNSP), itupun didorong oleh pihak BRI, sehingga ada legalitas untuk saya menjadi narasumber di beberapa seminar terkait budidaya ikan ini," kata Dadang.

Selama ini, tidak hanya kelompok masyarakat yang telah mengundang dirinya sebagai pembicara, melainkan juga dari sejumlah dinas pemerintahan di luar wilayah Tasikmalaya, Jawa Barat.

"Ya saya bersyukur juga, upaya kami di Desa Jatihurip sejak 2010 lalu dan didorong program Desa BRILian tahun 2020, benar-benar banyak perubahannya. Dari yang semula desa sering banjir, lalu sampah-sampah di sungai, sekarang total berubah. Sungai juga sekarang mah bersih," pungkasnya.

Terpisah, Kepala Unit BRI Cisayong, Oce N Firmansyah mengatakan, CSR untuk mendorong perbaikan di Desa Jatihurip tersebut dialirkan dari pusat.

"Memang mantan kadesnya itu juga (red: Dadang Mursyid) sudah berhasil menggalakan kolam bioflok di beberapa daerah, bahkan sampai saat ini. Tentu BRI juga mengalirkan dana CSR langsung dari pusat karena melihat kesungguhannya dari waktu ke waktu," ucapnya.

Menurut Oce, bantuan yang diberikan tidak dilakukan dalam satu waktu dan tidak dalam bentuk uang tunai. Pada saat itu, pihak BRI memberikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan Desa Jatihurip. Lantaran kesungguhan serta perkembangannya yang mampu bersaing dengan desa lain, maka BRI kembali memberikan bantuan lainnya, seperti mesin pembuat pakan ikan, gapura desa, gazebo balai pertemuan warga, hingga TPST.

"Selanjutnya juga mungkin BRI akan memberi bantuan sarana lainnya, karena Desa Jatihurip ini punya potensi besar," pungkas Oce. (*)

Sumber: Tribun Priangan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved