Jamaah Islamiyah Bubar

Pergulatan Batin Abu Dujana Mantan Veteran Afganistan dan Komandan Askari JI Sebelum Kembali ke NKRI

Nama Abu Dujana ibarat legenda di Jamaah Islamiyah, ia panglima perang yang turut merancang aksi bom

Editor: Machmud Mubarok
TribunJabar.id/Nappisah
Ustadz Abu Dujana (kiri) mantan komandan Askari, Ustadz Zarkasih (kanan) mantan Amir JI 2004-2007 saat diwawancarai di salah satu Hotel di Bandung, Sabtu (27/7/2024). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

TRIBUNPRIANGAN.COM, BANDUNG - Nama Abu Dujana ibarat legenda di Jamaah Islamiyah seperti Noordin Mohd Top, dr Azahari bin Husin, Muklas dan Imam Samudra.

Mantan Komandan Askari (perang) Jamaah Islamiyah itu pernah terlibat dalam aksi bom Bali 2002, bom JW Marriot 2003, dan bom Kuningan. 


Dia diduga rekan erat Noordin Mohammad Top, yang dianggap bertanggung jawab atas serentetan teror di Indonesia. 


Pada tahun 2007 Abu Dujana ditangkap di kawasan Banyumas, Jawa Tengah. Dujana divonis 15 tahun penjara. 


Dia tergabung bersama JI sejak tahun 1994. Mulanya, Dujana berangkat ke Afganistan melalui Negara Islam Indonesia (NII). 


Dikatakannya, saat itu belum terbentuk JI dan hanya memberikan baiat sumpah setia kepada Ustaz Abdullah Sungkar.


"Itu pun isinya kalau seandainya beliau masih berada di atas kebenaran, kami ikut, tapi kalau menyimpang bisa meninggalkannya. Praktisnya kalau disebut sumpah setia kepada JI itu tidak ada, tapi ternyata oh itu yang dimaksud menyatakan baiat kepada JI," terangnya saat ditemui di Kota Bandung, Sabtu (27/7/2024).


Dujana tak menampik, kala itu dia melihat mereka sungguh-sungguh mengamalkan dan memperjuangkan Islam. Sehingga membuatnya berbulat tekad untuk mengambil sumpah setia. 


Secara pribadi, Dujana mengaku terbelakang untuk memantapkan diri kembali ke NKRI


"Tidak di awal-awal, hanya saja kami sudah merasakan bahwa ini ada hal-hal yang janggal dalam perjalanannya. Kontradiktif antara yang seharusnya kita yakini dengan fakta di lapangan," katanya.  


Dujana mencontohkan, saat awal tertangkap petugas yang menanganinya seorang muslim dan memperlakukan dia sebagai tahanan dengan baik. 


“Secara doktrin kita tidak mengakuinya sebagai muslim, tapi fakta di lapangan mereka menjalankan salat, ya sama-sama muslim. Terkadang curhat tentang islam,” ujarnya. 


Hal tersebut menjadi pergulatan batin baginya, dengan mempertanyakan pemahaman yang selama ini dianutnya. 

Pria kelahiran Cianjur itu mengungkapkan selama di tahanan dia menemukan nilai-nilai kehidupan baik antar sesama napi teroris, napi kasus lain dan para petugas. 

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved