Keputusan MK Hasil Pilpres Diumumkan Besok, Ini Ulasan dari Pengamat Politik
Pengamat politik Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Kristian Widya Wicaksono menganalisa putusan Mahkamah Konstitusi yang akan diumumkan besok
Laporan Wartawan TribunPriangan.com, Muhamad Nandri Prilatama
TRIBUNPRIANGAN.COM, BANDUNG - Pengamat politik Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Kristian Widya Wicaksono menganalisa putusan Mahkamah Konstitusi yang akan diumumkan besok terkait hasil pemilihan presiden Pilpres 2024.
Menurutnya, berbagai hipotesis atau dugaan tentu bisa saja berkembang dan masing-masing hipotesis itu memiliki dasar asumsinya masing-masing.
"Pertama, MK menolak gugatan yang disampaikan para pemohon dengan dasar penolakannya ialah lemahnya bukti-bukti yang diajukan para pemohon, misal keberatan terhadap pencalonan Gibran, maka harusnya kubu 01 dan 03 mengajukan sengketa proses ke Bawaslu," katanya, Minggu (21/4/2024) saat dihubungi.
Kemudian, soal keterlibatan menteri dalam memenangkan Prabowo-Gibran, kata Kristian, semestinya dilaporkan ke Bawaslu berdasarkan Pasal 547 UU Nomor 7 Tahun 2017, namun faktanya tidak pernah dilaporkan oleh paslon 01 dan 03.
"Kubu 01 dan 03 tidak menjadikan sengketa hasil penghitungan pemilu sebagai pintu masuk ke dalam perkara ini, padahal pada sengketa pilpres sebelumnya dari 2004, 2009, 2014, dan 2019, semua pemohon memasukkan dalil sengketa penghitungan hasil pemilu," ujarnya.
Alasan lain, lanjutnya, mengarah pada dampak yang mungkin muncul, yaitu untuk instabilitas politik dan inefisiensi biaya penyelenggaraan pilpres ulang. Alasan stabilitas politik bisa dipahami untuk menjaga keamanan nasional yang mana pilpres ulang akan menaikkan kembali tensi kompetisi politik yang rentan dengan gesekan antarkelompok pendukung masing-masing capres.
"Pilpres ulang juga dapat memunculkan pertanyaan di benak masyarakat dan pelaku pasar baik di lingkup domestik maupun internasional tentang kredibilitas lembaga penyelenggara (KPU) dan penyelenggaraan pilpres itu sendiri. Bagaimana pun keputusan yang sudah dibuat dan disahkan yang kemudian hari digugurkan menunjukkan inkonsistensi dan lemahnya kredibilitas, dan ini bisa menciptakan sentimen negatif terhadap KPU, Bawaslu, dan Pemerintah RI yang tidak mampu menjaga pemilu terselenggara secara bebas, jujur, dan adil," katanya.
Jika sentimen negatif datang dari masyarakat, Kristian melihat bakal berimbas pada delegitimasi, gangguan politik, dan bisa berujung pada instabilitas politik. Sedangkan, apabila sentimen negatif tersebut datang dari pelaku pasar, maka akan mempengaruhi nilai tukar rupiah, kepercayaan untuk berinvestasi, penarikan investasi, PHK, dan berujung pada melemahnya perekonomian nasional.
"Ujung-ujungnya kedua jenis sentimen tersebut akan menghasilkan dampak instabilitas keamanan yang bisa mengakibatkan kekacauan sosial. Kemudian, terkait dengan inefisiensi anggaran pemilu. Apabila terjadi pilpres ulang maka harus dianggarkan kembali biaya pilpres secara nasional yang komponennya cukup beragam, mulai logistik pemilu, seperti kertas suara, tinta pemilu, sewa tenda untuk pemungutan suara, dan distribusi logistik hingga honorarium untuk PPS," ucapnya.
Padahal, sebelumnya biaya-biaya tersebut sudah dikeluarkan melalui APBN. Sedangkan kondisi ekonomi secara nasional juga belum sepenuhnya normal pascapandemi COVID-19. Artinya, kata dia, apabila biaya pilpres ulang ini digunakan untuk program pemulihan ekonomi masyarakat tentunya akan jauh lebih produktif.
"Perlu memperhitungkan kerumitan dalam menentukan jadwal pilpres ulang yang bisa jadi penyelenggaraannya butuh lebih dari satu putaran. Di sisi lain pelantikan presiden baru sudah ditetapkan pada tanggal 20 Oktober 2024," katanya.
Hipotesis kedua, Kristian menyebut MK menerima gugatan yang disampaikan oleh para pemohon. Dasar alasan menerima gugatan ini, tentunya untuk menciptakan keadilan politik.
"Ada tiga pokok persoalan utama dalam sidang sengketa pilpres, yaitu: (1) Cacat formil penetapan Gibran sebagai Cawapres Prabowo oleh KPU, (2) Penyelewengan Bansos untuk memenangkan Paslon 2, dan (3) Pengerahan aparatur negara untuk memenangkan Prabowo-Gibran. Ketiga pokok persoalan tersebut, yang intens dibahas dalam sidang MK adalah pokok masalah pertama dan kedua," ucapnya.
Untuk pokok permasalahan yang ketiga, selama sidang MK juga belum ada bukti yang meyakinkan mengenai mobilisasi aparatur negara untuk mendukung paslon 02, maka yang paling memungkinkan jika keputusannya mengabulkan permohonan, maka landasan alasan yang paling kuat ialah terjadinya manipulasi syarat pencalonan dalam Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 serta penerimaan pendaftaran oleh KPU yang dilakukan sebelum mengubah peraturan KPU.
| Penjelasan Eddy Suherman, Warga Garut yang Debat Panas dengan Putri Karlina |
|
|---|
| Bawaslu Ciamis Siapkan Strategi Hadapi Pemilu 2029, Tekankan Kolaborasi Lintas Sektor |
|
|---|
| Golkar Tekankan Calon Wakil Bupati Ciamis Harus Sevisi dengan Bupati |
|
|---|
| 3 Bangunan Bersejarah Bandung Ditetapkan Jadi Cagar Budaya Nasional Bertepatan dengan HUT ke-215 |
|
|---|
| Banding Kasus Sengketa Lahan SMAN 1 Bandung Dikabulkan, Ini Kata Gubernur Jabar |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.