13 Tahun Berdiri, Murid SD Muhammadiyah As Salam Ciwareng Tak Pernah Merasakan Duduk di Kursi

Kondisi tersebut terjadi di Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah As Salam di Kampung Ciwareng, Desa Majasari, Kecamatan Cibiuk, tak ada meja

Penulis: Sidqi Al Ghifari | Editor: Machmud Mubarok
TRIBUN JABAR / SIDQI AL GHIFARI
SD Muhammadiyah As Salam di Kampung Ciwareng, Desa Majasari, Kecamatan Cibiuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat, 13 tahun tidak memiliki meja dan kursi belajar, siswa belajar lesehan. 

Laporan Kontributor Tribunjabar.id Garut, Sidqi Al Ghifari

TRIBUNPRIANGAN.COM, GARUT - Pendidikan adalah jalan menuju masa depan yang lebih baik. Namun, di Kabupaten Garut, Jawa Barat kenyataannya tidak sesederhana itu.

Para murid di usia yang seharusnya menjadi masa emas dalam perjalanan belajar mereka, terpaksa harus berhadapan dengan kondisi yang sulit dan tak layak.

Mereka terpaksa menempati lantai sebagai tempat mereka belajar, tanpa meja tanpa kursi.

Kondisi tersebut terjadi di Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah As Salam di Kampung Ciwareng, Desa Majasari, Kecamatan Cibiuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

"Sudah 13 tahun sejak SD ini berdiri, murid kami tidak pernah merasakan duduk di kursi belajar, mereka hanya duduk di lantai, tengkurap, kedinginan," ujar Kepala Sekolah Dasar Muhammadiyah As Salam, Dede Rini saat ditemui Tribunjabar.id, Selasa (21/11/2023) sore.

Baca juga: UPDATE Kasus Uang Tabungan Murid SD di Pangandaran, Kepsek Sudah Dikumpulkan, Ini Hasilnya

Dede tak kuasa menahan tangis saat ditanyai tentang fasilitas belajar mengajar yang serba terbatas di sekolahnya itu.

SD Muhammadiyah As Salam itu sudah berdiri sejak tahun 2010, lika-liku kenangan manis dan pahit dialaminya lebih dari satu dekade ini.

Ia menuturkan, pihaknya saat ini memiliki 124 murid. Sekolahnya itu juga menjadi satu-satunya sekolah yang mudah diakses oleh warga kampung sekitar. Masyarakat sekitar pun terlibat dalam pembangunan.

"Anak-anak dan masyarakat itu antusiasnya sangat tinggi, karena ingin memiliki lembaga pendidikan yang dekat dari kampungnya," ungkapnya.

Dede menjelaskan, sekolahnya itu sudah beberapa kali mendapat bantuan dari pemerintah, mulai rehabilitasi, pembangunan perpustakaan, hingga unit komputer.

Pada awalnya, bangunan tersebut menurutnya hanya terbuat dari papan kayu, dengan bantuan rehabilitasi perlahan tapi pasti akhirnya bisa berdiri ruang kelas dengan struktur tembok beton.

"Bantuan rehab itu kita masukan ke dalam anggaran rencana Pembangunan RKB (Ruang Kelas Baru)," ucapnya.

Ia menuturkan, pihaknya sudah berusaha untuk meminta bantuan banyak pihak, namun katanya bantuan untuk meja dan kursi masih belum tersedia.

Hingga akhirnya, para murid terpaksa harus belajar lesehan di lantai, tanpa alas tanpa karpet. Anak-anaknya pun kerap menanyakan kapan sekolahnya bisa memiliki meja dan kursi untuk belajar.

"Tak bisa dibayangkan 13 tahun yang lalu saat memulai sekolah dan pertanyaan yang sama muncul saat ini, rasanya tetap sama sedihnya, keluh kesah pegal, dingin, belum bolak-balik ke kamar mandi," ucap Dede.

"Keluhan itu selalu ada, namun kami  selalu menyemangati anak-anak untuk terus belajar sambil mencari solusi dari keluhan anak-anak," lanjutnya.

 

Sumber: Tribun Priangan
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved