Pemerhati Publik Asal Garut Ajukan Uji Materi Undang-Undang MA di MK soal Putusan Ferdy Sambo
Pengajuan itu telah didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi pada Selasa (5/9/2023) dengan nomor tanda terima 2135-0/PAN.MK/IX/2023.
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama
TRIBUNPRIANGAN.COM, BANDUNG - Tiga orang warga Kabupaten Garut, yakni Asep Muhidin sekaligus pemerhati publik asal Garut, Rahadian Pratama, dan Asep Ahmad, mengajukan permohonan uji materi undang-undang nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang telah diubah terakhir menjadi UU nomor 3 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan UU nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP).
Menurut Asep Muhidin, dalam aturan itu terdapat pasal yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
Pengajuan itu, katanya, telah didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi pada Selasa (5/9/2023) dengan nomor tanda terima 2135-0/PAN.MK/IX/2023.
Baca juga: Viral, Video Pemakaman Ferdy Sambo Disaksikan Jutaan Orang Ramai di Facebook, Betulkah?
"Pasal yang diuji itu pasal 50 ayat 1 UU MA, berbunyi pemeriksaan kasasi dilakukan oleh MA, berdasarkan surat-surat dan hanya jika dipandang perlu MA mendengar sendiri para pihak atau para saksi, atau memerintahkan pengadilan tingkat pertama atau pengadilan tingkat banding yang memutus perkara itu mengdengar para pihak atau kasasi. Jadi, jika frase hanya dipandang perlu, maka kapan hakim Agung menganggap perlu, karena belum pernah diketahui publik persidangan di MA terbuka dan transparan," ujarnya dari keterangan tertulis yang diterima, Rabu (6/9/2023).
Asep Muhidin mengaku hampir semua produk hukum putusan MA mulai kasasi sampai peninjauan kembali.
Bahkan hak uji materiil di bawah UU tak pernah dilakukan persidangan terbuka untuk umum.
Baca juga: Sederet Fakta Tentang Wahyu Iman Santoso, Ketua Majelis Hakim yang Jatuhi Vonis Ferdy Sambo cs
Namun tiba-tiba terbit putusan dengan di bagian akhir putusan selalu tertulis putusan tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari dan tanggal itu juga.
Tetapi, faktanya kata Asep, tak pernah terjadi persidangan yang terbuka untuk umum.
"Ini tak sejalan alias bertentangan dengan pasal 40 ayat 2 UU MA, karena menyebutkan putusan MA diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, penjelasannya pun menjelaskan putusan yang tak memenuhi ketentuan ayat 1 dan ayat 2 pasal ini batal menurut hukum sehingga bertentangan dan mencederai hak konstitusional setiap orang yang mencari keadilan sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945, di antaranya pasal 27 ayat 1 dan pasal 28D ayat 1," katanya.
Mereka mencontohkan, seperti putusan Ferdy Sambo dkk yang menjadi perhatian publik, bahkan dunia.
Baca juga: Vonis Mati Ferdy Sambo Dapat Berubah karena KUHP Baru, Ini Respons Ali Ngabalin
Katanya, selain adanya diseting opinion antarhakim agung, sebagian pertimbangannya kurang masuk akal, karena dalam putusan nomor 813 K/Pid/2023 dengan terdakwa Ferdy Sambo.
"Hakim Agung mempertimbangkan ada jasa selama menjadi anggota Polri selama 30 tahun. Padahal logikanya, selama menjadi anggota polisi, Ferdy Sambo mendapatkan hak dan kewajibannya, yaitu kewajiban Ferdy Sambo mengabdikan diri kepada negara atau pemerintah sebagai penegak hukum dan haknya, yakni menerima gaji dari negara dan tunjangan lainnya. Jadi, kalau dikatakan berjasa ya kurang pas, karena hak dan kewajibannya sebagai anggota Polri beserta fasilitas lainnya telah diberikan negara," ujar Asep.
Dia pun mempertanyakan apa yang menjadi pertimbangan dalam meringankan putusan Kuat Ma'ruf dan Putri Candrawathi.
Sebab, publik hanya bisa menyayangkan terhadap adanya diskon hukuman.
"Itulah kenapa kami ajukan uji materiil terhadap pasal 50 ayat 1 UU MA dan pasal 253 ayat 3 KUHAP agar persidangan di Mahkamah Agung benar-benar bisa transparan dan dilaksanakan nyata," katanya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.