Pemilu 2024
Pemerintah dan Masyarakat Diminta Lebih Waspada Isu-isu yang Dapat Menghambat Proses Pemilu 2024
Pemerintah dan Masyarakat Diminta Lebih Waspada terhadap Isu-isu yang Dapat Menghambat Pelaksanaan Pemilu 2024
TRIBUNPRIANGAN.COM, BANDUNG - Isu-isu seperti penundaan Pemilu 2024 sehingga memunculkan narasi perpanjangan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode, lalu sistem proporsional terbuka menjadi tertutup, merupakan isu-isu yang hangat menjelang pesta demokrasi 2024.
Menurut Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Indonesia Muda, Suryawijaya, orkestrasi ini bertujuan memunculkan situasi ketidakpastian mengenai tahapan menuju Pemilu 2024 yang kini sedang berlangsung.
"Orkestrasi ini ujungnya sama, yakni orkestrasi tiga periode, penundaan pemilu, dan lainnya. Narasinya sama perpanjangan masa jabatan presiden dan legislatif," ujarnya, Minggu (5/3/2023).
Baca juga: Jelang Pemilu 2024, Ketua DPD Golkar Jabar Minta Kader Lakukan Kerja Politik Terukur
Surya berharap pemerintah dalam hal ini Presiden dan para petinggi negara serta ketua partai politik mempunyai komitmen bahwa Pemilu 2024 harus terlaksana lantaran kondisi ini menjadi ujian demokrasi, sebab para elit politik kudu menjaga demokrasi sekaligus menghormati proses hukum yang saat ini berlangsung.
"Kami tak menampik jika proses hukum tidak bisa diintervensi. Tapi, Presiden bisa duduk bersama Mahkamah Agung (MA), Ketua MPR, Ketua DPR, dan ketua lembaga tinggi negara lainnya untuk mempercepat proses hukum yang tengah berlangsung. Maka, penghargaan terhadap hukum tetap ada, dan proses keberlangsungan demokrasi tetap berjalan dengan baik," ujarnya.
Pemilu, lanjutnya, akan selalu menghadirkan harapan bagi masyarakat. Apabila sampai pemilu tertunda, maka menurutnya bukan tidak mungkin kepercayaan masyarakat akan menurun dan itu berpotensi bisa berbahaya.
Baca juga: Jelang Pemilu 2024, Bawaslu Jabar Ingatkan Parpol untuk Tidak Curi Start Kampanye dan Libatkan ASN
"Masyarakat akan kehilangan kepercayaan dan menjadi apolitik. Bagaimana jika nanti partisipasi (masyarakat) kurang dari 50 persen dalam pemilu, hal ini kan berbahaya" ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dosen hukum Tata Negara Unisba, Wicaksana Dramada mengatakan proses gugatan Partai Prima kepada KPU bisa dikatakan cacat hukum, karena dalam rezim hukum pemilu, sudah diatur tata cara jika calon peserta pemilu merasa haknya telah dilanggar.
"Secara sistem, mereka harusnya melayangkan gugatan pada Bawaslu. Jika masih belum puas dengan keputusan Bawaslu maka bisa naik banding ke pengadilan tata usaha negara. Area ini yang seharusnya yang digunakan oleh Partai Prima," katanya.

Wicaksana menegaskan, jika mereka keluar dari sistem ini, tentu dari ada proses yang dilanggar dan dari perspektif hukum tidak bisa dibenarkan, apalagi dalam kasus ini sepertinya hakimnya juga tidak berhati-hati.
Kata Wicaksana, ada perma nomor 2 tahun 2012 yang menyebutkan jika ada kasus hukum yang berkaitan dengan institusi pemerintah forumnya adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Apabila terkait pemilu maka forumnya adalah Bawaslu dan PTUN.
"KPU sudah benar dengan posisi bertahan menghadapi gugatan ini, dan tidak perlu melakukan serangan balik. meski secara hukum dimungkinkan," katanya. (*)
(Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.