Putusan Sidang Ferdy Sambo

Cegah Potensi Bunuh Diri di Rutan, Peneliti Sarankan Penjagaan Sambo dan Putri Ditingkatkan

Peneliti ASA Indonesia Institute, Reza Indragiri Amriel menyebutkan, penjagaan terdakwa Ferdy Sambo di rutan perlu ditingkatkan demi hindari bundir

(KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO)
Terdakwa pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo usai sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). Majelis hakim menjatuhkan vonis mati pada Ferdy Sambo 

TRIBUNPRIANGAN.COM - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana terhadap eks ajudannya, Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Putusan hakim ini dapat disebut sebagai putusan ultra petita, yakni putusan yang melampau tuntutan JPU.

Putusan ultra petita sejatinya dimaksud untuk memberikan kebebasan, dengan alasan hakim tidak boleh didikte oleh siapapun termasuk norma UU.

Baca juga: Apa Itu Nerd Defense? Taktik yang Diduga Dimainkan Sambo, Ahli Psikologi: Kamuflase Sosok Biadab

Sikap demikian dipilih oleh majelis hakim yang mengadili kasus ini dengan prinsip kemerdekaan kekuasaan kehakiman telah ditunjukan, sehingga hal ini menjadi momentum pembaharuan hukum nasional.

Sekiranya Mahkamah Agung dapat menjadikan putusan ini sebagai contoh bagi hakim-hakim yang lainnya, maka para pengadil lainnya akan mengadili kasus yang sama dengan putusan serupa.

Sangat pantas jika Mahkamah Agung mendorong putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang mengadili kasus pembunuhan Brigadir Joshua menjadi putusan dengan kategori land mark decision.

Putusan land mark decision sendiri bermakna sebagai putusan monumental, karena meninggalkan kesan yang agung.

Baca juga: Tangis Haru Ibu Brigadir J Pecah, Usai Hakim Memvonis Hukuman Mati untuk Ferdy Sambo

Namun di sisi lain, putusan yang agung tersebut tentunya akan berpengaruh pada psikis dan kejiawaan terdakwa yang menjalaninya.

Pasalnya putusan tersebut menerobos benteng undang-undang dalam menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Ferdy Sambo yang sebelumnya diikat dengan vonis sinonim yakni seumur hidup.

Sebab keadaan yang tidak diinginkan bisa saja terjadi, ketika seseorang dalam situasi tertekan dan putus asa.

Peneliti ASA Indonesia Institute, Reza Indragiri Amriel menyebutkan, penjagaan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di rumah tahanan (rutan) perlu ditingkatkan.

Baca juga: BREAKING NEWS! Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati atas Kasus Pembunuhan Berencana Brigadir J

Hal itu diperlukan sebagai upaya pencegahan potensi mereka bunuh diri setelah mendengar putusan majelis hakim.

"Pihak rutan perlu menjaga ekstra FS dan PC pasca-putusan. Mengacu studi, tingkat bunuh diri di rutan lebih tinggi daripada di lapas," ujar Reza dalam keterangannya, dikutip dari Kompas.com, Selasa (14/2/2023).

Dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, majelis halim memvonis Sambo dengan hukuman mati, sedangkan Putri divonis 20 tahun kurungan penjara.

Berdasar hal tersebut, Reza mengkhawatirkan kejiwaan Sambo dan Putri terguncang dan bakal berakibat fatal bagi hidup mereka.

Baca juga: Pakar Mikro Ekspresi: Ferdy Sambo Sembunyikan Kesedihan di Balik Ketenangan Hadapi Vonis Mati

Oleh karenanya, ia menyarankan pihak rutan untuk memberikan penjagaan ekstra terhadap kedua terdakwa tersebut.

"Penyebabnya adalah tersangka atau terdakwa mengalami shocked. Terguncang jiwanya" kata Reza.

"Jaga FS dan PC agar tidak melakukan perbuatan yang bisa berakibat fatal bagi hidup mereka sendiri," tambah dia.

Baca juga: Mencakam, Tatapan Tajam Ibu Brigadir J Terus Mengarah ke Ferdy Sambo saat Sidang Pembacaan Vonis

Ferdy Sambo divonis hukuman mati dalam kasus pembunuhan berencana terhadap eks ajudannya, Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menilai, Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).

"Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana,” ujar Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

"Menjatuhkan pidana oleh karena itu hukuman mati," ucapnya melanjutkan.

Terdakwa Ferdy Sambo
Terdakwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Ferdy Sambo menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (8/11/2022). Jaksa Penuntut Umum menghadirkan 10 orang saksi pada persidangan kali ini.(KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO)

Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut agar Sambo dijatuhi pidana penjara seumur hidup.

Dalam kasus ini, eks Kadiv Propam Polri itu menjadi terdakwa bersama istrinya dan dua ajudannya Richard Eliezer atau Bharada E serta Ricky Rizal atau Bripka RR.

Selain itu, seorang asisten rumah tangga (ART) sekaligus sopir keluarga Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf juga turut menjadi terdakwa dalam kasus ini.

Baca juga: Tangis Haru Ibu Brigadir J Pecah, Usai Hakim Memvonis Hukuman Mati untuk Ferdy Sambo

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Brigadir J yang direncanakan terlebih dahulu.

Eks anggota Polri dengan pangkat terakhir jenderal bintang dua itu dinilai telah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Baca juga: Hadapi Sidang Putusan, Ferdy Sambo Harap Hakim Bisa Adil Meski Banyak Tekanan

Ferdy Sambo juga terbukti terlibat obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait pengusutan kasus kematian Brigadir J, dan terbukti melanggar Pasal 49 UU ITE juncto Pasal 55 KUHP.

Sementara itu, Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Majelis Hak menilai, Putri Candrawathi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).

"Menyatakan terdakwa Putri Candrawathi terbukti secara sah bersalah turut serta melakukan tindak pidana pembunuhan berencana,” ujar Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso.

Baca juga: SOSOK Sugeng Hariadi, Mantan Kajari Garut Kini Jadi JPU Kasus Ferdy Sambo

"Menjatuhkan pidana oleh karena itu selama 20 tahun penjara," kata hakim.

Sebelumnya, Putri dituntut pidana 8 tahun penjara oleh JPU.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai Putri Candrawathi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Brigadir J yang direncanakan terlebih dahulu.

Mantan Bendahara Umum (Bendum) Bhayangkari itu dinilai telah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Baca juga: Ini Cara Jitu Kapolri Listyo Sigit untuk Dongkrak Keberanian Penyidik Memproses Kasus Ferdy Sambo

Kontak bantuan

Dikutip dari Kompas.com, layanan konseling bisa menjadi pilihan ketika seseorang kehilangan keinginan hidup, sebab bunuh diri bisa terjadi di saat seseorang mengalami depresi dan tak ada orang yang membantu

Bagi Anda yang memiliki permasalahan yang sama, jangan menyerah dan memutuskan mengakhiri hidup.

Untuk mendapatkan layanan kesehatan jiwa atau untuk mendapatkan berbagai alternatif layanan konseling, Anda bisa simak website Into the Light Indonesia di bawah ini:

Layanan konseling psikolog psikiater(*)

Atikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kasus Bunuh Diri di Rutan Cukup Tinggi, Reza Indragiri: Penjagaan Sambo dan Putri Perlu Ditingkatkan".

Simak berita update lainnya dari TribunPriangan.com di: Google News

Sumber: Kompas
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved