Kuliner Ciamis
Colok Gembrung, Sajian Kuliner Khas Ciamis yang Maknyus dengan Cita Rasa Gurih
Kuliner Khas Colok Gembrung salah satu kuliner khas Ciamis dengan berbahan dasar daging atau masyarakat biasa menyebut dengan sate jepret.
Penulis: Luun Aulia Lisaholith | Editor: Dwi Yansetyo Nugroho
TRIBUNPRIAGAN.COM, CIAMIS - Kuliner Khas Colok Gembrung merupakan salah satu kuliner khas yang dimiliki oleh Kabupaten Ciamis.
Berbahan dasar daging atau masyarakat biasa menyebut dengan sate jepret.
Camilan unik yang menjadi makanan khas dari Kabupaten Ciamis ini benar-benar menarik dan memiliki rasa yang maknyus.
Tampilannya mirip sate, tapi bahan bakunya dari kulit sapi dan tidak dibakar melainkan direbus lalu dipotong-potong dan ditusuk seperti sate dan diberi bumbu terbuat dari Galendo yang juga makanan khas Ciamis.
Setelah ditelusuri, ternyata menu khas Ciamis ini sentra produksinya berada di Kampung Pasir Datar, Desa Mekarjaya, Kecamatan Baregbeg.
Baca juga: Iga Bakar Si Jangkung, Kuliner Legendaris di Bandung yang Wajib Dicoba
Baca juga: Nikmati Pepes Lubang dan Sidat Khas Banjar Patroman, Kuliner Murah Manjakan Lidah
Warga di sana menyebut camilan khas itu dengan nama Colok Gembrung.
dinamakan Sate Jepret, karena begitu disantap, bumbunya langsung ngajepret, seperti loncat karena yang tadinya menempel di kulit sapi saat digigit langsung banyak terlepas.
Keunikan lainnya, camilan ini ternyata sudah menjadi menu legenda asli dari Ciamis, karena makanan ini sudah lintas generasi, dan sudah ada sejak zaman Kolonial Belanda.
Satu di antara perajin Colok Gembrung di Kampung Pasir Datar, Tita Herawati (38), mengatakan camilan ini sejak dulu tetap disukai orang tua dan anak muda.
Camilan ini mudah diperoleh di Pasar Manis dan Pasar Subuh Ciamis dan untuk harganya, Tita mengatakan, Colok Gembrung dengan bumbu galendo itu hanya Rp 500/tusuk.
“Juga di Pasar Kawali, hampir dipastikan yang jualan colok gembrung di pasar-pasar itu adalah juga perajin colok gembrung dari Pasir Datar. Mereka bikin dan jual sendiri produksinya,” kata Tita.
Penampilan dan penyajian Colok Gembrung sejak zaman Belanda sampai sekarang, kata Tita tetap bertahan dengan cita rasa tradisional.
Baca juga: Jeruk Garut Siap Minum, Inovasi Pengusaha Kuliner Kekinian
Setiap sepuluh tusuk Colok Gembrung dibungkus dengan daun pisang atau diitikur pakai daun pisang.
Kadang juga ada yang menggunakan pelastik, tapi kebanyakan masih bertahan dengan kemasan daun pisang.
“Kalau dibungkus dengan daun pisang, ditikur,cita rasa colok gembrungnya memang beda. Tapi, yang menjadi persoalan, colok gembrung sebagai cemilan khas Ciamis, daya tahannya Cuma sehari. Setelah itu basi,” katanya.
Kampung Pasir Datar Produksi 2 Juta Tusuk Colok Gembrung Per Hari
Di Kampung Pasir Datar yang tidak jauh dari Kampus Unigal Pulo Maju, terdapat setidaknya 10 Kepala Keluarga yang setiap hari memproduksi Colok Gembrung.
“Tiap hari kami memproduksi Colok Gembrung, dijualnya di Pasar Ciamis dan Pasar Kawali,” ujar Tita Herawati (38) warga Kampung Pasir Datar.
Ditanya jumlah produksinya setiap hari, Tita mengatakan rata-rata diproduksi 2 juta tusuk Colok Gembrung.
"Setiap hari omset penjualan Colok Gembrung dari Pasir Datar mencapai Rp 1 juta, karena harga jualnya Rp 500 per tusuk,” ujar Tita.
Tita bersama suaminya, Kuswa (53) merupakan generasi ketiga perajin Colok Gembrung di Kampung Pasir Datar.
Menurutnya, Kampung Pasir Datar sudah terkenal sebagai sentra perajin colok gembrung sejak zaman Kolonial Belanda.
Kampung Pasir Datar dulu memang lebih dikenal sebagai Pasar Munding tetapi setelah munding atau kerbau makin langka di zaman modern ini, Pasar Munding di Pasar Datar tersebut pun bubar dan berganti jadi tempat pemakaman umum warga keturunan (warga menyebutnya Bong Cina).
Meski Pasar Munding sudah bubar, tapi Kampung Pasir Datar sampai saat ini, sampai era milenial ini masih jadi sentra produksi Colok Gembrung.
“Kakek, nenek, dan orang tua suami saya dulunya juga perajin Colok Gembrung. Sekarang suami saya meneruskan usaha Colok Gembrung ini,” katanya.
Kulit sapi yang menjadi bahan baku Colok Gembrung kata Tita sudah ada yang memasoknya setiap hari, yakni dari Kampung Cogrek.
“Kami tinggal mengolahnya, dan mengirisnya kecil-kecil. Untuk tusuknya berupa lidi kelapa (nyere) juga sudah ada memasok,” ujar Tita.