Kampung Adat Kuta  

Era Digital di Kampung Adat Kuta yang Masih Sulit Sinyal (2)

Seperti halnya kampung-kampung adat yang ada di Jawa Barat. Kampung Kuta juga  berada di pelosok, jauh dari hingar bingar keramaian.

Penulis: Redaksi | Editor: Dwi Yansetyo Nugroho
Tribun Priangan
Era Digital di Kampung Adat Kuta yang Masih Sulit Sinyal 

TRIBUNPRIANGAN.COM,CIAMIS- Seperti halnya kampung-kampung adat yang ada di Jawa Barat, Kampung Kuta juga  berada di pelosok, jauh dari hingar bingar keramaian.

Suasana alami di kelilingi hutan rimbunan pohon-pohon.

Kampung adat Kuta yang terletak di Desa Karangpaningal Kecamatan Tambaksari Ciamis tersebut berjarak sekitar 45 km dari ibu kota Ciamis.

Tidak ada angkutan umum yang langsung menuju kampung yang berada di bawah lembah tak jauh dari sisi Sungai Cijolang (anak Sungai Citanduy) tersebut.

Angkutan pedesaan hanya sampai Pasar Tambaksari dari Terminal Rancah.

Kemudian perjalanan dilanjutkan dengan ojek menuju Kampung Kuta.

Baca juga: Era Digital di Kampung Adat Kuta yang Masih Sulit Sinyal (1)

 Warga Kampung Kuta yang hendak ke Pasar Rancah, angkutan yang menjadi andalan adalah mobil bak terbukanya Mang Dartim. Setiap pagi, Mang Dartim mengantarkan warga Kampung Kuta yang hendak ke Pasar Rancah.

Dan siang harinya, sekitar pukul 12.00, Mang Dartim pulang kembali ke Kampung Kuta mengantarkan warga yang habis berbelanja.

Keseharian warga Kampung Adat Kuta adalah gambaran kesederhanaan  dan kesetiaan pada aturan adat warisan leluhur.

Siapapun yang tinggal di Kampung Kuta wajib patuh pada tatanan adat.

Meski pun yang bersangkutan bukan asli Kampung Kuta, tapi tinggal di Kampung Kuta.

Mungkin karena yang bersangkutan punya istri warga asli Kampung Kuta.

“Bagi warga yang tinggal di Kampung Kuta, tentu harus patuh pada aturan adat warisan leluhur,” ujar Kepala Dusun Kampung Kuta, Didi Sardi kepada Tribun Senin (17/10).

Kini Kampung Kuta dihuni oleh 117 KK (259 jiwa)  dengan tempat tinggal sebanyak 111 rumah yang tersebar di 4 RT (satu RW).

Baca juga: Direktur Pemberitaan Tribun Network: TribunPriangan.com Layani Wilayah Eks-Karesidenan Priangan

Sesuai dengan aturan adat, rumah yang ada di Kampung Kuta haruslah berupa rumah panggung, bukan rumah permanen (tembok). Atapnya rumbia atau injuk dengan material bangunan dari bambu dan kayu. Bentuk rumah persegi dengan kontruksi sederhana tanpa lekukan.

Di Kampung Kuta tidak ada makam, sehingga kalau ada warga Kampung Kuta yang meninggal dikuburkannya di pemakaman umum di luar Kampung Kuta yakni di Dusun Cibodas Desa Karangkapingal.

Di Kampung Kuta juga tidak ada sekolah formal, termasuk SD sekalipun. Sehingga anak warga Kampung Kuta harus bersekolah di luar Kampung Kuta.

Baca juga: TribunPriangan.com, Portal ke-66 Tribun Network Besok Diluncurkan, Angkat Isu Lokal di 11 Daerah

Dalam kesehariannya, warga Kampung Adat Kuta dilarang memakai pakaian yang serba hitam.

Terlebih ketika masuk hutan keramat, Leuweung Gede, banyak aturan yang mengikat.

Saat masuk hutan keramat tersebut tidak boleh pakaian seragam PNS atau baju pejabat, tidak boleh pakai sandal atau sepatu.

Tidak boleh pakai alas kaki tapi  harus nyeker. Tidak boleh membawa perhiasan dan tas. T

idak boleh membawa berbagai peralatan seperti pacul, golok, linggis, gergaji, chain saw, pisau, senapan dan peralatan tajam lainnya.

Ketika masuk hutan larangan tersebut dilarang mematahkan ranting apalagi sampai  menebang pohon.

Tidak boleh membawa sesuatu, apalah itu ranting atau daun apapun keluar hutan Leuweung Gede. T

idak boleh meludah, harus menjaga kebersihan dan dilarang mengganggu hewan maupun tanaman yang ada di dalam hutan Leuweung Gede.

Baca juga: Ini Tarif Masuk Objek Wisata di Pangandaran, Dinas Pariwisata Ujicoba Non Tunai

Atas izin kuncen, kamera dan HP bisa dibawa ke dalam hutan keramat tersebut.

Dengan aturan adat tersebut, warga Kampung Kuta telah berhasil melestarikan  hutan Leuweung Gede dan menjaga sumber mata air yang tidak pernah kering  di dalam hutan seluas 42 hektare tersebut.

Luas hutan Leuweung Gede, hampir separuh dari luas Kampung Kuta.

Atas keberhasilan warga adat Kampung Kuta yang telah menjaga kelestarian hutan Leuweung Gede tersebut, pemerintahan RI telah memberikan anugerah Kalpataru bagi masyarakat adat Kampung Kuta tahun 2002.

dua puluh tahun lalu. Anugerah Kalpataru tersebut diserahkan langsung oleh Presiden RI (saat itu) Ibu Megawati kepada Ketua Adat Kampung Kuta (waktu itu), Karman.

Dinamika keseharian warga Kampung Kuta dilandasi aturan adat kearifan lokal. Dengan memegang budaya pantang larang (pamali)  keseimbangan alam di Kampung Kuta terjaga begitu juga dengan tatanan hidup warganya.

Penghormatan warga terhadap hutan membuat kawasan Leuweung Gede kelestariannya tetap terjaga sampai saat ini.

Puncak dari tradisi adat di Kampung Kuta, adalah Ritual Nyuguh. Ritual Nyuguh merupakan ungkapan rasa syukur atas kenikmatan dan kelancaran yang sudah dinikmari warga Kampung Kuta.

Termasuk keberhasilan bercocok tanam.

Baca juga: TribunPriangan.com Akan Launching, Pemred Tribun Jabar: Semoga Jadi Mata Lokal Menjangkau Indonesia

Ritual Nyuguh digelar setiap tanggal 25 Shafar tiap tahun atau pekan terakhir menjelang masuknya bulan Maulud.

Tahun 2022 ini, tradisi Nyuguh di Kampung Kuta digelar hari Kamis (22/9) lalu, dihadiri langsung oleh Wabup Ciamis Yana D Putra dan Dandim 0613/Ciamis Letkol Inf Wahyu Alifian Arisandi dan sejumlah pejabat lainnya.

Pada ritual Nyuguh tersebut ditampilkan keseniah gondang buhun (lisung), gembyung, ibing serta arak-arakan dongdang yang berisikan berbagai macam makanan.

Seperti ketupat, sayur-mayur, lauk pauk, hingga makanan khas tradisi.

Juga tak lupa berbagai jenis hasil tani baik itu berupa jagung, gabah, sayur mayur hingga buah-buahan. Acara Nyuguh  ditutup dengan makan bersama.

Tradisi Nyuguh di Kampung Kuta tersebut sarat dengan makna yang tersirat. T

radisi Nyuguh tersebut merupakan puncak silaturahmi warga Kampung Kuta. Baik itu warga yang tinggal di Kampung Kuta, maupun warga Kuta yang tinggal di rantau.

Menurut Kadus Kampung Kuta, Didi Sardi tidak banyak yang berubah dari tradisi Kampung Adat Kuta ditengah kemajuan era digital. Aturan adat tetap terjaga.

Baca juga: TribunPriangan.com, Portal ke-66 Tribun Network Besok Diluncurkan, Angkat Isu Lokal di 11 Daerah

Dengan adanya HP dengan fasilitas SMS maupun WA, kegiatan adat Kampung Kuta bisa diberitahukan lebih luas.

“Tradisi adat masih tetap terjaga. Tak banyak yang berubah, termasuk keseharian warga ” ujar Kadus Didi Sardi.

Kondisi yang saat ini serbuan era digital di Kampung Kuta masih terkendala sinyal yang lup lap (blank spot).

Meski sekitar 80 persen warga Kampung Kuta memiliki HP namun mereka tidak bisa leluasa menjelajahi dunia maya (layanan internet) karena tidak tersedianya sinyal yang menunjang.

Mereka harus berjuang dulu ke tempat yang tinggi untuk mendapatkan sinyal

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved