Seni Ronggeng Pangandaran, Berjuang Melawan Zaman
Secara kebahasaan, Ronggeng berasal dari kata renggana yang berarti perempuan pujaan dalam bahasa Sansekerta
Kepopuleran ini disebabkan karena penonton dapat ikut menari bersama ronggeng dan memberi saweran. Pementasannya pun dapat dicermati lebih meriah karena diiringi dengan gamelan kliningan dan berbagai tembang yang lebih modern.
Ronggeng Amen biasanya terdiri dari lima hingga tujuh ronggeng, dan belasan pemain musil. Penari Ronggeng Amen juga tidak berperan ganda sebagai pesinden.
Dalam hal gerakan, Ronggeng Amen juga tampak lebih bebas berekspresi dan inklusif kepada penonton. Para penonton berikutnya bisa ikut serta dalam tarian jika dikalungi sampur (selendang) dari ronggeng, dan bebas bergerak menari tanpa patokan gerakan.
Mengingat Ronggeng Gunung dan Ronggeng Amen merupakan kebudayaan khas Pangandaran. Pemerintah setempat berupaya untuk melakukan pembinaan terhadap berbagai kelompok seni Ronggeng agar lebih diterima di masa kini.
Di masa pagebluk, Kang Heri dari Balai Pelestarian Cagar Budaya [BPCB] berujar bahwa kegiatan Ronggeng terhenti sementara. Pementasan Ronggeng yang biasanya dipentaskan dalam bentuk wisata kebudayaan di Pondok Seni Kebudayaan dan Pariwisata Pangandaran, kini hanya mengisi beberapa acara seperti pernikahan dan khitanan.
"Kalau tidak pandemi, kegiatannya dilaksanakan di gedung kesenian (merujuk pada Pondok Seni), di jalan Pantai Barat. Biasa diadakan setiap malam minggu dan ramai pengunjung--baik dari dalam maupun luar [Pangandaran]." ujar Heri.
"Tapi bukan berarti mereka mati saat pandemi. Komunitas mereka banyak dan enggak selalu di gedung kesenian [untuk latihan], seperti di Sukaresik dan Babakan."(*)