Kisah Valentina, Siswi SMK di Sumedang yang Tak Malu Jualan Moci Setiap Hari

Di tengah anak-anak seusianya menghabiskan waktu dengan bermain bahkan pacaran, Valentina memilih mencari pendapatan untuk membantu orang tuanya.

Penulis: Kiki Andriana | Editor: Dedy Herdiana
Tribunjabar.id/Kiki Andriana
Valentina Rosa Panjaitan (18) saat diwawancara di depan kantor UPT Pengendalian Penduduk  Kecamatan Jatinangor, Selasa (30/10/2025) sore. 

Laporan Kontributor TribunJabar.id Sumedang, Kiki Andriana

TRIBUNPRIANGAN.COM, SUMEDANG - Langkah Valentina Rosa Panjaitan (18) pelan, tapi pasti.

Sambil menenteng tas kanvas dengan dalaman berupa keranjang isi moci, dia mengetuk pintu-pintu di area Kantor Kecamatan Jatinangor.

Dia menjajakan moci itu. 

Hari itu, Selasa (30/9/2025) sore, Dia sedang istirahat dari tugasnya melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di kantor tersebut.

Waktu itu dia manfaatkan untuk menemui para pegawai kantor berseragam PNS. Barangkali mereka mau beli moci. 

Hasil tak mengkhianati usaha. Ada saja orang yang membeli mocinya.

Kudapan cukup besar itu harganya Rp2.500. Dari situ, Valentina dapat keuntungan Rp500.

Baca juga: Setwan Sumedang Raih Penghargaan JDIH Kategori Peningkatan Kinerja Tingkat Jabar 2025

Uang keuntungan itu dia tabung, atau dia pakai untuk menambal keperluan jajan dan ongkos sekolah.

Ayah dan ibunya hanya sebatas orang-orang sederhana. Uangnya keuntungan itu, kadang-kadang juga diberikan kepada kedua adiknya sebagai penambah jajan. 

"Kalau bukan sedang PKL, setiap hari juga bawa moci jualan di sekolah," ujar siswi SMK Sukasari itu.

Moci yang dijualnya adalah buatan tetangganya sendiri.

Sehari, minimal 15 bungkus moci bisa terjual.

Jika habis, Valentina akan setor uang setelah mengambil keuntungan yang menjadi haknya. 

"Sekarang saya kelas 3, jualan dimulai dari kelas 1 (SMK)," katanya. 

Kebiasaan berjualan ini, didapat Valentina dari ibunya yang juga berdagang keliling di sekitar rumah kontrakannya di Kampung asir Kuya, Desa Cipacing, Kecamatan Jatinangor. 

Sementara ayahnya, masih sebagai pekerja serabutan.

Dengan pekerjaan keduanya itu, kadang-kadang Valentina mendapat bekal sekolah, kadang tidak. 

"Kadang ngasih bekal jajan, kadang tidak. Kalau untuk pergi ke sekolah, saya biasa nebeng ke teman. Kalau biasa sekolah, gratis ditanggung dana Program Indonesia Pintar (PIP) ," ucapnya. 

Namun, niatnya berjualan agar bisa sedikit menyisihkan uang untuk menggapai cita-citanya menjadi dokter, Valentina tidak ternyata tidak bisa menabung.

Uang keuntungan yang berkisar Rp7500 per hari habis saja digunakan sehari-hari. 

"Enggak punya tabungan, kepake terus. Saya tiga bersaudara, saya punya adik dua," katanya.

Di tengah anak-anak seusianya menghabiskan waktu dengan bermain bahkan pacaran, ia memilih tidak melakukan itu. Dia memilih mencari pendapatan untuk membantu orang tuanya. 

"Enggak pacaran, mau fokus dulu sekolah," kata siswi jurusan akuntansi itu. 

Namun, kenyataan hidup pernah membuatnya sedih.

Uang hasil penjualan moci yang harusnya diserahkan kepada pemilik moci, yaitu tetangganya sendiri, hilang. 

"Pernah hasil jualan hilang, harus ganti rugi," katanya. 

 

 

Sumber: Tribun Priangan
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved