Semarak Asia Africa Festival 2025: Ibu dan Keluarganya Rela Tak Beranjak Sejak Pagi Meski Panas
Asia Africa Festival merupakan ajang tahunan dalam memperingati Konferensi Asia-Afrika, 19 April 1955
Penulis: Nappisah | Editor: Dedy Herdiana
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah
TRIBUNPRIANGAN.COM, BANDUNG - Gagap gempita di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung kembali berdenyut. Kawasan jantung Kota Kembang ini sejak pagi, dipenuhi warga yang menantikan arak-arakan Asia Africa Festival (AAF) 2025 yang digelar Sabtu (18/10/2025).
Semarak parade ini mulanya dijadwalkan dihelat pada awal September 2025. Setelah sebelumnya gejolak sosial sempat memanas di akhir bulan Agustus 2025.
Asia Africa Festival merupakan ajang tahunan dalam memperingati Konferensi Asia-Afrika, 19 April 1955. Kala itu, Kota Bandung menjadi sorotan, didapuk menjadi tuan rumah konferensi bertaraf Internasional.
Konferensi ini juga bertujuan memperkuat perdamaian dunia, memajukan hubungan ekonomi dan kebudayaan.
Memperingati momentum tersebut, event yang dinantikan masyarakat ialah arak-arakan karnaval yang menampilkan kesenian dan budaya lintas negara.
Baca juga: Hadiri Puncak Peringatan HUT Ke-24 Kota Tasikmalaya, KDM Minta Pemkot Bisa Manfaatkan Potensi Daerah
Wiwin (44) bersama keluarganya yang datang berjumlah tujuh orang ini datang sejak pukul 06.30 WIB.
Acara memang dijadwalkan pukul 07.45 WIB. Sekira pukul 09.30 WIB acara arak-arakan yang dinantikan Wiwim dan penonton lainnya dimulai.
Parade dimulai dari depan Gedung Keuangan Negara menuju Jalan Cikapundung Timur.
Acara dimulai dengan penampilan kesenian tari lintas budaya, dan arak-arakan dibuka oleh Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) yang berasal dari SMA Terpadu Krida Nusantara.
Penonton yang memadati trotoar dan tribun pun akhirnya bersorak.
Di barisan depan, kelompok pembawa bendera Asia dan Afrika berjalan gagah, diikuti parade tari daerah, hingga musik perkusi. Peserta tampil dengan busana etnik, aksesori megah.
Meski matahari kian meninggi, peluh diwajah ibu tiga orang anak ini pun tampak berkilau. Wiwin enggan beranjak dari tempatnya, menurutnya posisi persis di depan pagar pembatas itu strategis untuk menonton arak-arakan.
"Kalau mundur takut ditempati oleh orang lain," kata dia, saat berbincang dengan Tribun Jabar.
Warga asal Cibiru, Kota Bandung ini datang untuk menyaksikan parade budaya. Gawai di tangannya telah siap mengabadikan moment.
"Saya sampai hapus aplikasi, agar penyimpanan (di handphone) cukup buat rekam, buat update di WhatsApp," ujar Wiwin.
Berbeda dengannya, Ahmad Sofandi (50) datang untuk menyaksikan sang putri bungsunya tampil menari bersama komunitas kesenian.
"Iya ini ke depan, buat ngerekam si bungsu," ujarnya.
Ahmad menunjuk putrinya yang mengenakan kebaya berwarna kuning, lengkap dengan make up yang menghiasi wajahnya.
Warga asal Cimahi ini menyebut, usia sang anak tepat sembilan tahun di akhir tahun ini.
"Dia senang, tampil di depan banyak orang. Saya sampai minta yang kerja sama saya buat fotoin," kata dia.
Kendati demikian, Ahmad tak menampik aktraksi kebudayaan Sunda selalu memukau.
"Saya ini asli Sumedang, tadi lihat pertunjukkan kuda renggong itu memukau. Ya, bangga," imbuhnya.
Arak-arakan budaya ini memang dimeriahkan oleh dinas kebudayaan di sejumlah daerah di Jawa Barat.
Sumedang yang turut unjuk gigi ini menampilkan aktraksi kuda renggong.
Salah satu momentum yang disoroti penonton, tak kala seekor kuda yang sedang dikendalikan oleh seorang pawang tampak berdiri dengan kaki depannya terangkat tinggi, sementara sang pawang menahan tubuhnya dengan sigap agar tetap seimbang.
Hiasan beraneka motif etnik dengan dominasi merah, hijau, dan emas memperindah tampilan sang kuda.
Aksi tersebut sontak membuat penonton terpukau, sebagian mengabadikan momen dengan kamera ponsel, sementara para tamu kehormatan duduk di tribun bertepuk tangan.
Tak hanya kebudayaan daerah yang unjuk gigi, kesenian dari Asia hingga Afrika turut memeriahkan suasana.
Diantara suguhan budaya itu, kolaborasi kebudayaan turut dipersembahkan. Salah satunya, Sanggar Putri Ayu Jepang dan Indonesia. Diantara mereka juga membawa bendera Negeri Matahari Terbit.
Anak-anak didampingi orang dewasa ini tampak kompak mengenakan kebaya dan kimono dan menari diiringi kendang dan gamelan.
Mereka tampil anggun di depan hadapan delegasi, tubuhnya bergerak luwes mengikuti irama, hingga lirikan matanya yang penuh ekspresi.
Menurut Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Rizki Handayani Mustafa, helatan ini bukan sekadar peringatan sejarah, melainkan perayaan semangat persaudaraan yang lahir dari Konferensi Asia Afrika (KAA).
Festival tahun ini, lanjut dia, mengusung tema “New Generation of Asia Africa Series”, yang menggambarkan semangat muda dan kolaboratif dalam menghadapi tantangan zaman.
Rizki mengatakan, konsep baru tersebut mendorong partisipasi generasi muda untuk menjadi bagian dari diplomasi budaya dan membangun kesadaran terhadap isu lingkungan, inovasi, serta keberlanjutan.
Selain unsur budaya, Rizki juga menyoroti inovasi penyelenggaraan yang semakin ramah lingkungan.
Ia menilai, Bandung telah menjadi contoh bagaimana kolaborasi lintas sektor dapat menghidupkan ekonomi kreatif lokal.
“Kalau datang ke Bandung, pasti beli makanan, oleh-oleh, dan menikmati suasana kotanya. Ini menandakan pergerakan ekonomi yang sehat dan berkelanjutan. Bandung adalah pusat inovasi kuliner dan kreativitas,” ujarnya.
Hingga triwulan III tahun 2025, jumlah kunjungan wisatawan ke Kota Bandung tercatat mencapai sekitar 6,5 juta orang, menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan capaian pada semester I yang berada di angka sekitar 3,53 juta kunjungan dan di triwulan II 3,5 juta orang.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, menyebut, rangkaian kegiatan AAF 2025 digelar sejak awal Oktober, dimulai dari pertunjukan di kawasan Cibiru, Ujungberung, hingga Mayang Sunda.
Puncaknya berlangsung di Jalan Asia Afrika, tepat di depan Gedung Merdeka tempat bersejarah di mana para pemimpin Asia dan Afrika dulu meneguhkan solidaritas antarbangsa pada 1955.
Selain parade kebudayaan, festival juga menghadirkan pertunjukan musik, tari kolaborasi antarnegara, hingga pameran UMKM kreatif.
Salah satu atraksi yang menarik perhatiannya adalah pencak silat yang menjadi simbol kekuatan budaya Nusantara di mata dunia.
“Tadi saya lihat semua penampilan luar biasa, tapi yang paling berkesan bagi saya adalah pencak silat. Itu menunjukkan karakter dan jiwa Indonesia,” kata Erwin.
AAF 2025 juga dihadiri delegasi Malaysia, Rwanda, Arab Saudi, Guinea, Bangladesh, Seychelles, Egypt, Bahrain, Thailand, Libya, Algeria Srilanka, Jordan hingga India.
"Saya sangat begitu senang dan bahagia, Asia Afrika 2025 ini disambut dengan riang gembira, semangat, semua delegasi hadir, ada 16 delegasi yang hadir."
Para kepala daerah pun tak ketinggalan menyaksikan festival budaya tersebut.
Menurut Erwin, kepala daerah Kabupaten Bandung Baray, Sukabumi, Sumedang hingga Cianjur turut hadir.
"Saya sangat berterima kasih kepada wali kota, bupati, kabupaten yang hadir di sini semua, juga dari kementerian yang telah mensupport kita," imbuhnya.
Erwin berharap, melalui festival ini menjadi kolaborasi baru di bidang ekonomi kreatif, hingga kuliner. Selain itu, tumbuh jejaring di level Internasional. (*)
| Momen HUT Ke 24 Kota Tasik, Seorang Warga Berikan Kue Bertulisan Bapak Aing Khusus Buat Dedi Mulyadi |
|
|---|
| Daftar 6 Acara Puncak HUT Ke-24 Kota Tasik, Hari Ini Jumat 17 Oktober 2025: Ada Nganjang Ka Warga |
|
|---|
| Prediksi Skor PSBS Biak vs Persib Jumat Malam Versi Bobotoh Geulis Asal Kota Bandung |
|
|---|
| 7 Acara yang Bakal Digelar Jelang Puncak Peringatan Hari Jadi ke-24 Kota Tasik |
|
|---|
| Kasus Monyet Serang Warga di Ciamis, BKSDA: Satwa Liar Tak Layak Dipelihara |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/priangan/foto/bank/originals/Kemeriahan-Asia-Africa-Festival-2025-18102025-1.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.