Features
Gunakan Insinerator Cara Warga Kampung Benteng Atasi Persoalan Sampah di Kota Tasikmalaya
Fajar dan Ketua RW 07 menggagas pengelolaan sampah berbasis swadaya masyarakat di Kelurahan Sukamenak
Penulis: Jaenal Abidin | Editor: Machmud Mubarok
Laporan wartawan TribunPriangan.com, Jaenal Abidin
TRIBUNPRIANGAN.COM, KOTA TASIKMALAYA - Banyak cara yang dilakukan warga untuk mengatasi persoalan sampah. Salah satunya yang dilakukan warga Kampung Benteng, RW 07, Kelurahan Sukamenak, Kecamatan Purbaratu, Kota Tasikmalaya.
Kegiatan yang dilakukan yakni dengan memilih jalur mandiri membuat sistem pengelolaan sampah berbasis swadaya masyarakat.
Bahkan kegiatan ini sudah dilakukan sejak empat bulan terakhir. Mereka tak lagi menyumbang sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Ciangir di wilayah Kecamatan Tamansari.
Langkah ini dipelopori Fajar bersama Ketua RW 07, Riska Suswanto. Keduanya menggagas pengelolaan sampah berbasis swadaya masyarakat.
Sistemnya sederhana, setiap dua minggu sekali ada petugas kampung yang mengambil sampah dari rumah warga.
Sampah yang terkumpul tidak langsung dibuang, melainkan diproses melalui pembakaran menggunakan insinerator sederhana. Prosesnya dijadwalkan dua kali seminggu, setiap Senin dan Jumat.
Dalam seminggu ada sekitar 3 sampai 4 ton sampah berhasil dikurangi dari wilayahnya.
Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya mengurangi sumbangsih volume sampah yang dikirimkan ke TPA Ciangir.
Baca juga: Ciamis Jadi Percontohan Pengelolaan Sampah dengan Sanitary Landfill
Baca juga: Soal Penanganan Sampah, Pengelola Pasar Cikurubuk Tasikmalaya Minta DLH Sediakan Mesin Pembakaran
Jika metode ini bisa ditularkan ke kampung lain, beban 320 ton sampah harian Kota Tasikmalaya bisa sedikit demi sedikit mampu berkurang.
“Awalnya hanya untuk rumah saya saja. Tapi kemudian DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) ikut menanyakan bagaimana kalau diterapkan untuk satu kampung. Gayung bersambut, alhamdulillah warga setuju,” ucap Fajar ketika dikonfirmasi wartawan TribunPriangan.com, Rabu (27/8/2025).
Fajar menjelaskan, untuk proses pengambilan sampah dari rumah warga dilakukan setiap hari menggunakan gerobak.
“Sekali narik sampah, dalam empat hari bisa terkumpul sekitar 1,2 ton. Jadi kalau seminggu, hampir 3 sampai 4 ton sampah yang dihasilkan warga di sini,” ungkap Fajar.
Ia mengaku, terkait operasional pengelolaan masih murni swadaya dengan iuran warga secara sukarela.
Hal ini dilakukan agar tidak memberatkan warga tapi yang terpenting ada kemauan untuk bisa memberikan manfaat.
"Sukarela iuran juga, ada yang menyumbang Rp 5 ribu bahkan Rp 2 ribu, tapi semua dikumpulkan oleh petugas pengangkut sampah yang berasal dari warga sekitar," ucapnya.
Namun, Fajar menyadari keberlangsungan perlu dipikirkan lebih matang, terutama untuk operator pengelola sampah agar bisa hidup dari pekerjaan ini.
“Saya pikirkan jangka panjangnya. Bagaimana pengelola atau operator ini bisa tetap bertahan hidup. Selama ini mereka hanya mengandalkan hasil udunan warga,” tambahnya.
Dia berharap sistem ini bisa menular ke kelurahan lain di Kota Tasikmalaya, karena pengerjaan mudah dan bisa mengurangi volume sampah ke TPA Ciangir.
Fajar dan tim warga memastikan proses pembakaran dilakukan terjadwal dan terkendali.
"Biasanya kalau asap tebal berarti ada sampah yang basah, makanya kami mau menambah cerobong asap supaya kepulannya lebih terkontrol," tuturnya.
Diketahui insinerator yang dipakai warga Kampung Benteng merupakan alat pembakaran sampah sederhana. Metode ini relatif murah, bisa dibuat secara mandiri, dan cocok untuk skala komunitas.
Keunggulannya, sampah bisa langsung ditangani di sumbernya tanpa perlu diangkut jauh ke TPA. Namun, penggunaan insinerator juga perlu pengawasan agar asap pembakaran tidak menimbulkan polusi udara. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.