Features
Gunakan Insinerator Cara Warga Kampung Benteng Atasi Persoalan Sampah di Kota Tasikmalaya
Fajar dan Ketua RW 07 menggagas pengelolaan sampah berbasis swadaya masyarakat di Kelurahan Sukamenak
Penulis: Jaenal Abidin | Editor: Machmud Mubarok
"Sukarela iuran juga, ada yang menyumbang Rp 5 ribu bahkan Rp 2 ribu, tapi semua dikumpulkan oleh petugas pengangkut sampah yang berasal dari warga sekitar," ucapnya.
Namun, Fajar menyadari keberlangsungan perlu dipikirkan lebih matang, terutama untuk operator pengelola sampah agar bisa hidup dari pekerjaan ini.
“Saya pikirkan jangka panjangnya. Bagaimana pengelola atau operator ini bisa tetap bertahan hidup. Selama ini mereka hanya mengandalkan hasil udunan warga,” tambahnya.
Dia berharap sistem ini bisa menular ke kelurahan lain di Kota Tasikmalaya, karena pengerjaan mudah dan bisa mengurangi volume sampah ke TPA Ciangir.
Fajar dan tim warga memastikan proses pembakaran dilakukan terjadwal dan terkendali.
"Biasanya kalau asap tebal berarti ada sampah yang basah, makanya kami mau menambah cerobong asap supaya kepulannya lebih terkontrol," tuturnya.
Diketahui insinerator yang dipakai warga Kampung Benteng merupakan alat pembakaran sampah sederhana. Metode ini relatif murah, bisa dibuat secara mandiri, dan cocok untuk skala komunitas.
Keunggulannya, sampah bisa langsung ditangani di sumbernya tanpa perlu diangkut jauh ke TPA. Namun, penggunaan insinerator juga perlu pengawasan agar asap pembakaran tidak menimbulkan polusi udara. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.