Pada hari Tasyrik, umat Islam dilarang berpuasa sebab dianjurkan untuk menikmati hidangan daging kurban dan memperbanyak ibadah lainnya. Hal ini tertuang dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
عَنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَزَادَ فِي رواية وَذِكْرٍ لِلَّهِ
Artinya: Dari Nubaisyah Al-Hudzali, ia berkata, Rasulullah saw bersabda, “Hari Tasyrik adalah hari makan, minum (pada riwayat lain), dan hari zikir” (HR Muslim).
Keharaman puasa di hari Tasyrik juga dijelaskan oleh Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya Fathul Mu’in:
تتمة: يحرم الصوم في أيام التشريق والعيدين
Artinya: "Pelengkap: puasa pada hari tasyrik dan dua hari raya id adalah haram."
Baca juga: Perbanyak Dzikir di Hari Tasyrik Guna Datangkan Rezeki Terbaik Serta Memperkuat Iman
Selain dilarang puasa, umat Islam dianjurkan untuk melaksanakan sejumlah amalan ibadah. Amalan tersebut diantaranya menyembelih hewan kurban bagi yang mampu, memperbanyak takbir, memperbanyak doa dan dzikir.
Dengan demikian, puasa pada hari-hari ini tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan semangat syukur dan perayaan yang dianjurkan.
Hari Tasyrik ditetapkan sebagai hari untuk berbagi daging kurban, mempererat hubungan sosial, serta menikmati rezeki yang Allah limpahkan.
Lalu, bagaimana sebenarnya asal-usul dan sejarah Hari Tasyrik dalam tradisi Islam?
Penanggalan ini bersifat tetap setiap tahunnya. Pada tahun 2025, Hari Tasyrik jatuh pada tanggal 7, 8, dan 9 Juni dalam kalender Masehi.
Baca juga: Menyembelih Hewan Qurban Setelah Hari Raya Idul Adha/ Tasyrik, Bolehkah? Begini Penjelasan Hukumnya
Hari Tasyrik dilaksanakan selama tiga hari berturut-turut setelah Hari Raya Idul Adha, yaitu pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah dalam penanggalan Hijriyah.
Ketiga hari ini merupakan bagian dari rangkaian ibadah Idul Adha yang memiliki makna spiritual mendalam bagi umat Islam.
Secara etimologis, kata Tasyrik berasal dari bahasa Arab syarraqa, yang berarti “terbitnya matahari” atau “menjemur sesuatu”.
Kata ini juga memiliki kaitan dengan arah timur, yakni tempat matahari terbit. Terkait penamaan Hari Tasyrik, terdapat dua pendapat utama yang berkembang di kalangan ulama mengenai asal-usulnya.