Ibu hamil atau wanita yang tengah menyusui, diperbolehkan meninggalkan puasa bila ia mengalami kepayahan dengan berpuasa atau mengkhawatirkan keselamatan anak/janin yang dikandungnya. Di kemudian hari, ia wajib mengganti puasa yang ditinggalkan, baik karena khawatir keselamatan dirinya atau anaknya.
Mengenai kewajiban fidyah bagi ibu hamil, jika ia khawatir keselamatan dirinya atau dirinya beserta anak/janinnya, maka tidak ada kewajiban fidyah. Jika hanya khawatir keselamatan anak/janinnya, maka wajib membayar fidyah.
Baca juga: Cara dan Siapa Saja yang Boleh Membayar Fidyah Puasa Ramadhan Tahun Lalu
4. Orang Meninggal Dunia
Dalam fiqih Syafi’i, orang yang meninggal dunia dan masih memiliki utang utang puasa dibagi menjadi dua:
1. Orang yang tidak wajib difidyahi. Yaitu orang yang meninggalkan puasa karena uzur dan ia tidak memiliki kesempatan untuk mengqadha, semisal sakitnya berlanjut sampai meninggal. Tidak ada kewajiban apa pun bagi ahli waris perihal puasa yang ditinggalkan mayit, baik berupa fidyah atau puasa.
2. Orang yang wajib difidyahi. Yaitu orang yang meninggalkan puasa tanpa uzur atau karena uzur namun ia menemukan waktu yang memungkinkan untuk mengqadha puasa. Menurut qaul jadid (pendapat baru Imam Syafi’i), wajib bagi ahli waris/wali mengeluarkan fidyah untuk mayit sebesar satu mud makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
Biaya pembayaran fidyah diambilkan dari harta peninggalan mayit. Menurut pendapat ini, puasa tidak boleh dilakukan dalam rangka memenuhi tanggungan mayit. Sedangkan menurut qaul qadim (pendapat lama Imam Syafi’i), wali/ahli waris boleh memilih di antara dua opsi, membayar fidyah atau berpuasa untuk mayit.
Baca juga: Bagaimana Cara Membayar Fidyah? Simak, Begini Syarat dan Ketentuannya
Qaul qadim dalam permasalahan ini lebih unggul daripada qaul jadid, bahkan lebih sering difatwakan ulama, sebab didukung oleh banyak ulama ahli tarjih.
Ketentuan di atas berlaku apabila tirkah (harta peninggalan mayit) mencukupi untuk membayar fidyah puasa mayit, bila tirkah tidak memenuhi atau mayit tidak meninggalkan harta sama sekali, maka tidak ada kewajiban apa pun bagi wali/ahli waris, baik berpuasa untuk mayit atau membayar fidyah, namun hukumnya sunnah (Syekh Nawawi al-Bantani, Qut al-Habib al-Gharib, hal. 221-222).
5. Orang yang Mengakhiri Qodha Ramadhan
Orang yang menunda-nunda qadha puasa Ramadhan—padahal ia memungkinkan untuk segera mengqadha—sampai datang Ramadhan berikutnya, maka ia berdosa dan wajib membayar fidyah satu mud makanan pokok untuk per hari puasa yang ditinggalkan. Fidyah ini diwajibkan sebagai ganjaran atas keterlambatan mengqadha puasa Ramadhan.
(*)
Baca artikel TribunPriangan.com lainnya di Google News