وَذَرُوا ظَاهِرَ الْإِثْمِ وَبَاطِنَهُ إِنَّ الَّذِينَ يَكْسِبُونَ الْإِثْمَ سَيُجْزَوْنَ بِمَا كَانُوا يَقْتَرِفُونَ
Artinya, "Dan tinggalkanlah segala dosa yang tampak maupun yang tidak tampak. Sesungguhnya orang-orang yang melakukan dosa akan dibalas sesuai dengan apa yang mereka kerjakan"
Baca juga: Teks Singkat Khutbah Jumat 31 Mei 2024: Bertemakan Mempersiapkan Ibadah Haji dengan Ilmu
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Menjauhi larangan diperintahkan secara total. Tanpa melakukan larangan sedikitpun. Berbeda dengan pelaksanaan perintah, yang dituntut semampunya.
Dalam riwayat hadits dari Sahabat Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:
مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ . رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ
Artinya, “Apa saja yang aku larang, maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan, maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyak bertanya dan menyelisihi perintah nabi-nabi mereka.”
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 31 Mei 2024: Muhasabah Diri Meraih Keselamatan Akhirat
Kitab Syarah Hadits Arba’in Nawawi memaparkan bahwa hadits tersebut menunjukkan adlomatu luthfillah. Besarnya keagungan Allah. Menjauhi larangan dituntut sempurna, karena melaksanakan larangan sekecil apapun berefek buruk bagi diri. Sementara melaksanakan perintah dituntut semampunya. Tanpa memaksakan diri di atas kemampuan. Beban taklif tidaklah di luar batas kemampuan hamba. Namun hamba Allah sepantasnya mampu menakar kemampuannya. Pantang berkata tidak mampu bila ternyata mampu mengerjakan. Tidak mudah meninggalkan bila sejatinya mampu melaksanakan
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 31 Mei 2024: Memupuk Kepedulian dalam Spirit Persaudaraan
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Dalam kajian fiqh, larangan diistilahkan dengan at-Tahrim/haram. Yang didefinisikan perkara yang bila ditinggalkan mendapat pahala dan bila dikerjakan mendapat dosa. Ada pula larangan yang tingkatkannya di bawah tahrim. Diistilahkan dengan al-karohah/makruh. Yang meninggalkannya mendapat pahala. Sementara tidak berkonsekuensi dosa saat mengerjakannya.
Dalam kajian tasawuf, melanggar larangan diistilahkan dengan al-ma'shiyah. Selain menjaga hati, terdapat 7 (tujuh) anggota tubuh yang perlu dijaga, agar tidak melakukan maksiat. Dalam Kitab Sullamut Taufiq, dikaji tentang hal-hal yang termasuk maksiat hati, maksiat perut, maksiat mata, maksiat mulut, maksiat telinga, maksiat tangan, maksiat farji, dan maksiat badan.
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 31 Mei 2024: Bertemakan Penerapan Etika Dalam Hidup Bertetangga
Terkait maksiat hati, Imam Al-Ghazali membahasnya dalam kitab Ihya' Ulumiddin. Dalam kajian tentang Al-Muhlikat wal Munjiyaat. Terkait Al-Muhlikat (hal-hal yang menghancurkan/akhlak madzmumah), hendaknya dijauhi (Takholli). Dan hendaknya menghiasi diri (tahalli) terkait al-Munjiat (hal-hal yang membuat selamat/akhlak mahmudah). Setelah takholli dan tahalli, seorang hamba akan merasakan keagungan Allah secara nyata (Tajalli).
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Kesediaan menjauhi larangan erat kaitannya dengan keimanan. Tanpa kemampuan menangkap hikmah sekalipun, seorang Mukmin dengan rela hati menjauhi larangan. Larangan bersumber dari syari'. Yaitu Allah dan Rasul. Dalam perkembangannya, larangan yang dikeluarkan oleh pemimpin demi kemaslahatan, wajib untuk dipatuhi. Selama tidak melanggar aturan Allah.
Larangan dalam Al-Qur'an ada yang menggunakan bentuk laa nahi, kalam khabariyah. Seperti penggunaan lafal harroma ataupun hurrimat.terdapat pula ayat yang menggunakan perintah tegas untuk menjauhi, Seperti penggunaan lafal fajtanibuuhu.
Baca juga: Naskah Singkat KHUTBAH JUMAT 31 Mei 2024, Selalu Istiqomah dalam Beribadah Meski Terbata-bata