Naskah Khutbah Jumat

Naskah Khutbah Jumat 1 Maret 2024: Mari Sambut Bulan Ramadhan dengan Ilmu!

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi salat berjemaah di masjid. Naskah Khutbah Jumat 1 Maret 2024: Mari Sambut Bulan Ramadhan dengan Ilmu

Tidak lama lagi, kita akan memasuki gerbang Ramadhan 1443 H. Petang ini, setelah terbenamnya matahari, jika hilal berhasil dilihat, maka besok, hari Sabtu kita mulai berpuasa. Sebaliknya, jika petang ini hilal tidak berhasil dilihat karena mendung, maka hitungan bulan Sya’ban digenapkan menjadi 30 hari, dan kita memulai puasa Ramadhan pada hari Ahad lusa.

Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 1 Maret 2024: Deretan Amalan Menyambut Bulan Ramadhan 1445 Hijriah

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Ibadah puasa memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh ibadah-ibadah yang lain. Di antaranya adalah seperti yang disabdakan oleh Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:  

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ اٰدَمَ يُضَاعَفُ، الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ، قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِلَّا الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي (رَوَاهُ مُسْلِمٌ) 

Artinya: “Setiap amal baik anak Adam dilipatgandakan pahalanya. Satu kebaikan balasannya adalah sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat. Allah ta’ala berfirman (dalam hadits qudsi): “Kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa itu milik-Ku dan Aku langsung yang akan membalasnya, orang yang berpuasa meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku” (HR Muslim)

Dalam hadits di atas disebutkan bahwa puasa adalah milik Allah. Kenapa puasa disebut secara khusus sebagai milik Allah? Padahal semua kebaikan dan seluruh ibadah pada hakikatnya adalah milik Allah. Imam an Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan bahwa yang dimaksud karena puasa adalah ibadah yang jauh dari niat riya’ (melakukan ketaatan bukan karena Allah, tapi karena ingin mendapatkan pujian dari sesama hamba).  

Ketika seseorang sedang berpuasa, tidak ada seorang pun yang mengetahuinya kecuali Allah dan diri orang yang berpuasa itu sendiri. Berbeda dengan ibadah-ibadah lain yang tampak dan bisa dilihat oleh banyak orang, ibadah puasa tidaklah tampak dan tidak dapat ditampakkan kepada orang lain kecuali dengan ucapan dari pelakunya bahwa ia sedang berpuasa. Tidak bisa dibedakan antara orang yang tidak makan karena diet dengan orang yang tidak makan karena berpuasa. Orang yang sedang berpuasa, sangat mudah baginya menyelinap ke dapur untuk makan dan minum, misalkan, lalu keluar dari dapur dan menampakkan diri seakan-akan ia masih berpuasa. Kenapa hal itu tidak ia lakukan?. Karena tujuannya bukan ingin mendapatkan pujian dari sesama hamba. Yang dia harapkan semata-mata hanyalah ridla Alah ta’ala. 

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Dikatakan dalam hadits yang khatib baca di atas bahwa Allah-lah langsung yang akan membalas ibadah puasa. Kenapa puasa dikhususkan sebagai ibadah yang dibalas langsung oleh Allah padahal hakikatnya Allah-lah yang membalas semua kebaikan? Jika kebaikan yang lain disebutkan pelipatgandaan pahalanya menjadi sepuluh hingga tujuh ratus, pahala puasa adalah pengecualian. Imam an Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan, hal itu dikarenakan begitu besarnya pahala puasa dan begitu agung keutamaannya. Hanya Allah yang tahu seberapa besar pelipatgandaan pahala bagi orang yang berpuasa. Dengan melakukan puasa, seseorang bisa jadi dibebaskan secara total dari siksa api neraka. Akan tetapi, meskipun ibadah puasa memiliki kekhususan tertentu, para ulama menegaskan bahwa perbuatan yang paling utama setelah iman adalah shalat lima waktu.

Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 23 Februari 2024: Mari Hidupkan Malam Nisfu Syaban

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Puasa Ramadhan diwajibkan pada bulan Sya’ban tahun kedua Hijriah. Mulai Nabi diwahyukan pertama kali hingga tahun kedua hijriah, umat Islam belum diwajibkan berpuasa. Itu artinya, selama kurang lebih 15 tahun terhitung mulai Nabi menerima wahyu yang pertama sampai tahun kedua hijriah, umat Islam belum diwajibkan berpuasa. Nabi berdakwah di Makkah selama kurang lebih 13 tahun. Setelah itu beliau diperintah berhijrah ke Madinah. Jadi pemberlakuan syariat Islam pada waktu itu berjalan secara bertahap dan tidak diberlakukan semuanya dalam satu waktu yang sama. Sebelum wafatnya, Rasulullah shallallau ‘alaihi wasallam berpuasa Ramadhan sebanyak sembilan kali Ramadhan.

 

Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Puasa Ramadhan termasuk ma’lûm minaddîn bidl-dlarûrah. Artinya, hukum wajibnya puasa Ramadhan diketahui oleh semua lapisan, baik ulama maupun orang-orang awam. Karenanya, orang yang mengingkari hukum wajibnya puasa Ramadhan, maka ia kafir, kecuali orang yang baru masuk Islam. Atau orang muslim, tapi ia tinggal di daerah pedalaman yang jauh dari para ulama. Sedangkan orang yang tidak berpuasa Ramadhan tanpa sabab syar’i (sebab yang dibenarkan oleh syariat), dan ia meyakini wajibnya puasa Ramadhan, maka ia tidak kafir, tapi termasuk pelaku dosa besar (fasiq). Ia diwajibkan mengqadha (mengganti) puasa yang ia tinggalkan.

Halaman
123