Laporan Wartawan TribunPriangan.com, Muhamad Nandri Prilatama
TRIBUNPRIANGAN.COM, BANDUNG - Masyarakat Indonesia di momen hari raya Idulfitri atau lebaran identik dengan tradisi mudik alias pulang ke kampung halamannya bertemu dengan orangtua atau sanak keluarganya.
Tradisi ini sudah kembali normal setelah sebelumnya banyak aturan pemberlakuan lantaran pandemi covid.
Saat ini, masa libur lebaran sudah hampir habis, terutama bagi pegawai karena sudah mulai bekeria pada Rabu (26/4/2023). Momen arus balik pun tak kalah tingginya seperti arus mudik.
Baca juga: Pohon Tumbang di Jamanis Tasikmalaya Sempat Akibatkan Kemacetan Arus Balik hingga 2 Jam
Ketua Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unpad, Heri Wibowo melihat tradisi mudik ini secara umum disebabkan adanya proses migrasi penduduk dari desa ke kota dengan tujuan meraih harapan hidup lebih baik.
"Mudik itu kan dilakukan oleh mereka yang sekarang berpisah rumah atau lokasi dengan orangtua atau tanah kelahirannya. Nah, aktivitas inilah yang membuktikan bahwa seseorang itu perlu melakukan migrasi untuk memenuhi kebutuhan atau hajat hidupnya," ujarnya, Rabu (26/4/2023).
Mudik, lanjutnya, bukan sekedar kembali ke kampung halaman bertemu dengan orangtua atau keluarga atau kerabat, melainkan lebih dari itu sebagai momentum bertemunya hati juga perasaan.
Baca juga: Empat Hari Setelah Lebaran, Pasar Manis Ciamis Masih Sepi Pengunjung
“Indonesia memiliki tradisi unik yang telah mendarah daging, yaitu mudik atau pulang kampung. Tradisi ini seakan telah begitu melekat, sehingga ‘apa pun’ rela dilakukan. Tradisi ini begitu diperjuangkan oleh sejumlah penduduk, meski teknologi sekarang telah memungkinkan antarindividu bahkan kelompok melakukan kontak virtual, namun tradisi mudik tidak dapat digantikan oleh pertemuan virtual apapun," ujarnya.
Heri menyebut jik tradisi mudik ini sebagai “madness of multiverse”, atau sebuah fakta sosial di mana seorang individu selalu mempunyai keinginan kembali ke tanah kelahirannya.
Selain itu, mudik menjadi cerminan bahwa setinggi apapun kesuksesan seseorang, dia tidak boleh lupa kepada tanah kelahiran dan keluarganya.
Baca juga: 5 Rekomendasi Tempat Wisata di Pangandaran yang Cocok untuk Habiskan Libur Lebaran 2023
"Mudik tidak harus identik dengan ritual minta maaf seperti layaknya momentum Idulfitri pada umumnya, tapi kehadiran secara fisik dinilai dapat meluruhkan serta menyatukan hati dan perasaan," katanya.
Tak heran, jika aktivitas mudik kerap menghasilkan nilai-nilai “dramatis”, seperti harus bermacet-macetan, berdesak-desakan di angkutan umum, menyiapkan perbekalan, hingga tidak jarang untuk membeli tiket dengan harga yang lebih mahal dibandingkan hari biasa.
Baca juga: VIRAL, AKBP Achiruddin Hasibuan Dicopot dari Jabatanya Usai Biarkan Sang Anak Aniaya Mahasiswa
Heri mendorong agar penyelenggara negara tetap memastikan agar aktivitas mudik dan arus balik terfasilitasi dengan baik.
“Ini kebinekaan yang indah. Fakta sosial kohesivitas komunitas yang perlu dijaga. Keluarga Indonesia, sebagai unit terkecil dari kekuatan bangsa, tentu adalah komponen penting bagi pembangunan,” ujarnya.(*)