Naskah Khutbah Jumat

Naskah Khutbah Jumat 16 Mei 2025/ 19 Zulkaidah 1446 H: Berhati-hatilah dalam Memilih Rujukan Agama

Naskah Khutbah Jumat 16 Mei 2025/ 19 Zulkaidah 1446 H: Berhati-hatilah dalam Memilih Rujukan Agama

Penulis: Lulu Aulia Lisaholith | Editor: ferri amiril
Kolase TribunPriangan.com
KHUTBAH JUMAT - Naskah Khutbah Jumat 16 Mei 2025/ 19 Zulkaidah 1446 H: Berhati-hatilah dalam Memilih Rujukan Agama. Ilustrasi Kitab Hadist 1 (Design Canva) 

لا تَحْمِلِ الْعِلْمَ مِنْ اَهْلِ الْبِدَعِ وَلا تَحْمِلْهُ عَمَّنْ لَا يُعْرَفُ بِالطَّلَبِ   

Artinya: “Janganlah kamu membawa ilmu dari orang yang ahli bidah, dan jangan pula membawa ilmu dari orang yang tidak dikenal kepada siapa dia mempelajarinya”.   

Maka, kenali dulu di pesantren atau institusi pendidikan mana dia belajar, seperti apa profil lembaga pendidikannya dan siapa gurunya. Perlu diidentifikasi dari tiga sisi, yaitu seperti apa corak pemikirannya, bagaimana amaliyahnya dan bagaimana pula bentuk gerakannya.   

Jangan hanya karena kenal melalui media sosial lantas kita proklamirkan sebagai orang yang ahli agama. Jangan karena petuahnya masuk akal lalu kita jadikan pedoman dalam memutuskan problematika hukum.   

Kita sadari kembali bahwa ilmu bisa diperoleh dengan proses pembelajaran, bukan bawaan dari lahir, bukan pula hadiah dari garis keturunan. Sehingga apa yang disampaikan melalui kajian yang mendalam dari beberapa referensi yang dapat dipertanggungjawabkan, bukan asal mengutip yang tidak dipahami makna yang sebenarnya.   

Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 16 Mei 2025/ 19 Zulkaidah 1446 H: Berlepas Diri dari Kehidupan Lalai dan Merugi

Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah   

Ciri berikutnya orang yang dapat dijadikan rujukan adalah mereka yang betul-betul ahli dalam ilmu agama. Mampu memahami Al-Qur’an dan hadits dengan baik, begitu juga perangkat-perangkat keilmuan lainnya yang menunjang pemahaman terhadap Al-Quran dan Sunnah. Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah pernah berpesan:  

 فَلا تَرْوُوْهُ اِلَّا عَمَّنْ تَحَقَّقَتْ أَهْلِيَّتُهُ   

Artinya: “Maka, jangan kamu meriwayatkan suatu ilmu kecuali dari orang yang benar-benar ahli dalam bidang tersebut”.   

Tidak boleh sembarang orang dijadikan rujukan untuk kasus-kasus krusial yang membutuhkan pemahaman yang mendalam. Tidak boleh setiap orang diberi panggung untuk memutuskan perkara yang sangat penting, terutama bagi umat Islam. Imam Nawawi dalam kitab Raudhatut Thalibin juga menegaskan:   

وَإِنْ كَانَ مِنْ دَقَائِقِ الْأَقْوَالِ وَالْأَفْعَالِ وَمِمَّا يَتَعَلَّقُ بِالِاجْتِهَادِ لَمْ يَكُنْ لِلْعَوَامِ الْاِبْتِدَاءُ بِإِنْكَارِهِ بَلْ ذَلِكَ لِلْعُلَمَاءِ   

Artinya: “Kalau merupakan perkataan dan tindakan yang detail dan hal-hal yang berhubungan dengan ijtihad, maka orang awam tidak boleh memulai dalam melakukan pengingkaran, melainkan aktivitas tersebut harus dilakukan oleh para ulama.”   

Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 16 Mei 2025/19 Zulkaidah 1446 H: Proporsi Ibadah Penembus Pintu Rahmat Allah

Tentu saja berkaitan dengan penjelasan yang khatib sebutkan, seseorang yang disebut sebagai ulama adalah yang dinilai telah mumpuni dalam keilmuannya oleh para ulama lainnya, bukan mereka yang dianggap ulama oleh netizen di media sosial secara sembarangan, bukan pula mereka yang mengatasnamakan dirinya sebagai ulama secara serampangan.   

Jamaah sekalian, dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat ke 36, Allah swt berfirman:   

وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا   

Halaman
123
Sumber: Tribun Priangan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved