Sekeluarga Jualan Bambu
Kisah Serumpun Keluarga dari Sumedang, Puluhan Tahun Jualan Bambu dengan Jalan Kaki Puluhan Kilo
Bismillahirrahmanirrahim, kalimat yang keluar dari lisan Rosadi (33), Ozo (45) kakaknya, dan Nana (73) ayahnya sebelum berangkat menjual bambu.
Penulis: Kiki Andriana | Editor: Gelar Aldi Sugiara
"Bambu dijual ke Rancaekek, dijual ke konsumen saja, belum ada yang pesan. Dijual ke daerah Rancaekek dan sekitarnya," kata Rosadi, membuka pembicaraan.
Rosadi adalah ayah dua anak, dia telah menjual bambu selama 17 tahun. Kakanya Ozo sudah 30 tahun berjualan bambu, ayahnya Nana lebih lama lagi, 50 tahun jualan bambu.
Bambu dibeli dari pemilik kebun bambu di kampung mereka. Dibersihkan ranting-rantingnya, lalu dirapikan untuk dijual.
Satu batang bambu dijual Rp25 ribu. Mereka memilih menjualnya langsung ke konsumen, sedangkan menjual ke toko material bangunan mereka berpikir ulang sebab harga jualnya akan sangat murah.
Bambu yang mereka jual biasanya diperuntukkan sebagai bambu perancah (steger, esteger) dalam dunia kontruksi. Bisa juga sebagai tiang antena TV, tiang pengeras suara, dan keperluan lainnya.
"Tidak setiap malam (berjualan), dua hari sekali atau seminggu dua kali, tidak tentu. Ya selalu bertiga kalau berangkat. Saya bawa 21 batang bambu," kata Rosadi.
Jika berangkat pukul 22.00 WIB dari Pamulihan, sejam lebih kemudian mereka akan tiba di Tanjungsari untuk beristirahat sejenak.
Mereka akan melanjutkan perjalanan dan beristirahat untuk terakhir kalinya di Jatinangor. Konvoi bambu ini akan tiba di Rancaekek biasanya pukul 04.00 WIB subuh.
"Beli di orang, di kebun orang. Kalau ada rejekinya, alhamdulillah habis kalau tidak namanya juga jualan. Kalau tidak habis disimpan di depan kaum saja, tidak pernah ada yang mencuri," katanya.
Jalanan Menanjak, Berkelok, Menurun
Jalan yang ditempuh dari Pamulihan ke Rancakek via Jatinangor adalah jalan yang tidak enteng. Bukan jalan datar seperti di area pesisir, melainkan jalan menanjak, berkelok, dan menurun khas pegunungan.
Berjalan kaki sekitar 20 kilometer tanpa beban saja tentu melelahkan, ini dengan beban super berat yang mereka dorong di sepanjang rute itu, pastilah bukan sembarangan orang bisa melakukannya.
Padahal, mobil pikap atau truk sudah menjamur di zaman sekarang, tetapi mereka masih memilih berjalan kaki.
"Sudah bagiannya begini, bukan tidak banyak mobil, sudah terbiasa didorong ini. Ya untuk dipajang juga bambu di sana (dengan gerobak itu, bambu menjadi estetis untuk dijajakan)," kata Rosadi.
Rombongan konvoi bambu ini akan pulang pada siang harinya, atau sore harinya seusai berjualan.
Desy Ratnasari Serahkan Bus Bantuan Panglima TNI Untuk Kodim 0622 di Kabupaten Sukabumi |
![]() |
---|
Wisata Curug Legenda di Tasikmalaya yang Hits dan Murah Meriah, Diselimuti Cerita Mitos |
![]() |
---|
UPDATE Kondisi Pemain Persib Terutama Ramon, Patricio dan Klok Usai Lawan Sydney, Apa Sudah Segar? |
![]() |
---|
25 Link Download Twibbon HUT ke-80 RI dengan Desain Colorful dan Menarik, Cocok untuk Medsos |
![]() |
---|
Pemkot Tasikmalaya Bertemu BKN, Diky Candra Berharap Ada Kabar Baik Untuk Tenaga Honorer |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.